Pakar Ungkap 2 Kelemahan Pemilu Proporsional Terbuka

Kamis, 05 Januari 2023 – 10:04 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Agus Riewanto menyoroti dua kelemahan sistem pemilihan umum atau pemilu berbasis calon legislatif. lustrasi/foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Agus Riewanto menyoroti dua kelemahan sistem pemilihan umum atau pemilu berbasis calon legislatif.

Menurutnya, kelemahan tersebut berdasarkan evaluasi pelaksanaan Pemilu 2009, 2014, dan 2019 yang menerapkan sistem proporsional terbuka dengan penentuan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.

BACA JUGA: Awas! Sistem Pemilu Berbiaya Tinggi Picu Politik Uang, Berujung Korupsi

Pertama, kata dia, melemahkan Identifikasi Diri dengan Partai (party-ID). Party-ID merupakan perasaan seseorang bahwa partai tertentu adalah identitas politiknya.

"Party-ID ini merupakan komponen psikologis yang akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dukungan terhadap partai dan sistem kepartaian yang bisa memperkuat demokrasi,” ujar Dr. Agus dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (5/1).

BACA JUGA: Soal Sistem Pemilu, HNW: Mahkamah Konstitusi Harusnya Konsisten dengan Putusannya Sendiri

Survei Indikator Politik Indonesia pada Februari 2021 menunjukkan party identity masyarakat Indonesia sangat rendah.

Data menyebutkan bahwa 92,3 persen dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia menyatakan tidak ada kedekatan dengan partai politik tertentu (Party ID). Hal ini menunjukkan sentimen terhadap partai rendah sekali. Kalau sentimen terhadap partai baik, pemilih akan merasa diwakili oleh partai.

Selain itu, survei nasional Litbang Kompas pada Januari 2022 menunjukkan lemahnya party-ID di Indonesia. Dari 1.200 responden yang disurvei tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, yang menyatakan bahwa 67,3 persen pemilih tidak ada ikatan party-ID, sedangkan pemilih yang menyatakan ada ikatan party-ID hanya 23,8 persen.

Selain melemahkan Party-ID, persoalan kedua yang disebabkan oleh sistem proporsinal terbuka adalah melahirkan fenomena anti partai politik atau deparpolisasi yang berdampak buruk bagi bangunan demokrasi di Indonesia.

Hal itu disebabkan oleh perubahan pilihan pemilih dari satu partai politik ke partai politik lain, dari satu pemilu ke pemilu selanjutnya (Electoral volatility), sehingga menghasilkan perubahan dramatis yang ditandai naik-turunnya dukungan pemilih terhadap partai layaknya roller coaster.

“Dampak buruknya, pemilu hanya bergantung pada figur atau kandidat (Caleg), sehingga pemilih lebih mempertimbangkan pada Caleg yang popular dan bermodal uang bukan pada kesamaan party-ID,” tegas Agus. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler