jpnn.com, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga Suko Widodo menilai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan tiga menteri yang juga ketua umum partai politik sebagai hal yang sah ketika dimaknai dalam lingkup kerja pemerintahan.
“Pada satu sisi, sah-sah saja karena ketiganya adalah menteri yang notabene pembantu presiden. Namin, kita tidak tahu, apa masalah yang sedang mereka bahas. Apakah mereka membahas capres? Bisa iya, bisa tidak,” ujar Suko, Senin (8/1/2024).
BACA JUGA: Bagikan Sertifikat di Riau, Raja Antoni: Kalau Bukan Pak Jokowi, Mungkin Tidak Bisa
Sebelumnya, Presiden Jokowi yang melakukan pertemuan 4 mata bersama tiga ketua umum parpol yang saat ini menjabat Menteri, yakni Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, dan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam tiga hari berturut-turut.
Kendati demikian, Suko menilai kecurigaan tentang ketidaknetralan akan makin kuat mengingat Jokowi hanya menemui tiga menteri yang kebetulan ketua umum partai pengusung putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
BACA JUGA: Jokowi Anggap Debat Ketiga Tidak Edukatif, Hasto Bicara Kesimpulan Media
"Jika melihat hanya 3 menteri yang kebetulan ketua parpol pendukung Prabowo, yang wakilnya putranya Pak Jokowi, sangat mungkin membahas kondisi politik dan pasangan Prabowo - Gibran,” ujar Suko.
Suko mengungkapkan dalam politik praktis ketidaknetralan tidak bisa dihindarkan. Apalagi dalam konteks ini, Presiden Jokowi punya kepentingan.
BACA JUGA: Jokowi Anggap Debat Ketiga Tidak Ada Edukasi, Hasto Beri Pesan untuk KPU
“Rasanya dalam politik, selalu saja tidak ada kenetralan karena presiden punya kepentingan terhadap suksesi 2024,” ujar Suko.
Doa pun menilai etika dan fatsun politik sudah tidak lagi menjadi patron utama.
“Etika saat ini hampir tidak jadi perhatian. Apalagi dalam kompetisi politik,” tegas Suko.
Begitu pula, klaim netralitas yang selama ini digembar-gemborkan oleh penguasa makin jauh dari realita.
“Sejauh ini, memang terkesan ada keterlibatan,” pungkas Suko.
Ganjar Lebih Mampu
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan Presiden Jokowi mulai menunjukkan dukungannya kepada pasangan Capres Prabowo-Gibran untuk menarik simpati pendukung Jokowi yang masih meragu.
“Ganjar terlihat lebih mampu menjalankan program Pak Jokowi, berbanding terbalik dengan Pak Prabowo,” kata Ray.
Menurut Ray, masih ada pendukung Jokowi yang belum menentukan suara dan suara mereka lebih mungkin direbut oleh capres yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo.
“Masih banyak pemilih yang masih ragu-ragu apakah figur Pak Prabowo ini mampu benar-benar melaksanakan, melanjutkan program yang sudah dilakukan Pak Jokowi, mengingat dia baru datang lima tahun terakhir,” ujar Ray.
Belum lagi gaya kampanye Prabowo-Gibran yang dia sebut kurang berpola, tidak memiliki daya hentak. “Sehingga kedekatan antara mereka dan masyarakat tidak terjalin. Sehingga kehadiran Pak Jokowi itu penting,” ujar Ray.
Oleh karena itu, untuk mengamankan suara mereka, Jokowi ‘terang-terangan’ menunjukkan dukungannya kepada pasangan Prabowo-Gibran. Membuktikan sangkaan orang-orang bahwa presiden akan sulit bersikap netral disaat anaknya ikut dalam kontestasi Pilpres.
“Namun, hal lain mengapa Pak Jokowi mulai lebih terbuka menyatakan dukungan, saya kira pertama karena keinginan untuk mendorong agar pilpres ini terjadi satu putaran. Dengan begitu Pak Jokowi memperlihatkan dukungan lebih besar ke Prabowo-Gibran,” ungkap Ray.
Namun ternyata itu bukan hal mudah. Melihat hasil survei elektabilitas politik dalam beberapa hari terakhir ini, ada stagnasi elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran.
“Bahwa secara umum ada stagnasi perolehan suara Prabowo sehingga untuk menciptakan Pilpres satu putaran itu makin sulit. Oleh karena itu, harus ada dorongan yang lebih kuat, pesona yang lebih kuat agar satu putaran itu terjadi,” pungkas Ray.(fri/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari