jpnn.com - SAUMLAKI – Tokoh Pemuda Maluku, Hendrik Jauhari Oratmangun menyambut baik rencana pembangunan pangkalan logistik minyak dan gas bumi (Migas) di wilayah Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Pangkalan ini diperlukan untuk mendukung perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di laut Arafura, Maluku.
“Namun hal yang perlu diperhatikan adalah harus melibatkan pangkalan logistik migas di wilayah Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Itu penting karena dengan melibatkan perusahaan lokal ini diharapkan akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan membuka lapangan kerja di kabupaten ini,” kata Hendrik Jauhari Oratmangun, Senin (14/9).
BACA JUGA: YLKI Dorong Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Hingga 57 Persen
Rencananya, menurut Hendrik, pangkalan logistik ini dibangun di atas lahan seluas 30 ha berlokasi di Olilit Timur, Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku.
“Kami akan membangun pangkalan logistik dengan standar internasional. Kami juga berharap bukan saja Perusahaan Migas yang menggunakan jasa kami, tapi perusahaan trading pun dapat ikut memanfaatkan pelayanan ini,” kata Juru Bicara Perusahaan lokal, Anakletus Fenanlampir.
BACA JUGA: Kabar Gembira! Partalite Segera Hadir di Medan
Diketahui bahwa potensi hidrokarbon yang berada di cekungan laut Arafura ini sangat besar, dan merupakan cadangan gas masa depan Indonesia. Salah satu blok migas dimiliki perusahaan asal Jepang, Inpex Corporation yang mengembangkan lapangan gas Abadi, blok Masela, terletak sekitar 155 Km arah barat daya kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Selain itu terdapat blok Babar Selaru, blok Moa Selatan, Blok Arafura Sea, Blok West Aru I dan West aru II serta beberapa blok lainnya.
Namun, rencana pembangunan pangkalan logistik tersebut masih terkendala lahan. Ongen Rangkore, salah satu tokoh masyarakat Desa Olilit, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku menyampaikan protes kepada Kanwil Badan Pertahanan Nasional Provinsi Maluku karena dinilai pembangunan pangkalan logistik berada di atas tanah Desa Olilit yang merupakan desa adat.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Rupiah Sudah Rp 14.300
“Tanah kami ini adalah tanah ulayat, kok Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku yang mau mencabut Hak Tanah kami? Tanah ini milik nenek moyang kami desa Olilit, seharusnya Kepala Kanwil Pertanahan tidak sembarang mengeluarkan pernyataan seperti itu,” ujar Ongen Rangkore.
Hal itu disampaikan Ongen Rangkore sebagai tanggapan atas penyataan Kepala Kanwil BPN Propinsi Maluku yang dianggapnya mengancam masyarakat akan mencabut hak-hak dengan menggunakan UU Nomor 5 tahun 1960.
Menurut Ongen, dalam sosialisasi pembangunan pangkalan logistik itu, SKK Migas melalui Kanwil Pertahanan Maluku mengatasnamakan negara akan mengeksekusi tanah Ulayat Desa Olilit, Maluku Tenggara Barat (MTB).
“Kami atas nama negara akan melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai UU Nomor 2 tahun 2012,” kata Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Propinsi Maluku selaku pengarah acara pada Sosialisasi yang diadakan di Gedung Enos, Pendopo Bupati Maluku Tenggara Barat, Rabu (9/9/2015).
Seperti dilansir dalam keterangan pers, kegiatan sosialisasi ini merupakan kelanjutan dari Surat SKK Migas Pusat kepada Gubernur Maluku tanggal 29 Juli 2015, perihal Permohonan Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Logistic Supply Base (LSB) di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Propinsi Maluku. Surat tersebut ditandatangani Kepala Divisi Pertimbangaan Hukum dan Formalitas, M.Agus Imaduddin.
Isi surat itu adalah mengharapkan Gubernur Maluku untuk dapat menerbitkan Penetapan Lokasi sesuai peruntukan Pembangunan Logistic Supply Base/ Pangkalan Logistik.
Disebutkan, hadir pada kegiatan sosialisasi tersebut antara lain Panitia dari Pemerintah Propinsi Maluku, yakni Kanwil BPN, Biro Hukum, Biro Pemerintahan, ESDM, SKK Migas dan Inpex Ltd sebagai Pemohon Lahan.
Untuk diketahui bahwa untuk pertama kali dalam sejarah Logistik di Indonesia untuk Blok Migas Lepas Pantai (Offshore), SKK Migas mengadakan pembelian lahan untuk Pangkalan Logistik dengan menggunakan UU Penyediaan Lahan untuk kepentingan Umum, dengan alasan untuk infrastruktur minyak, gas dan panas bumi.
Biaya operasional Penyelenggaraan tanah yang menelan biaya milyaran rupiah ini menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/PMK.2/2013 diharapkan tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Masyarakat di Tanimbar.
Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Sonny Ratissa mengingatkan agar proses pengadaan taah ini tidak menimbulkan konflik di masyarakat MTB.
Menurut Sonny, definisi tanah dalam bahasa asli Tanimbar (Maluku Tenggara Barat) adalah Limdrity, yang berarti Anak Perempuan. Tanah itu sangat dihormati dalam tatanan adat Tanimbar.
“Sehingga saya ingatkan jangan sampai ada tindakan oknum pemerintah Propinsi Maluku, SKK Migas maupun Inpex Masela Ltd, yang mencoba menciptakan kondisi yang tidak kondusif dalam masyarakat Tanimbar dengan semena-mena menggertak masyarakat desa atas nama negara. Negara itu ada aturannya, ada Undang-undangnya,” tegas Sonny Ratissa.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inikah Cara Jitu Memperkuat Nilai Tukar Rupiah?
Redaktur : Tim Redaksi