Panji Hadisoemarto, Kandidat Doktor Ilmu Virus di Harvard University

Awalnya Nekad, lalu Berbuah Beasiswa Lima Tahun

Kamis, 24 November 2011 – 07:57 WIB

Di usia yang masih muda, Panji Hadisoemarto bakal meraih gelar doktor dari Harvard UniversityDi salah satu kampus terbaik dunia itu, Panji mendalami ilmu virus

BACA JUGA: Para Siswa SMKN 29 Penerbangan Jakarta yang Pintar Merakit Pesawat

Wartawan Jawa Pos Ridlwan Habib menemui dia di sela kunjungan ke Boston, Amerika Serikat

 
==========================
 
PERAWAKAN pria itu agak kecil

BACA JUGA: Tri Handono, Diplomat Gamelan di Pittsburgh, Amerika Serikat

Senyumnya lebar hingga giginya yang rapi terlihat
Sesekali dia menyibakkan rambut depannya yang menghalangi kacamata minusnya

BACA JUGA: Syarifudin S. Pane, Si Pengungkap Praktik Curang di Rutan Salemba

"Terus terang Mas, idola saya Pak Dahlan Iskan," katanya setelah Jawa Pos memperkenalkan diri
 
Pria itu adalah Panji Hadisoemarto ketika ditemui di kampus Harvard UniversitySalah satu kampus terbaik di dunia tersebut siang itu cukup ramaiBeberapa mahasiswa tampak berkelompk di sudut-sudut kampus yang dipenuhi guguran daun pohon maple yang menguning
 
Tak lama lagi Panji akan lulus sebagai doktor di bidang public health di Harvard School of Public HealthJawa Pos menemui dia di sela-sela kunjungan Outstanding Students for The World Kementerian Luar Negeri 2011 di Boston, Amerika Serikat (11/11)
 
Panji adalah dokter lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung"Saya pernah bekerja di Namru tahun 2004 sampai 2005," katanya

Namru adalah proyek Amerika Serikat yang bekerja sama dengan Kementerian KesehatanProyek itu sekarang dihentikan karena banyak kritik di dalam negeriTermasuk dugaan bahwa Namru digunakan sebagai kedok CIA untuk beroperasi di Indonesia
 
"Waktu itu saya yang pertama mengambil sampel virus flu burung yang menyerang manusia untuk NamruDeg-degan juga," ujarnya

Pemain gitar klasik itu keluar dari Namru karena ditawari posisi mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran"Seingat saya, sulit sekali mau bergerak untuk meneliti dengan membawa label AmerikaSetiap saya mengambil sampel untuk penelitian atau survei, rasanya ada saja pandangan mata yang membakar saya, seolah-olah saya ini seorang penjahat," tutur Panji
 
Padahal, menurut dia, sebenarnya ada banyak hal yang bisa diambil dari proyek Namru"Dari sisi ilmiah, sangat menguntungkan penelitian di IndonesiaTapi, bagaimana lagi, penelitian tak bisa dipisahkan dari politik," kata pria 35 tahun itu.
 
Panji lantas melanjutkan pendidikannya dengan mengambil master di Institute of Public Health, Georgia State University, AtlantaLulus dari sana dia melamar masuk program doktor ke Harvard"Waktu itu saya bingung juga bagaimana kalau diterimaSoalnya belum ada beasiswaTernyata, kuncinya, lamar dulu, uang akan mengikuti," ceritanya
 
Hari-hari di Harvard kebanyakan diisi dengan belajar, baik itu berada di kelas maupun di luar kelas, mengerjakan tugas, membaca artikel, atau berdiskusi kelompok"Beban studi di sini memang sangat beratDi sini setiap semester mahasiswa mengambil rata-rata 15?20 SKS (4?6 kelas)Setiap kelas biasanya bertemu dua kali dalam seminggu, beberapa dengan tambahan satu sesi laboratorium," kata Panji menceritakan hari-harinya di Harvard
 
Setiap minggu hampir ada tugas tertulis dan tugas baca untuk setiap pertemuan"Tapi, karena saya berpikir suatu saat pasti akan bermanfaat untuk tanah air, saya jalani saja," imbuhnya
 
Menurut Panji, Harvard menerima banyak mahasiswa internasionalTahun lalu sekitar 35 persen dari seribuan mahasiswa baru yang diterima adalah mahasiswa internasional, kebanyakan dari Kanada, India, dan Tiongkok"Tahun ini kita punya empat mahasiswa Indonesia di Harvard School of Public Health."
 
Panji mengaku beruntung bisa kuliah di Harvard"Saya memang sangat ingin berkuliah di luar negeriSejak SMA saya mulai melamar-lamar ke berbagai program beasiswaSebelum lulus SMA saya melamar ke program MonbushoDi akhir program S-1 saya melamar ke Chevening dan di akhir program koasistensi saya melamar ke Ausaid," kenangnya
 
Semua berujung tanpa kabar alias ditolak mentah-mentahPanji mengaku bukan mahasiswa yang sangat cerdasBahkan, dia sempat gagal di UMPTN"Tapi, kuncinya tidak boleh menyerah," katanya. 
 
Pada 2006, Panji diterima untuk mengambil gelar master of public health di Georgia State University, AtlantaDi akhir masa studi master pada 2009, atas dorongan dari koleganya di Unpad, Panji melamar ke beberapa program doktor dan diterima di Harvard School of Public Health

"Pihak kampus mengatakan, kalau tidak ada bantuan finansial yang bisa diberikan kepada saya, apakah saya tetap akan memutuskan untuk masuk ke Harvard" Tentu saja, saya bingung setengah hidup karena tidak mungkin saya bisa menyediakan hampir USD 60.000 per tahun," tuturnya
  
Tapi, Panji nekat sajaTernyata, pada tahun kedua, Harvard memberikan beasiswa penuh untuk lima tahun kuliahTermasuk asuransi dan uang saku bulanan"Mungkin mereka sengaja menakut-nakuti di awal untuk menyaring motivasi mahasiswa," katanya
 
Alumnus SMA 3 Bandung itu optimistis bahwa banyak ilmuwan Indonesia yang akan melanglang duniaTermasuk di Amerika Serikat"Pilihan apakah alumni luar negeri mau pulang atau bekerja di negara lain itu sangat variatifAda yang berpendapat bisa saja membangun bangsa dari luarTak harus pulang," katanya
 
Apakah Panji ingin pulang untuk menularkan ilmu di tanah air? Ditanya seperti itu, Panji menjawab tegas"Saya pasti pulang, insya Allah," katanya

Saat ini dia tercatat sebagai salah seorang staf pengajar di Fakultas Kedokteran Unpad, Bandung"Prinsip saya, ambil ilmu di negara orang sebanyak mungkin, baktikan untuk Indonesia," katanya(c4/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bisa Tidur Nyenyak, Kembali Mengajar di Kampus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler