PAN Tunggu Skema Kompensasi Kenaikan BBM ala Jokowi

Sabtu, 11 Oktober 2014 – 14:53 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Menaikkan atau tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai menjadi tantangan terberat bagi Joko Widodo-Jusuf Kalla begitu menjabat sebagai presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2014 nanti. Selain berkaitan dengan stabilitas ekonomi, kenaikan harga BBM harus diikuti dengan kompensasi untuk rakyat miskin.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Drajat Wibowo mengaku masih menunggu kebijakan Jokowi beserta skema kompensasi yang ditawarkannya. Sebab, skema kompensasi kenaikan harga BBM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), dianggap gagal mencegah kesenjangan ekonomi.

BACA JUGA: Rokok SKT Susut, Cukai Tetap Oke

"Kita akan lihat kebijakan Jokowi masalah BBM ini, skema apa yang dibuat," kata Drajat usai dikusi bertajuk "Prediksi Ekonomi Di Tengah Polarisasi Politik Nasional" di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10).

Menurut Drajat, kalau dari sisi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi memang ada kebutuhan menaikkan harga BBM, tapi dari sisi pemerataan, kenaikan harga BBM justru akan memperkaya yang sudah kaya karena kenaikan asetnya akan lebih cepat. Sementara masyarakat berpenghasilan rendah, menengah bawah dan miskin makin ketinggalan, sehingga kesenjangan akan lebih besar.

BACA JUGA: Sepekan, Investor Asing Lepas Rp 1 Triliun

"Kita ingin lihat bagaimana (kebijakan Jokowi) menyeimbangkan pertumbuhan dan stabilitas dengan pemerataan, ingin lihat skema yang dibangun. Kalau skemanya bagus, bisa saja didukung, kalau tidak bagus bisa kita koreksi," jelas mantan tim ekonomi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu.

Nah, bagaimana dengan BLT seperti era Presiden SBY. Apakah harus tetap ada? Drajat tegas menjawab program BLT yang dijalankan selama 10 tahun pemerintahan SBY-Boediono gagal mencegah pembengkakan kesenjangan ekonomi akibat kenaikan harga BBM.

BACA JUGA: Iraq Ajak RI Investasi Migas

"Faktanya BLT itu gagal mencegah pembengkakan kesenjangan, faktanya 10 tahun pemerintahan SBY, BBM beberapa kali dinaikkan, sudah ada BLT, PNPM, macam-macam skema kompenasi, tapi itu tidak sanggup memperbaiki kesenjangan," tegasnya.

Ditanya dimana letak kesalahannya, Drajat menyebut bisa karena jumlahnya kurang besar, timing tidak tepat hingga program yang dijalankan tidak tepat sasaran. Nah, jika harga BBMm harus naik, kompensasi dengan berbagai perbaikan skemanya harus ada.

"Kita punya analisnya, terbukti program kompensasi tidak mampu mencegah pelebaran kesenjangan, itulah yang diperbaiki. Harus ada kompensasi, tapi diperbaiki. Sekarang kita tunggu skema dari Jokowi," tandasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Proyek Transmisi di Sumatera Dicanangkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler