Pakar Soroti Langkah China Layangkan Protes Keras ke Indonesia Buntut Kajian KADI Tidak Kredibel

Senin, 12 Agustus 2024 – 15:19 WIB
Pakar hukum internasional Prof Hikmahanto Juwana. Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI) Profesor Hikmahanto Juwana menyoroti langkah Kamar Dagang Logam, Mineral, dan Kimia Tiongkok atau China Chamber of Commerce of Metals, Minerals & Chemicals Importers & Exporters (CCCMC) yang melayangkan surat protes keras atas rencana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) ubin keramik China yang diusulkan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Hikmahanto mengatakan pemerintah harus waspada terhadap aksi balasan dari China.

BACA JUGA: Soal Rencana Penerapan BMAD Terhadap Produk Keramik Asal China, Pengamat Ingatkan Airlangga, Simak

Sebab, adanya protes secara langsung dari China terhadap penyelidikan KADI bisa memicu potensi retaliasi perdagangan oleh China terhadap produk Indonesia.

China, kata Hikmahanto, diprediksi terlebih dahulu akan melakukan upaya hukum dengan melaporkan Indonesia melalui Dispute Settlement Body (DSB) ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas dugaan persoalan kajian KADI yang dinilai janggal tersebut.

BACA JUGA: Pengamat: Satgas Pemberantasan Impor Ilegal Harus Efektif Demi Lindungi Industri Keramik Dalam Negeri

“Kalau dianggap tidak kredibel bisa dibawa ke PTUN atau Dispute Settlement Body di WTO,” kata Hikmahanto, Senin (12/8/2024).

Menurut Hikmahanto, potensi retaliasi perdagangan antara Indonesia – China atas pengenaan BMAD terhadap ubin keramik porselen dapat merugikan Indonesia.

BACA JUGA: Merespons Polemik BMAD Ubin Keramik Porselen, Pengamat Minta Pemerintah Mengkaji Ulang

Dia menyebut tindakan itu akan dilakukan China setelah keputusan resmi dari WTO terkait sengketa kajian KADI tersebut.

“Kalau ada retaliasi itu harus menunggu putusan dari DSB WTO, jadi tidak boleh sepihak,” ucapnya.

Hikmahanto menegaskan jika tuduhan China atas kejanggalan KADI itu terbukti akan merugikan perekonomian Indonesia yang memicu reaksi keras dari China.

“Prinsipnya mekanisme putusan KADI kan memang diatur dalam WTO Agreement dan kalau tidak puas bisa dieskalasi ke DSB WTO,” pungkasnya.

Diketahui, surat dari China Chamber of Commerce of Metals, Minerals & Chemicals Importers & Exporters (CCCMC) yang beredar di kalangan wartawan bertarikh Kamis, 8 Agustus 2024 ditujukan kepada kementerian dan lembaga terkait yang tergabung dalam tim Pertimbangan Kepentingan Nasional (PKN).

Dalam isi suratnya, CCCMC merasa kecewa atas hasil penyelidikan KADI yang menemukan adanya margin dumping terhadap produk keramik China.

Sebab, kajian KADI dianggap tidak berdasarkan data dan fakta yang kredibel.

“Kami sebagai perwakilan industri ubin keramik China menyatakan sangat kecewa atas pemalsuan laporan akhir KADI. Ditemukan margin dumping produsen China yang berkisar antara 100,2 % sampai dengan 158,78%,” ujar Vice Chairman CCCMC Liu Danyang, dikutip Senin (12/8/2024).

Hasil penyelidikan KADI, menurut CCCMC, tidak adil dan melanggar ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

“Perubahan signifikan pada proses dumping margin “Essential Facts” hingga menjadi laporan akhir ini jelas tidak adil karena secara serius melanggar berbagai ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian Anti-Dumping WTO,” bebernya.

Lebih Lanjut, CCCMC mengatakan pihaknya selama proses penyelidikan oleh KADI telah kooperatif memberikan seluruh data yang dibutuhkan untuk diverifikasi mulai dari dokumen asli seperti faktur, kontrak penjualan, dan biaya produksi serta rekonsiliasinya dengan laporan keuangan.

Namun, CCCMC menyayangkan KADI malah hanya menggunakan data sekunder dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai yang tidak dapat dibenarkan secara hukum.

“Dengan demikian, maka penggunaan data harga ekspor dan data harga ekspor sekunder yang tidak diverifikasi oleh KADI untuk menggantikan harga ekspor primer dan aktual yang diverifikasi dari produsen China tidak dapat dibenarkan secara hukum,” ucapnya.

“Hal ini diperburuk oleh fakta bahwa perubahan angka yang terjadi pada akhirnya diterapkan secara tiba-tiba dan sepihak,” imbuhnya.

Lebih lanjut, CCCMC mengatakan hasil penyelidikan KADI itu merupakan pelanggaran serius terhadap hukum yang bisa dikenakan pasal 6.9, 6.8 mengenai anti dumping.

“Laporan tanpa landasan hukum tersebut merupakan pelanggaran serius pada pasal 6.9, 6.8 dan lampiran II yang berisi pemberian hak pembelaan penuh terhadap kontrak kerja sama China serta gagal dipatuhi oleh KADI,” ungkapnya.

Selain itu, penghitungan margin dumping yang dilakukan KADI juga tidak tepat dan bisa dikenakan pasal 2.3 dan 2.4.

Oleh karena itu, CCCMC meyakini investasi yang dilakukan KADI tidak kredibel.

Menurut Hikmahanto, perhitungan margin dumping yang tidak tepat tersebut melanggar ketentuan-ketentuan dalam perjanjian terkait di antaranya Pasal 2.3 dan 2.4.

“China Chamber of Commerce of Metals, Minerals & Chemicals Importer & Exporters memiliki banyak kekhawatiran dan menganggap pelaksanaan investigasi KADI dilakukan secara bias dengan penilaian yang tidak tepat,” urainya.

“Dan, atas kerugian material yang telah kami sampaikan kepada KADI selama proses investigasi sama sekali tidak mendapatkan atensi dan tidak dituangkan dalam laporan akhir,” tambahnya.

Dengan sejumlah fakta tersebut, CCCMC meminta pemerintah Indonesia tidak mengadopsi rekomendasi yang dikeluarkan KADI dan membatalkan rencana pengenaan BMAD terhadap ubin keramik proselen asal China, karena tidak berdasarkan data yang objektif dan dilakukan secara adil.

Hal ini kata CCCMC bisa merusak hubungan kerja sama antara China dan Indonesia.

“Mengingat fakta-fakta penting di atas, kami dengan hormat meminta agar para menteri tidak mengacu dan atau mengadopsi rekomendasi KADI serta menghentikan investigasi karena hal ini akan berdampak serius pada kredibilitas perilaku adil dan objektif berdasarkan perjanjian kerja sama,” tega Hikmahanto.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler