Soal Rencana Penerapan BMAD Terhadap Produk Keramik Asal China, Pengamat Ingatkan Airlangga, Simak

Rabu, 31 Juli 2024 – 19:30 WIB
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Hubungan Internasional (HI) Robi Sugara mengungkapkan dampak buruk bagi hubungan bilateral antara Indonesia dan China jika memaksakan rencana penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk keramik asal negeri tirai bambu itu.

Menurut Robi, kajian Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) atas ubin keramik asal China yang masih menuai polemik akan menjadi masalah jika tidak disikapi dengan serius oleh pemerintah.

BACA JUGA: Pengamat: Satgas Pemberantasan Impor Ilegal Harus Efektif Demi Lindungi Industri Keramik Dalam Negeri

Salah satunya akan menjadi blunder bagi perdagangan dalam negeri dan internasional.

Pasalnya, nilai ekspor Indonesia ke China cukup besar. China, kata Robi, bisa melakukan retaliasi (tindakan balasan) atas produk-produk Indonesia.

BACA JUGA: Komisi VI DPR Bakal Panggil KADI Perihal Rencana Pengenaan BMAD Keramik Porselen

“Apalagi kalau kita berbicara komoditas-komoditas strategis pertambangan dan juga perkebunan yang saat ini banyak kita ekspor ke China dan juga komoditas-komoditas hilirisasi, terutama ketakutan dari kami adalah China mencoba untuk melakukan retaliasi,” ujar Robi, Rabu (31/7/2024).

Robi, yang juga Ketua Program Studi Hubungan Internasional UIN Jakarta, itu mengingatkan bahwa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berpotensi mendapatkan getah dari kebijakan BMAD atas produk ubin keramik Cina tersebut.

BACA JUGA: FOSBBI Sikapi Hasil Penyelidikan KADI Soal BMAD Ubin Keramik

Sebab, Airlangga memiliki tanggung jawab menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

Indonesia, lanjut Robi, bukan hanya akan mengalami kerugian perekonomian dalam negeri, tetapi juga akan kehilangan China sebagai mitra strategis dalam perdagangan internasional.

"Menko Perekonomian bertanggung jawab dalam urusan koordinasi di bidang perekonomian dan bertanggung jawab kepada presiden. Adapun kebijakan-kebijakan yang lebih operasionalnya itu kan saya kira ada kementerian perdagangan dan perindustrian,” ujar Robi.

"Ini jangan sampai hubungan baik antara Indonesia dan China (yang dibangun) lewat Presiden Jokowi kemudian salah langkah hanya gara-gara ini,” tambahnya.

Menurut Robi, Indonesia memiliki kedaulatan untuk menjalankan kebijakan anti dumping.

Namun, dia mengingatkan China juga bisa membalasnya dengan cara yang lebih kejam, yaitu menerapkan tarif 300 persen atas produk Indonesia yang masuk ke China.

“Indonesia melakukan anti dumping sampai 200 persen, bisa jadi China malah 300 persen balasannya bisa jadi begitu,” ujar Robi.

Robi khawatir kebijakan BMAD bisa membuat Cina sebagai mitra dagang penting marah kepada Indonesia.

Sebab jika melihat data pada tahun 2023 nilai ekspor Indonesia ke China mencapai US$64,94 miliar atau sekitar 23 persen dari total nilai ekspor.

Hal tersebut, kata Robi, menjadi bukti bahwa China merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia. Maka dari itu, dia mewanti-wanti jika retaliasi dari China ini bisa berdampak serius pada semua industri yang bergantung pada ekspor ke negara tersebut.

Lebih tragis lagi, tambah Robi, selain melakukan balasan, Cina juga bisa saja menarik investasinya dari dalam negeri.

“Jadi, tidak sampai di situ dia melakukan balasan yang serupa kemudian investasi yang rencana akan ditanam di Indonesia kemungkinan akan ditahan atau bahkan tidak jadi," ucapnya.

Menurut Robi, saat ini China sudah menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia. Ia meyakini Indonesia tidak akan diadukan ke organisasi perdagangan internasional (WTO) sebab tanpa WTO pun China bisa melakukan aksi balasan yang kontan terhadap Indonesia.

“Saya tidak yakin China melakukan ya, karena powernya dia jauh lebih kuat, karena tanpa WTO pun dia melakukan aksi balik dengan anti dumping misalkan Indonesia 200%, dia 300% atas barang-barang masuk dari Indonesia ke China, mau ngapain habis itu investasinya ditarik dari Indonesia misalnya,” ucapnya.

“Saya kira merepotkan. Jadi, menurut saya tidak akan memerlukan jasa WTO tetapi power Cina selama ini itu bisa melakukan dengan aksi-aksi balasan yang menurut saya tidak terlalu baik hubungan kedua negara itu,” imbuhnya.

Menurut Robi, jangan sampai perlakuan Indonesia ini menyulut perang dagang seperti yang terjadi dengan Amerika.

Sebab itu, untuk saat ini Indonesia harus mengukur diri, dan tidak terlalu frontal mengeluarkan kebijakan yang menyangkut dengan negara lain.

“Berikutnya dampak dari geopolitik, sehingga ini seperti masuk kepada skema perang dagang seperti antara Amerika dan China jika Indonesia melakukan itu,” ujar Robi.

Hal itu, kata dia, bisa menyulitkan pada positioning narasi perang dagang antara Amerika dan China, Indonesia masuk kepada komposisi menjadi bagian dari apa yang juga pernah dilakukan oleh Amerika terhadap China itu.

“Jadi, harus lebih soft karena ini kayak yang pernah dilakukan oleh Amerika, Donald Trump. Jadi jangan sampai Cina memiliki persepsi bahwa Indonesia kaya nantang gelut, nantang berantem,” sambungnya.

“Saya kira penting untuk dipertimbangkan kembali kajiannya, meskipun semangatnya baik, semangat untuk memproteksi pengusaha-pengusaha keramik di Indonesia tapi (perlu) kajian yang mendalam,” ujar Robi.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler