jpnn.com - Pakar komunikasi publik Muhammad Sufyan Abd menilai performa Anies Baswedan saat debat capres di Jakarta, Minggu (7/1) malam meneguhkan jargon perubahan dan keadilan yang sejak awal dicanangkan eks gubernur DKI Jakarta tersebut.
Menurut Sufyan, di semua sesi debat, Anies tak henti mengkritisi kondisi eksisting terutama di bidang pertahanan dan keamanan (hankam), serta hubungan internasional..
BACA JUGA: Jokowi Jawab Anies Baswedan Soal Gaji TNI Jarang Naik
"Saya kira Anies adalah orator yang ajeg, konsisten. Tidak mencla-mencle dan tetap pada ruh perlunya perubahan dari kebijakan publik eksisting yang dirasa kurang tepat," ujar Sufyan, Senin (8/1).
Bila dikaitkan dengan teori, katanya, misal dari Onong Effendy dalam “Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktik”, saat orasi ada teori yang disebut teori kuda.
BACA JUGA: Mantan Sesmil Presiden Sebut Prabowo Tak Tahu Apa-apa di Debat Ketiga
Maksudnya, tiap bagian pidato itu merujuk anggota tubuh kuda, yaitu Exordium adalah kepala/pendahuluan, yakni pendahuluan harus dapat membangkitkan perhatian hadirin.
Lalu, Protesis yaitu bagian punggung yakni pokok permasalahan dikenalkan dengan pemaparan latar belakang masalah, Argumenta (alasan yang mendukung pokok permasalahan, dan Conclusio atau ekor, yakni penegasan akhir tentang pandangan nalar yang benar mengenai pokok permasalahan.
BACA JUGA: Disinggung soal Etik, Prabowo Sampai 4 Kali Sebut Anies dengan Kata Profesor
"Jika sebatas merujuk teori ini, maka Anies lebih mampu menjalankan perencanaan orasi yang sudah disiapkan sebelum debat. Setiap sesi, ruh soal perubahan terus menerus disampaikan di semua bagian pidato," tuturnya.
Dengan konsistensi gaya Anies itu, Sufyan menilai wajar jika kemudian gagasan yang dikemukakan cukup memancing emosi, terutama dari Prabowo Subianto. Baik dari ungkapan, pilihan kata, termasuk gaya berkacak pinggang kepada moderator.(*/jpnn.com)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam