jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darmaputra, menyatakan, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) wajib dilakukan negara manapun, termasuk Indonesia. Pasalnya, hal itu berkaitan sangat erat dengan kemampuan TNI menjaga kedaulatan.
Karenanya, investasi pada sektor pertahanan dan keamanan (hankam) merupakan keharusan dan tidak boleh terhenti sekalipun kondisi negara sedang terpuruk seperti sekarang yang dilanda pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Syarief Hasan: Saatnya Melakukan Penguatan Alutsista Maritim
"Yang namanya ancaman terhadap kedaulatan bangsa, ancamannya, kan, enggak bisa menunggu sampai Covid-19 selesai dan (modernisasi alutsista) itu juga tidak bisa terputus. Jadi, artinya satu program dalam modernisasi alutsista harus tetap dilakukan, tetap dipenuhi karena suatu kesinambungan," ujarnya saat dihubungi, Rabu (2/6).
"Kesinambungan itu yang harus kita jalankan karena itu satu proses yang panjang, dari pemerintah sebelumnya dan dari menteri sebelumnya, menteri sekarang, dan mungkin menteri yang akan datang," imbuhnya.
BACA JUGA: Dukung Usulan Prabowo soal Alutsista, Legislator PDIP Tepis Anggapan tentang Kerugian Negara
Rizal melanjutkan, Indonesia telah merancang strategi modernisasi alutsista dan tertuang dalam Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF). Ia disusun sejak 2007 lalu dan dibagi menjadi tiga rencana strategis (renstra) hingga 2024. "Sekarang kita lagi pemenuhan ke MEF III. Tentu itu harus kita jalani karena itu sudah blue print."
Dirinya menerangkan, penyusunan MEF, yang juga meliputi pembangunan industri pertahanan, penelitian dan pengembangan (litbang), alih teknologi (transfer of technology/ToT), dan program nasional, ini tidak semudah "membalikkan telapak tangan". Ia dirancang berdasarkan estimasi terhadap ancaman keamanan nasional hingga respons terhadapnya.
BACA JUGA: Ahmad Syaikhu Bertemu Prabowo Subianto, Bahas Persoalan Bangsa hingga Peremajaan Alutsista
Membangun kekuatan sistem pertahanan menjadi salah satu respons negara atas ancaman yang akan terjadi. Pelaksanaannya melalui modernisasi alutsista, yang termasuk proses jangka panjang.
"Apa yang jadi prioritas, apa yang kiranya harus dilakukan investasi dalam modernisasi sistem pertahanan? Apakah industri dalam negeri, apakah impor, atau apakah dalam impor lalu kita melakukan alih teknologi? Alih teknologi ini soal bagaimana kita bekerja sama dengan industri pertahanan nasional. Itu proses yang panjang. jadi, tidak bisa karena ada Covid-19, ada persoalan seperti ini, lantas kita setop. Nanti untuk memulainya lagi berat. Memang sekarang dalam kondisi yang berat, tapi harus tetap dilalui," tuturnya.
Mengenai skala prioritas, sambung Rizal, berdasarkan ancaman aktual dan tidak aktual yang dihadapi. Baginya, potensi meluasnya eskalasi konflik di Laut China Selatan (LCS) antara Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dengan China merupakan salah satu ancaman aktual bagi Indonesia meskipun hanya Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE) yang diklaim "Negeri Tirai Bambu".
"Namun, kita juga harus siap seandainya terjadi perluasan dari konflik, mau tidak mau kita pasti akan terseret," tegasnya. "Apakah kita mau terseret (langsung) dalam konflik atau apakah kita mau tetap netral bila terjadi konflik bersenjata, kita harus tetap memiliki kekuatan bersenjata."
Karenanya, Rizal mendukung langkah pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menyusun rancangan strategis percepatan peremajaan alutsista. Pangkalnya, menjadi terobosan yang tidak pernah bisa dilakukan serta akan ada kepastian investasi pertahanan selama 25 tahun.
"Saya melihat bahwa ada dua alasan yang ingin dicapai oleh pemerintah (melalui rancangan strategis percepatan peremajaan alutsista). Pertama, menjamin konsistensi pemenuhan alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) TNI. Kedua, meningkatkan kesiapan alpalhankam TNI secara siginifikan dalam waktu sesingkat-singkatnya," paparnya.
Dirinya juga setuju dengan strategi Kemenhan mempercepat pengadaan alutsista menjadi 2021-2024. Baginya, kebijakan itu ideal. Dicontohkannya dengan perusahaan yang memiliki sebidang tanah dengan isi tambak, kebun, dan sawah, yang berinvestasi untuk membangun pagar dan membeli alat untuk menjaga lahannya sekaligus.
"Agar tidak diklaim orang, lalu perusahaan itu membayar investasinya dengan mencicil dari anggaran yang dia punya," ucapnya.
Apalagi, menurut Rizal, investasi secara langsung pada 2021-2024 akan meningkatkan posisi tawar Indonesia agar mendapatkan alutsista dengan harga lebih terjangkau. "Karena investasi dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, dapat dipastikan semua alat yang dibelanjakan bisa bekerja sama atau compatible dengan satu lainnya," tandasnya.
Pada kesempatan terpisah, Anggota Komisi I DPR, Effendy Simbolon, memaklumi rencana Kemenhan menyusun rencana induk pertahanan pada saat ini. Pangkalnya, produsen cenderung menjual murah saat pagebluk selain Indonesia masih membutuhkannya.
"Pak Menhan menyatakan, produsen di Eropa sekarang, mereka jual murah di tengah pandemi dan kita butuh. Inilah poin-poin yang jadi dasar kenapa rencana induk pertahanan disusun dan dirancang. Itu yang jadi pembahasan," terangnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil