jpnn.com, JAKARTA - Sidang perkara perdata Nomor: 423/Pdt.G/2024/PN Jkt.Brt di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) dilanjutkan dengan mendengar keterangan pakar hukum acara perdata yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof Basuki Rekso Wibowo.
Perkara tersebut berawal dari gugatan Lulu Indrawati, Jauw Hok Guan, dan Handy Musawan (para penggugat) terhadap para pemilik sertifikat di Jalan Daan Mogot.
BACA JUGA: Kasus Investasi Bodong Robot Trading Net89, Bareskrim Sita Aset Rp 200 Miliar di Bali
Para penggugat mengeklaim sebagai ahli waris dan kuasa dari pemegang hak atas bekas tanah adat berdasarkan girik. Di sisi lain tanah tersebut telah diterbitkan sertifikat yang sebagiannya Sertifikat Hak Milik atas nama Rosalina Soesilawati Zaenal dan telah terdapat putusan inkrah perdata dan pidana yang memenangkan Rosalina.
Sehubungan dengan sita jaminan yang diajukan hanya berdasarkan putusan bantahan, ahli menyatakan seharusnya penyitaan tidak perlu dikabulkan karena tanah tersebut telah bersertifikat dan terdapat putusan inkrah perdata dan pidana yang linier memenangkan pemilik sertifikat.
BACA JUGA: PPATK Harus Sita Duit Judi Online Rp 86 Triliun yang Dinikmati Bank, E-Wallet & Operator Seluler
“Sita jaminan seharusnya tidak perlu dikabulkan,” kata ahli dalam persidangan.
Selanjutnya Endar Sumarsono, selaku kuasa hukum Rosalina meminta pendapat ahli soal ada sekitar puluhan orang yang seolah-olah dari pengadilan melakukan pengrusakan plang dan sejumlah perlengkapan lainnya serta melakukan pendudukan tanah secara paksa. Prof Basuki Rekso menegaskan sita jaminan bukan seperti sita eksekusi.
BACA JUGA: Gerebek Tempat Perjudian di Medan, Polda Sumut Sita Puluhan Mesin Dingdong
“Pelaksanaan sita jaminan itu, ya cukup mendatangi lokasi objek yang disita, lalu membacakan penetapan dan menandatangani berita acara, cukup,” kata dia.
Artinya, tidak mengubah apapun kondisi objek yang disita. Menurutnya, harus dibedakan antara sita jaminan dengan eksekusi pengosongan. Hal itu, kata dia, merupakan dua hal berbeda.
Dia mengatakan misalkan sita jaminan diikuti oleh pendudukan atau pembongkaran atau pengrusakan, itu sudah menyimpang dari tujuan sita jaminan dan merupakan tindak pidana.
“Kalau ada pengrusakan, pasal pidananya kan ada. Pendudukan paksa tanah milik orang lain ada pasal pidananya. Itu menjadi otoritas daripada lembaga atau instansi yang berwenang untuk itu,” ujarnya.
Endar lantas menanyakan siapa yang harus bertanggung jawab kalau pengrusakan dan pendudukan ini terjadi saat juru sita pengadilan melakukan tugasnya? Prof. Basuki Rekso mengatakan, siapa yang memerintahkan itu yang harus bertanggung jawab.
“Ini memang suatu risiko yang bisa terjadi di lapangan atas dinamika. Tetapi secara hukum, saya berpendapat, itu tidak boleh dilakukan, merusak, menguasai apalagi menggembok karena tujuan sita jaminan bukan itu,” ujarnya.
Setelah persidangan Endar Sumarsono juga menyampaikan terkait sita jaminan pihaknya telah mengajukan sanggahan atas permohonan sita dengan melampirkan bukti-bukti termasuk putusan yang menyatakan Rosalina sebagai pemilik tanah.
“Kami sudah menyampaikan sanggahan atas permohonan sita dengan melampirkan bukti bukti-bukti termasuk putusan yang menyatakan Ibu Rosalina sebagai pemilik tanah, namun Majelis Hakim tidak mempertimbangkan bukti-bukti kami dan tetap menjatuhkan sita." ujar dia.
Sementara itu Rosalina merasa sangat dirugikan tetapi tidak berdaya dan berharap proses hukum memberikan keadilan baginya, pasalnya tanah yang dimilikinya telah diduduki paksa oleh pihak lain sejak dilaksanakannya sita jaminan. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Riau Bergerak ke Sumbar, Sita Lahan dan 11 Unit Homestay terkait SPPD Fiktif
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan