Pakar Sebut Relasi Jokowi dengan PDIP Sangat Kuat

Jumat, 13 Januari 2023 – 19:26 WIB
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Presiden Jokowi, Wakil Presiden Maruf Amin, dan Ketua DPR Puan Maharani pada perayaan HUT ke-50 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riwanto menilai relasi PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat kuat.

Proses pencapresan Jokowi hingga duduk menjadi presiden sangat berkaitan erat dengan PDIP.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Bu Megawati Beri Bocoran Capres 2024 PDIP, Risma Menangis, Ada Kabar Terbaru?

“Capres adalah kader parpol bukan perorangan. Karenanya, relasinya harus kuat dengan parpol pengusung sejak pintu pencalonan sebagai seorang capres dalam ajang Pilpres hingga menjabat sebagai presiden," kata dia, Jumat (13/1).

Menurut dia, visi-misi dan program yang akan diusung capres dalam kampanye Pilpres merupakan cerminan dari partai.

BACA JUGA: KIB dan PDIP Akan Berkoalisi jika Usung Paket Ganjar-Airlangga

Bahkan saat terpilih sebagai presiden, sosok itu merupakan cerminan visi-misi dan program berdasarkan ideologi parpol pengusungnya.

Oleh karena itu, kata Agus, sebenarnya pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada HUT ke-50 partai menegaskan pentingnya hubungan yang kuat antara parpol pengusung dengan presiden yang merupakan perintah konstitusi UUD 1945.

BACA JUGA: Mardani PKS Menilai Jokowi Tidak Nyaman Saat Mengikuti HUT ke-50 PDIP

Agus mengategorikan Jokowi adalah kader parpol sejak pencalonan Pilpres hingga menjabat sebagai presiden.

“Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan calon presiden. Karena pascaamandemen UUD 1945, telah mengubah mekanisme Pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945,” urai Agus.

Agus melanjutkan UUD 1945 telah mengatur mekanisme Pilpres harus melalui mekanisme parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi.

Selanjutnya, menurut Agus, prosedur teknis Pilpres diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Adapun syarat pencalonan antara lain menegaskan capres diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol atau koalisi partai yang memiliki visi yang sama.

Koalisi dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan (presidential threshold) 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Penentuan capres ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme parpol atau koalisi.

Parpol pengusung dengan partai pendukung berhak melakukan kesepakatan. Kesepakatan itu dibuat tertulis ditandatangai oleh pimpinan parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU.

“Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres,” imbuh Agus.

Agus menjelaskan berdasarkan Putusan MK No. 007/ PUU-II/2004, ada pembedaan antara hak konstitusional warga negara dengan partai politik.

Di mana untuk menjadi capres adalah hak setiap warga negara, tetapi hak tersebut tidak serta-merta dapat dilaksanakan sendiri, melainkan harus melalui pencalonan oleh parpol.

"Yang memiliki hak konstitusional dalam pencalonan capres adalah parpol bukan setiap warga negara,” kata Agus. (Tan/JPNN)

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejak 2014 Pak Jokowi Terima Potongan Tumpeng Ultah PDIP, Dahulu Cium Tangan Bu Mega


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler