Panitera PN Jakpus Hanya Divonis 5,5 Tahun Bui

Kamis, 08 Desember 2016 – 18:59 WIB
Ilustrasi. Foto IST

jpnn.com - JAKARTA -- Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edi Nasution divonis lima tahun enam bulan penjara, denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Majelis menyatakan, Edi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan alternatif kesatu pertama dan dakwaan kedua.

BACA JUGA: Gugat Ahok Rp 470 M, ACTA Klaim Mewakili Massa Aksi Bela Islam

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu lima tahun enam bulan penjara," ucap Ketua Majelis Hakim Sumpeno membacakan amar putusan Edi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/12).

Adapun hal yang memberatkan, perbuatan Edi tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

BACA JUGA: Kemenhub Beri Rating Perusahaan Otobus, Hasilnya?

Perbuatan Edi juga dinilai telah merusak kehormatan lembaga peradilan. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa sopan dan mengakui perbuatan, belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga dan sudah lama mengabdi sebagai PNS.

Vonis itu lebih ringan dari JPU KPK yang menuntut delapan tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan.  

BACA JUGA: Gerindra Ingin Polisi Beber Bukti Rencana Makar Bu Rachma

Edi tidak mengajukan banding atas vonis majelis. "Saya menerima putusan," tegas Edi menjawab pertanyaan hakim.  

Sedangkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Dzakiyul Fikri menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari atas vonis majelis tersebut.

Majelis menyatakan Edi tidak terbukti menerima Rp 1,5 miliar terkait eksekusi lahan PT Jakarta Baru Cosmopolitan berdasarkan putusan Raad Van Justitie Nomor 232/1937 tanggal 12 Juli 1940 atas tanah yang berlokasi di Tangerang. Majelis menyatakan jaksa tidak bisa membuktikan penerimaan dan pemberian Rp 1,5 miliar itu.

Namun, Edi terbukti bersalah menerima suap  membantu mengurus perkara hukum yang melibatkan perusahaan dibawah Lippo Group.

Majelis menyatakan Edi menerima suap Rp 50 juta ditambah USD 50 ribu. Suap diberikan terkait pengurusan pengajuan peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).

Padahal, pengajuan PK itu sudah melewati batas waktu yang ditetapkan aturan perundang-undangan.  Suap diterima Edi melalui Doddy Aryanto, pegawai Lippo Group atas persetujuan dari Presiden Komisaris Lippp Group Eddy Sindoro.

Selain itu, majelis juga menyatakan Edi terbukti menerima Rp 100 juta terkait  penundaan aanmaning perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco). "Selain diakui terdakwa, walau BAP dicabut, tapi pencabutan itu tidak beralasan. Penyerahan uang ada dan bisa dibuktikan," kata Hakim Anggota Sigit di persidangan.

Selain suap, Edi juga dinyatakan majelis terbukti menerima gratifikasi  USD 70 ribu, Rp 10.350.000 dan SGD 9852 terkait pengurusan perkara lain di PN Jakpus.  

Menurut majelis, sejak menerima uang tersebut terdakwa tidak pernah melaporkan kepada KPK.  

"Majelis berpendapat uang Rp 10.350.000, USD 20 ribu dan SGD 9852 sebagai gratifikasi yang harus dianggap siap," kata majelis. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penting! Saatnya Indonesia Menggelorakan Moralitas Bangsa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler