jpnn.com, LOMBOK - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Tito Karnavian diberi gelar Raja Penjaga NKRI oleh para tokoh masyarakat Mataram.
Gelar itu diberikan saat Hadi dan Tito menggelar safari Ramadan di Korem 162/Riwa Bhakti, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (30/5).
BACA JUGA: Oknum Polisi Terpapar Ideologi Terorisme Itu sudah Diamankan
Kedatangan Panglima TNI dan Kapolri disambut para ulama beserta warga Mataram.
Warga tetap antusias meski rombongan Panglima TNI dan Kapolri datang terlambat.
BACA JUGA: TNI AL jadi Tulang Punggung Pertahanan Maritim Indonesia
"Kami mohon maaf atas keterlambatan ini. Jujur kami sangat senang bisa berada di tengah-tengah para ulama, tokoh masyarakat Lombok," ujar Hadi.
Dalam kesempatan itu, dia mengajak seluruh komponen masyarakat, khususnya di Lombok, menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
BACA JUGA: Perangi Terorisme, Panglima TNI Minta Elemen Bangsa Bersatu
Tanpa peran ulama dan komponen bangsa, sambung Hadi, TNI dan Polri sangat sulit menjaga bisa NKRI.
"Memang menjaga bangsa dan negara adalah tugas TNI dan Polri. Namun, tanpa dibantu seluruh komponen bangsa, sulit bisa menjaga negara sebesar ini," tambah pria berkumis tebal itu.
Hadi juga mengungkapkan keprihatinannya atas aksi teror di Mako Brimbob, Surabaya, Sidoarjo, dan Riau.
"Kita semua patut prihatin dengan aksi teroris itu. Beruntung TNI dan Polri dengan sigap memulihkan situasi," tegas Hadi.
Menurut Hadi, aksi teror seperti itu sebenarnya tidak perlu terjadi. Pasalnya, Indonesia dikenal sebagai negara yang majemuk dan ragam budaya.
"Dunia internasional sangat mengagumi keragaman bangsa ini. Janganlah dirusak dengan aksi-aksi teror seperti itu," tambah Hadi.
Oleh karena itu, Hadi mengajak seluruh komponen untuk menjaga negara ini dari upaya-upaya memecah belah bangsa Indonesia.
“Masyarakat tidak perlu risau karena kami akan berupaya sekuat tenaga untuk menjaga NKRI," imbuh Hadi.
Sementara itu, Kapolri Tito Karnavian mengatakan, Indonesia adalah bangsa besar yang didukung dengan sumber daya alam luar biasa.
"Lombok ini bisa dibilang memiliki potensi yang sangat besar setelah Bali. Banyak wisatawan asing yang ingin datang ke sini. Oleh karena itu, masyarakat Lombok juga harus dapat menciptakan rasa aman bagi setiap orang yang datang," kata Tito.
Untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi para pendatang, sambung Tito, masyarakat Lombok harus memiliki rasa toleransi yang tinggi.
"Nah, ini tugas para ulama untuk memberikan pencerahkan kepada masyarakat bagaimana menghargai dan menghormati keragaman ini," tutur mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Tito menambahkan, peran ulama untuk mereduksi terorisme sangat besar.
Tito berharap para ulama turut memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat terkait toleransi dalam setiap pengajian di majelis-majelis taklim.
"Aksi teror di Surabaya kemarin dilakukan oleh satu keluarga. Bagaimana bisa satu keluarga memilih mati dengan jalan meledakkan diri," kata Tito.
Menurut Tito, terorisme ibarat gunung es yang jika dipangka ujungnya akan tumbuh lagi.
"Nah, untuk menghancurkan gunung es, butuh peran ulama dan tokoh masyarakat," tambah Tito.
Secara terpisah, Sekjen Pengurus Besar Majelis Dzikir Hubbul Wathon (PB MDHW) Hery Haryanto Azumi juga mengakui peran besar ulama untuk menjaga NKRI.
Ditilik dari sejarah, kata Hery, sumbangsih ulama dalam mendirikan bangsa dan negara ini sangat besar.
"Jadi tidak salah jika umara dan ulama bersatu. Safari Ramadan seperti ini harus dijadikan budaya. Sebab, dengan umara dan ulama sering duduk bersama, maka persoalan bangsa akan cepat ditemukan jalan keluarnya,” kata Hery.
Dia juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk merealisasikan ajakan Panglima TNI
"Tradisi seperti ini harus terus dibangun. Benar kata Panglima, sulit menjaga NKRI jika tidak melibatkan seluruh komponen bangsa terutama ulama," kata Hery. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima TNI dan Ulama Sumut Bersinergi demi Kemajuan Bangsa
Redaktur : Tim Redaksi