jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra menilai, saat ini terlalu banyak lembaga yang menangani sengketa dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada). Akibatnya, tidak menutup kemungkinan putusan sebuah lembaga, berbeda dengan lembaga hukum lainnya.
“Saya melihat terlalu banyak pihak yang turun menyelesaikan sengketa, seperti Bawaslu, Kepolisian, PT TUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) dan MK (Mahkamah Konstitusi, red),” ujar Saldi Isra di Jakarta, Selasa (4/11).
BACA JUGA: Waduh, Ada Kemungkinan Calon Kada Maju Tanpa Dukungan Parpol
Hal itu disampaikan Saldi Isra pada acara yang dipandu Maruli Tua Silaban, SH dari Indonesia Democracy Watch (IDW) sekaligus penyelenggara Diskusi Eksaminasi Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan Nomor: 10/G/PILKADA/PT-TUN MDN 2015, tanggal 15 Oktober 2015 Tentang Sengketa Pilkada Humbang Hasundutan.
Lebih lanjut, Saldi Isra menyarankan kepada pembuat Undang-Undang ke depan perlu menyederhanakan proses penyelesaian sengketa.
BACA JUGA: Lima Catatan Kritis Presiden PKS untuk Jokowi
“Memang ke depan harus dipikirkan penyederhanaan proses penyelesaian sengketa. Nantinya tidak perlu melalui PTUN. Saat ini, wilayah politik terlalu banyak yang masuk ke wilayah pengadilan, sehingga menimbulkan kesan tidak baik bagi pengadilan,” ujar Saldi.
Saldi menyarankan demikian, karena menurutnya masalah sengketa pemilu adalah masalah krusial. Karena itu penangannya juga perlu dilakukan secara khusus dan benar. Paling tidak agar proses pemilu Indonesia ke depan bisa lebih baik.
BACA JUGA: Rambe Bilang KPU Salah Terjemahkan Putusan PTTUN
Sementara itu, Maruli Silaban pada saat sambutan pembukaan, menjelaskan tentang maksud dan tujuan penyelenggaraan kegiatan eksaminasi tersebut. Menurut Maruli, permasalahan tersebut merupakan hal yang baru dalam Proses Pilkada Tahun 2015.
Karena itu, Maruli menganggap perlu dilakukan Eksaminasi atas Putusan PT TUN Medan sebagai proses pembelajaran dan koreksi untuk perbaikan pada proses Pilkada di masa mendatang. Hal itu, kata Maruli, diperlukan baik secara hukum materil maupun formil karena putusan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
“Bahkan putusan tersebut dianggap telah melanggar azas-azas dan norma hukum,” tegas Maruli.
Maruli juga menganggap perlu meninjau dampak dari putusan PT TUN terhadap eksistensi dan masa depan pelaksanaan Pilkada serentak di Indonesia.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ya Ampun..... Suap Anggota DPRD, Gatot Ditetapkan Lagi Jadi Tersangka
Redaktur : Tim Redaksi