Pakar Ingatkan RUU Kesehatan Jangan Keluar dari Pakemnya

Rabu, 05 April 2023 – 06:00 WIB
Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum UNEJ Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono mengingatkan semua pihak agar RUU Kesehatan harus mengatur isu kesehatan saja. Foto: Handout BPJS Ketenagakerjaan

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ), Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono mengingatkan semua pihak agar RUU Kesehatan harus mengatur isu kesehatan saja.

Menurutnya, RUU Kesehatan jangan mengurus isu lain, terlebih terkait kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan.

BACA JUGA: Ahli Hukum Ungkap Banyak Masalah di RUU Kesehatan, Tidak Selaras dengan Naskah Akademik

“Pembentuk UU dalam menggunakan metode omnibus seharusnya mengubah atau mengevaluasi undang-undang dengan tema dan latar belakang yang sama,” tutur Bayu dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (5/4).

Bayu menilai Politik hukum RUU Kesehatan harus menekankan pada pembangunan kesehatan masyarakat serta melakukan transformasi sektor kesehatan dan layanan kesehatan dari hulu ke hilir sehingga tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

BACA JUGA: Kritik Draf RUU Kesehatan, Pakar: BPJS Seharusnya Diatur Dalam Satu Undang-Undang

“Karena itu, perubahan pengaturan kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan pada RUU Kesehatan, tidak memiliki justifikasi filosofis, sosiologis, dan yuridis. RUU Kesehatan memang dimaksudkan untuk memperbaharui kebijakan pada sektor kesehatan,” jelasnya.

Dia memerinci bahwa ada 9 Undang-Undang yang berkaitan dengan kesehatan yang akan diubah menggunakan metode omnibus, seperti UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular: UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran; UU 36/2009 tentang Kesehatan; UU 44/2009 tentang Rumah Sakit; UU 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa; UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan; UU 38/2014 tentang Keperawatan; UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; dan UU 4/2019 tentang Kebidanan.

Adapun desain kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan yang disepakati oleh pembentuk UU bersama serikat pekerja pada saat pembahasan UU SJSN maupun UU BPJS adalah sebagai institusi mandiri, nirlaba, dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu menekankan bahwa esensi dari bertanggung jawab langsung kepada presiden adalah bentuk dari kelembagaan yang mandiri sehingga dapat selalu mengutamakan perlindungan dan kepentingan pekerja.

“Untuk itu seyogyanya konsensus pembentuk UU bersama serikat pekerja tersebut dijaga dan dihormati,” terang Bayu.

BPJS Ketenagakerjaan merupakan institusi negara yang keberadaannya tidak lepas dari landasan konstitusional di Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan ‘Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat’.

Berdasarkan amanat konstitusi itu, imbuh Bayu, maka negara membentuk badan penyelenggara jaminan sosial, yang diatur dalam UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011 tentang BPJS,.

“Jadi, sebenarnya apa urgensi dan relasinya RUU Kesehatan mengubah kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan menjadi di bawah Kementerian? Sementara, RUU Kesehatan memiliki politik hukum dalam pembangunan sektor kesehatan masyarakat,” tegas Bayu.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler