jpnn.com, JAKARTA - Kita semua rakyat Indonesia sering membaca tulisan Pancasila. Tetapi kita lupa cara mengimplentasikannya. Demikian salah satu kesimpulan yang dicapai oleh para pembicara dan peserta Dialog Literasi Pancasila Bersama Wakil Rakyat hari pertama yang digelar 1 Juni 2017 di Perpustakaan MPR RI, Senayan, Jakarta.
Para pembicara pada kesempatan itu adalah Prof Syamsul Bahri, Wakil Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI, Ninik L Karim, pengajar dan psikolog senior dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Mohammad Zaenudin staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan: Jangan Main Hakim Sendiri
Para pembicara mengkaji dan menggiring suasana dialog bagaimana menjadikan masyarakat Indonesia yg pluralis ini menjadi betul-betul Pancasilais.
Prof. Samsul Bahri berpendapat bahwa Pancasila itu penting untuk difahami dan menjadi panduan perilaku kehidupan sehari hari yang dipraktekkan.
BACA JUGA: Resmikan Program Klinik Pancasila, Terima Kasih Pak Zul
Sedangkan Niniek L Karim menggarisbawahi substansi positif dan ideal dari Pancasila. Menurut Ninik, generasi muda Indonesia harus memiliki semangat positif demi NKRI dan negeri Pancasila. Karenanya dalam bertutur kata, generasi muda harus berhati-hati agar tidak menimbulkan fitnah.
“Kenapa? Ada pepatah bijak bahwa kata itu adalah doa. Kalau kita salah mengucapkan kata-kata bisa menimbulkan fitnah dan bisa menjadi hoaks,” kata Ninik L Karim.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan Resmikan Program Klinik Pancasila
Lebih lanjut, Niniek menyebutkan bahwa orang bijaksana akan berkata “hati-hati dengan kata-kata, karena perkataan sejatinya adalah doa”.
Hal ini, menurut Niniek dampaknya hampir disadari oleh semua orang, meski kenyataannya banyak yang hanya sekedar tahu dan tidak mengayominya.
“Kendati demikian, masih saja banyak yang “termakan” oleh kata-kata karena apa yang mereka katakan menjadi kenyataan,” katanya.
Kaitan kata-kata, jelas dia, menjadi doa erat dengan status pikiran, ketika kesadaran seseorang dan gelombang otak bekerja menerima informasi dari kata-kata yang didengarnya dari orang lain maupun dari mulutnya sendiri.
“Ya, sekali lagi hati-hati dengan kata-kata yang diucapkan, karena baik itu kata yang bijak maupun yang buruk, semuanya bisa jadi doa,” ucap Niniek.
Sedangkan dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila,Mohammad Zaenuddin menjelaskan bahwa Pancasila mengajarkan banyak hal dalam kehidupan. Nilai-nilainya? yang sudah ditanamkan dari masa kecil, harusnya terimplikasi dengan baik dalam keberagaman.
"Ketika kita bertemu dengan kebudayan yang beragam, kita belajar toleransi, menghargai dan tidak menyakiti dengan Pancasila," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Pancasila sangat berarti dalam keberagaman. Nilai keberagaman dalam Pancasila, menurutnya juga dijelaskan dalam agama apapun di Indonesia.
"Dalam Pancasila tertuang nilai keberagaman dan kebaikan yang diajarkan dalam agama manapun," katanya.
Ia menilai keberagaman dan perbedaan adalah rahmat dari Tuhan. Termasuk pula perbedaan agama yang menjadi jalan hidup bagi bangsa Indonesia. Itu pula yang menjadi alasan mengapa Pancasila yang pertama menekankan untuk berketuhanan agar percaya perbedaan.
"Perbedaan itu adalah rahmat, alangkah lucunya apabila bangsa Indonesia? itu tidak beragama karena dalam Pancasila tidak menghendaki orang yang tidak beragama atheis," tambahnya.
Selain keberagaman agama, Indonesia memiliki keberagaman etnis dan suku bangsa. Untuk itu ia berpesan bagi warga Indonesia untuk merantau agar tahu arti keberagaman, kemanusiaan dan keadilan dalam Pancasila.
"Ketika merantau, kita bertemu perbedaan. tetapi bukan alasan untuk mendiskriminasi atau tidak menghargai manusia lainnya apalagi tidak peduli kehidupan di sekitar kita," pesannya.
Sejarah Penetapan Keppres Hari Lahir Pancasila
Sebelumnya Pada tahun 2016, bulan Juni tanggal 1, MPR RI mengantarkan Presiden Jokowi menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan dinyatakan secara resmi sebagai hari libur nasional di Gedung Merdeka Bandung. Hari itu Jokowi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
"Menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional," bunyi diktum Keppres tersebut.
Penandatanganan Keppres itu dilakukan Presiden Jokowi dalam peringatan pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/6/2016).
Menjelang hari itu , 30 Juni 2016, dilaksanakan serangkaian Bicara Literasi Pancasila, di Gedung Merdeka kerjasama Perpustakaan MPR RI dengan Pemerintah Kota Bandung dan Museum Asia Afrika, Kementrian Luar Negeri.
Sesjen MPR, Ma'ruf Cahyono, memastikan salah satu rangkaian acara memperingati Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di kota Bandung diawali dengan agenda Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat.
“Bicara Buku ini patut diselenggarakan karena mempunyai banyak sisi kualitatif. Kegiatan ini dilaksanakan bukan sekedar rutin dilaksanakan tetapi kegiatan yang benar-benar berusaha berorientasi pada output,” tegas Ma’ruf Cahyono, di sela-sela persiapan Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat, yang akan dilaksanakan di Bandung .
Kini, setahun kemudian Kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah dan Kepala Perpustakan MPR Roosiah Yuniarsih mengantarkan Dialog Literasi Pancasila di Perpustakaan MPR RI. Dialog Literasi ini akan berlangsung sampai, Jumat 2 Juni 2017, sebagai rangkaian kegiatan Pekan Pancasila.
Bagi pemerintah, penetapan Hari Lahir Pancasila adalah momentum mengakhiri kekeliruan. Di awal Orde Baru, 1 Juni pernah dilarang untuk diperingati, yang ada justru Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober.
Lahirnya Pancasila diawali pidato Soekarno dalam rapat besar Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Penggunaan kata "Pancasila" dikenalkan pertama kali secara luas oleh Bung Karno dalam pidato itu.
Dia menjelaskan panjang lebar soal perlunya Indonesia memiliki sebuah pedoman hidup berbangsa dan bernegara seperti yang dimiliki negara lain setelah merdeka.
Ada lima butir konsep yang ditawarkan Bung Karno saat itu, yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisne atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam pidato di Gedung Merdeka pada tahun lalu itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa bangsa Indonesia harus bersyukur memiliki Pancasila. Pancasila adalah alat pemersatu.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pejabat Publik Beretika, Begini Ciri-Cirinya
Redaktur : Tim Redaksi