Pangi Sebut Demokrasi dalam Bahaya Jika Terjadi Penundaan Pemilu

Senin, 07 Maret 2022 – 15:50 WIB
Pangi Syarwi Chaniago. Foto: dokumen JPNN.Com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menyebut demokrasi Indonesia sedang dalam bahaya menyusul adanya wacana penundaan Pemilu 2024..

Usulan penundaan pemilu tersebut sebelumnya disampaikan Ketua Umum (Ketum) PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum PAN Zulkifli Hasan.

BACA JUGA: 5 Fakta Kisah Cinta Liana Brilliani dengan Ahmad Dahlan, Gadis Cirebon Ini Berbuat Nekat

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan surat keputusan tentang hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu Serentak Tahun 2024, yakni 14 Februari.

"Kita (bangsa, red) tidak boleh mundur kembali dari demokrasi," kata Pangi dalam pernyataannya pada Senin (7/3).

BACA JUGA: 12 Hari Diinvasi Rusia, Warga Ukraina Terus Berjuang, Luar Biasa

Dia menyebut demokrasi merupakan produk reformasi sehingga perlu diperjuangkan eksistensinya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan tidak ada rezim yang bisa bertahan tanpa legitimasi rakyat.

BACA JUGA: Mayoritas Pendukung PKB Tolak Penundaan Pemilu 2024, Golkar dan PAN Juga

"Kalau rakyat menolak penundaan pemilu dan menolak penambahan masa jabatan presiden, itu sebetulnya sama dengan vitamin untuk memperkuat daya tahan tubuh," ucap Pangi.

Menurut dia, menunda pemilu akan menghilangkan kualitas demokrasi negara karena rakyat yang seharusnya berkuasa di Indonesia, bukan kuasa oligarki.

"Negara tidak boleh tergelincir menjadi despotisme (sewenang-wenang)," ujar pria berdarah Minang itu.

Pangi mengatakan penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden merupakan bentuk regresi demokrasi.

Dia mengaku khawatir terhadap potensi kemunduran demokrasi dan kembalinya rezim otoriter.

"Asumsi itu semakin menempel pada pemerintahan saat ini, anasir Presiden Jokowi sedang bermain dengan konfigurasi aktor politik nondemokratis," tutur Pangi.

BACA JUGA: TNI-Polri Terima Informasi, Teroris KKB Pembantai 8 Karyawan PTT Siap-Siap Saja

Dia lantas membeber data surveo Voxpol Center Research and Consulting pada Juli 2021 yang menunjukkan penolakan masyarakat terhadap wacana tersebut.

Pangi menggambarkan bahwa sebanyak 73,7 persen responden mengaku tidak setuju dengan usulan penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.

34,4 persen di antaranya beralasan wacana itu mengakibatkan kemunduran demokrasi dan 28,2 persen lainnya menolak karena menilai regenerasi kepemimpinan negara akan mandek.

BACA JUGA: Kasus Perbudakan Seksual, AKBP M Ungkap Sendiri Fakta Ini, Ternya

Kemudian, 9,9 persen dari responden yang menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden mengaku menghindari KKN dan oligarki.

Sementara, ada 8,7 persen mengaku tidak mau mengkhianati demokrasi dan 4,6 persen lainnya menilai usulan tersebut bertujuan untuk menjebak presiden. (mcr9/fat/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler