Pakar Kritik Keras Draf RUU Kesehatan, Tolong Pemerintah dan DPR Hati-Hati!

Jumat, 17 Maret 2023 – 13:30 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengkritisi draft RUU Kesehatan. Foto/Ilustasi: BPJS Kesehatan.

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengkritisi draf RUU Kesehatan yang ketentuannya secara terang-terangan bertentangan dengan politik hukum konstitusi dan sistem kelembagaan negara.

Dia menuturkan salah satu hal yang bertentangan itu seperti Pasal 425 angka 1 Pasal 7 ayat (2) RUU Kesehatan, yang menempatkan BPJamsostek bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Ketenagakerjaan.

BACA JUGA: Partai Buruh Menolak RUU Kesehatan, Riden: Menyulitkan Buruh Mendapatkan Haknya

Jimmy meminta pemerintah dan DPR harus hati-hati dan cermat dalam mengatur substansi materi RUU Kesehatan ini.

"Ketidak cermatan dalam memilih kebijakan dalam aturan dapat berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan yang telah dijamin konstitusi, apalagi dengan metode omnibus, yang berisikan banyak pasal, jangan sampai hanya lebih pada mengejar target waktu yang ditetapkan” kata Jimmy dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/3).

BACA JUGA: DPR Kirimkan Draf RUU Kesehatan Kepada Pemerintah

Seperti diketahui, pembentukan RUU Kesehatan sudah masuk pada tahap pembahasan. Dalam proses menyusun Daftar Isian Masukan (DIM), Kementerian Kesehatan menggelar Forum Konsultasi Publik/Public Hearing RUU Kesehatan secara luring dan daring pada (14/3).

Jimmy membeberkan perubahan ketentuan Pasal 425 akan merubah kedudukan BPJS menjadi di bawah Kementerian, BPJS pada akhirnya harus bertanggung jawab kepada menteri.

BACA JUGA: RUU Kesehatan Diharapkan Bisa Memberi Solusi untuk Masyarakat dan Dunia Medis Tanah Air

Hal itu, kata Jimmy, akan berpotensi membuat BP Jamsostek hanya sebagai operator dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan kementerian.

"Dengan kata lain BPJamsostek tidak lagi institusi negara yang mandiri, dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara," ucap Jimmy.

Selain itu, terjadinya pergeseran pertanggungjawaban BPJS, yang semula pertanggungjawabannya langsung kepada presiden, kini cukup dilakukan kepada menteri, sementara BPJamsostek itu Lembaga negara yang mandiri dan mengelola iuran peserta.

Pada akhirnya, berpotensi memunculkan pikiran negatif dari publik terhadap institusi Kementerian dan dianggap, seakan-akan benar karena adanya iuran peserta yang jumlahnya besar, sehingga mengundang institusi lain untuk ikut masuk. “Tentunya asumsi publik seperti ini tidak dapat dicegah,” terang Jimmy.

“Disisi lain, keberadaan BPJamsostek secara konstitusional, merupakan badan hukum negara diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS yang dibangun berdasarkan konstruksi Pasal 34 UUD 1945 dan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945,” imbuh Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Udayana ini.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan perlu pendalaman dalam pengaturan tata kelola jaminan kesehatan nasional (JKN) dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker).

“Pembahasan ini membutuhkan waktu yang cukup dan melibatkan stakeholder terkait,” ujar Muttaqien dipantau dari Youtube Kementerian Kesehatan.

Sebab, lanjut dia, RUU Kesehatan dinilai akan mengubah tata kelola yang ada misalnya contohnya yang sekarang beredar tentang BPJS akan berada di bawah menteri, ini tentu akan mengubah tata kelola yang ada.

Menurutnya, pelaksanaan JKN dan Jamsosnaker sudah on the right track (berada dalam koridor yang benar).

“Jika perbaikan yang sifatnya operasional, teknis, dan sebagainya, mungkin tidak harus ditingkat undang-undang, bisa ditingkat perpres atau permenkes, atau peraturan-peraturan operasional lainnya saja,” jelas Muttaqien. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler