Pansus DPD RI Ungkap Empat Persoalan Pokok di Tanah Papua

Senin, 27 Juli 2020 – 02:53 WIB
Ketua Pansus Papua DPD RI, Dr. Filep Wamafma. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pansus Papua DPD RI, Dr. Filep Wamafma menyampaikan pelaksanaan Tugas Panitia Khusus Papaua DPD RI pada Masa Sidang IV Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/7).

Filep saat membacakan laporan Pansus Papua DPD RI, menyebutkan ada empat persoalan pokok di Tanah Papua. Yaitu Perbedaan pemahaman dan pandangan tentang sejarah Papua, Persoalan HAM.

BACA JUGA: Filep Wamafma: Beri Kewenangan untuk Pemprov dan Rakyat Papua Mengatur Daerah Sendiri

“Penyelesaian persoalan HAM tidak kunjung selesai,” tegas Filep.

Filep juga menyampaikan dua persoalannya yakni Pembangunan yang belum sepenuhnya terealisasi dan persoalan marginalisasi.

BACA JUGA: Sidang Paripurna DPD RI Sahkan Beberapa Keputusan Termasuk RUU Pilkada

“Marginalisasi-Diskriminasi melahirkan pertanyaan eksistensial; siapakah orang Papua di mata Indonesia? Tidak bisakah orang Papua menjadi Tuan di Negerinya sendiri?,” kata Fiep.

Untuk diketahui, Panpus Papua DPD RI dalam laporannya juga menyampaikan rekomendasi kepada sejumlah instansi atau lembaga lainya.

BACA JUGA: Paskalis Pieter Desak Jokowi Segera Tuntaskan Kasus 27 Juli

Adapun Laporan akhir Pansus Papua DPD RI adalah sebagai berikut:

 

LAPORAN AKHIR

PELAKSANAAN TUGAS PANITIA KHUSUS PAPUA DPD RI

MASA SIDANG IV TAHUN SIDANG 2019-2020

PADA SIDANG PARIPURNA KE-11 DPD RI

Rabu, 22 Juli 2020

------------

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Salam sejahtera untuk kita semua,

Om swastiastu,

Salam Kebajikan,

Namo Budaya,

 

Pimpinan DPD RI dan rekan-rekan Anggota DPD RI yang terhormat,

hadirin serta undangan yang berbahagia, dan

Seluruh rakyat Indonesia yang kami cintai.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan karunia-Nya kita dapat hadir secara virtual dalam forum yang mulia, Sidang Paripurna DPD RI.

Dalam kesempatan ini, Panitia Khusus (Pansus) Papua DPD RI akan menyampaikan Laporan  Akhir Pansus sebagai bagian dari tanggungjawab  pelaksanaan tugasyang telah diamanahkan kepada kami untuk menggali permasalahan-permasalahan yang senantiasa melingkupi Tanah Papua sampai dengan saat ini. Pansus Papua dalam kerja-kerja konstitusionalnya mengusung tema besar: “Berupaya Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan di Tanah Papua’’.

Pimpinan dan Anggota DPD RI yang terhormat,

Sekedar mengingatkan kembali bahwa Pansus Papua DPD RI melaksanakan kerja-kerja konstitusional ini berdasarkan  amanat Sidang Paripurna Luar Biasa, 4 November 2019 yang lalu dengan masa kerja selama 6 (enam) bulan, mulai 4 November 2019 sampai dengan 4 Mei 2020 dan kemudian dikarenakan pandemi covid-19, Pansus kembali mendapatkan perpanjangan masa kerja selama 3 (tiga) bulan.

Model pendekatan yang dibangun Pansus untuk memperoleh informasi sekomprehensif mungkin melalui: turun langsung ke Papua; mendengarkan pendapat dari para pakar/ahli; melaksanakan FGD; mendengarkan aspirasi dari kelompok-kelompok yang pro NKRI, yang moderat, dan yang kontra NKRI; berdialog dengan NGO yang concern terhadap masalah Papua dan mekanisme rapat-rapat, baik dari Kementerian/Lembaga (K/L) maupun jajaran Pemerintahan Daerah (Gubernur, DPR Papua/Papua Baratdan Majelis Rakyat Papua/Papua Barat).

Pimpinan dan Anggota DPD RI yang terhormat,

Setelah melakukan serangkaian tugas-tugas sebagaimana telah kami laporkan dalam beberapa kesempatan sebelumnya, dapat kami sampaikan Pandangan Pansus terhadap permasalahan di Tanah Papua dan Rekomendasi Pansus Papua sebagai upaya konstruktif untuk mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan di Tanah Papua yang bisa dirangkum pada uraian sebagai berikut;

Ada Empat persoalan pokok di Tanah Papua

1)    Perbedaan pemahaman dan pandangan tentang sejarah Papua; perbedaan pemahanan dan pandangan sejarah Papua melahirkan sikap skeptis atau curiga tentang apakah ada “permainan politik” Indonesia di masa lalu? Pelurusan sejarah ini membutuhkan kejujuran semua pihak, dengan tujuan bersama yaitu mewariskan sejarah yang benar kepada anak cucu Orang Papua.

2)    Persoalan HAM; penyelesaian persoalan HAM tidak kunjung selesai dan apakah pendekatan militer mampu menyelesaikan persoalan HAM? Sejarah akan mencatat bahwa penyelesaian pelanggaran HAM di Papua seperti berjalan di tempat. Bahkan survei LIPI (2017) pun menunjukkan bahwa pelanggaran HAM di Papua merupakan PERSOALAN TERBESAR. Ironisnya, hal itu berbanding terbalik dengan JANJI PRESIDEN untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM di Papua.

3)    Pembangunan yang belum sepenuhnya terealisasi; mengapa pembangunan Pendidikan Papua belum mampu meningkatkan IPM Papua/Papua Barat yang masih rendah? Pembangunan kesehatan masih belum memperluas akses kesehatan, akes kesehatan masih sulit bagi orang papua. dan

4)    Marginalisasi; marginalisasi-Diskriminasi melahirkan pertanyaan eksistensial; Siapakah orang Papua di mata Indonesia? Tidak bisakah orang papua menjadi Tuan di Negerinya sendiri?

Pansus berpandangan bahwa berbagai upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah mulai dari masa Orde Baru sampai sekarang belum mampu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Pansus berpandangan perlunya pendekatan dialogis yang mengedepankan Kesetaraan, Kebersamaan, Keterbukaan, dan Kejujuran sebagai Sesama Anak Bangsa. Pendekatan dialogis ini harus dipikirkan secara serius terutama, menyangkut format dialog, konten/isi dialog, para peserta dialog, yang mau tidak mau harus melibatkan semua pihak, baik dari unsur pemerintah, maupun dari unsur kelompok yang dipandang separatis, bahkan jika dimungkinkan, dihadirkan pula pihak-pihak lain yang memandang persoalan di Papua sebagai persoalan internasional. Mengapa demikian? Pimpinan dan Anggota DPD RI yang terhormat, di luar sana, kita semua paham bahwa berita tentang Papua khususnya tentang ketidakadilan, pelanggaran HAM, diskriminasi, dicatat oleh berbagai lembaga independen, atau bahkan oleh negara-negara tertentu. Apakah semua hal itu turut diperhatikan oleh Pemerintah?

Sejatinya, Pemerintah tidak boleh mengabaikan hal-hal semacam itu bila memiliki niat dan komitmen untuk menciptakan kemajuan dan keadilan di tanah Papua. Pansus Papua DPD RI merekomendasikan agar Pemerintah dalam menyusun konsep dialog perlu memperhatikan konsep dialog dengan semua pihak termasuk yang bersebrangan dengan NKRI seperti ULWMP, TPN/OPM dan Pemerintah juga dapat mengadopsi Perjanjian Helsinki untuk Aceh  dalam menyelesaikan persoalan di tanah Papua. Adopsi ini merupakan pelajaran berharga bagi Aceh. Oleh karena itu, tidak ada salahnya bila pola yang sama diterapkan bagi Papua. Papua membutuhkan cara-cara luar biasa, karena kulminasi kebencian dan anti-trust terhadap pemerintah sudah berakar ke generasi muda.

Pimpinan dan Anggota DPD RI yang terhormat,

Berdasarkan pandangan-pandangan atas kondisi dan permasalahan yang terjadi di Tanah Papua, Pansus menghasilkan rekomendasi sebagai solusi alternatif bagi penyelesaian berbagai permasalahan yang ada di Tanah Papua. Ada beberapa rekomendasi besar dari Pansus, namun satu hal yang harus diingat ialah bahwa Papua membutuhkan keputusan Pemerintah terkait KEPASTIAN PENYELESAIAN PERSOALAN DI PAPUA. HARUS ADA TARGET YANG JELAS DARI PEMERINTAH DALAM SEGALA ASPEK KEHIDUPAN ORANG PAPUA. KEPASTIAN ITU MENJADI PEGANGAN BAGI SEMUA PIHAK, BAHWASANYA ADA NIAT YANG TULUS TANPA EMBEL-EMBEL POLITIK DARI PEMERINTAH UNTUK MEMBANGUN PAPUA.

Pemenuhan HAM dan Penyelesaian Permasalahan Hak Asasi Manusia

Kepada Pemerintah

Pemerintah wajib Melakukan upaya nyata untuk menyelesaikan berbagai permasalahan Hak Asasi Manusia, baik dugaan pelanggaran HAM masa lalu dan juga berbagai kasus aktual menyangkut Papua seperti persekusi rasial yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Upaya nyata itu terkait PENEGAKAN HUKUM SEADIL-ADILNYA. .

Meminta Kejaksaan Agung RI untuk membentuk Tim Kerja bersama dengan Komnas HAM RI dalam rangka menyelesaikan masalah hukum dan HAM. Pansus meminta Kejaksaan Agung RI untuk memperhatikan berbagai penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM dan menindaklanjutinya secara profesional.

Pemerintah sagera membentuk peraturan dalam rangka PENGUATAN POSISI KOMNAS HAM dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.

Mendorong terbentuknya kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang digagas Pemerintah sebagai upaya penyelesaian permasalahan HAM di masa lalu sebagaimana amanat Pasal 45 UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Pemerintah untuk Pembentukan KOMNAS HAM wilayah Provinsi Papua Barat

Pemerintah Segera membentuk Peradilan HAM yang berkedudukan di Tanah Papua

Pemerintah Wajib mengundang KOMISI HAM Internasional untuk turut berperan dalam menyelesaikan persoalan HAM di tanah Papua.

Pemerintah sagera mengambil keputusan untuk menghentikan  Pendekatan Keamanan dan Oprasi militer di tanah Papua dan menarik Pasukan atau pasukan organik agar tidak ada korban sipil yang berjatuhan dan mengubah dengan pendekatan “Cinta Papua”. Dalam sejarah berbagai bangsa, pendekatan militer selalu menghancurkan, menciptakan situasi mencekam, otoriter, dan membuat Orang Papua merasa terusir dari wilayahnya sendiri.

Pemerintah perlu membuka ruang demokrasi bagi mahasiswa Papua dalam menyampaikan pendapat di muka umum sehingga tidak selalu mendapat stigmatisasi "separatis” atau makar bagi para pejuang demokrasi dan keadilan. Stigmatisasi ini justru lebih kejam dan menimbulkan luka sejarah. Pada titik tertentu, luka sejarah yang terkait dengan martabat dan peradaban manusia itu TIDAK DAPAT DIMAAFKAN.

Pemerintah wajib memberikan tindakan hukum yang seberat-beratnya bagi siapapun, baik perorangan maupun lembaga yang melakukan  sikap rasisme tergadap Orang Papua. Rasisme adalah masalah universal. Sungguh memalukan bila semua kovenan internasional tentang diskriminasi etnis dan rasial sudah diratifikasi Indonesia, namun justru terjadi pembiaran dan/atau pengabaian terhadap perbuatan rasis dan diskriminatif terhadap Orang Papua.

Pemerintah wajib Memberikan perlindungan dan jaminan terhadap Pekerja HAM di tanah Papua dan membuka akses terhadap hadap Media Internasional. Pembukaan saluran bagi media internasional merupakan wujud dari pelaksanaan demokrasi itu sendiri. Bukankah tidak ada yang ingin ditutupi tentang Papua oleh Pemerintah?

Kepada Komnas HAM RI

a.     Segera Melakukan upaya maksimal menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM, baik dugaan pelanggaran HAM masa lalu maupun berbagai kasus aktual yang terjadi (persekusi rasial, Wasior, Wamena, Paniai, dan kasus-kasus kekerasan lainnya). Upaya massimal itu dimulai dari membuat roadmap penyelesaian kasus HAM di Papua.

b.     Segera Memastikan perlindungan dan pemenuhan Hak Sipil dan Politik serta kebijakan Afirmasi dalam bidang Ekosob bagi OAP.

c.     Segera Memberikan perhatian serius pada penanganan isu-isu krusial di Papua, khususnya penegakan hukum dan perlindungan HAM.

d.     Segera Menguatkan koordinasi dengan lembaga penegakan hukum, khususnya Kejaksaan Agung RI, untuk penyelesaian masalah hukum dan perlindungan HAM di Papua.

2.      Pembangunan di Tanah Papua

a.     Pemerintah wajib memperhatikan konsep tipologi Pembangunan di Papua yaitu dengan menjadikan  Masyarakat Adat (Dewan Adat Papua, Agama, Pemerintah Daerah sebagai subject utama Perencanaan Pembangunan di Tanah Papua. Berbasis wilayah adat, karena secara psikologis, Orang Papua LEBIH PERCAYA PADA Dewan Adat, Agama dan Pemerintah Daerah sehingga Pemerintah perlu menjadikan Lembaga Adat, Gereja dan Pemda sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan.

b.     Pemerintah Wajib melibatan masyarakat adat Papua terutama dalam hal pengelolaan Sumber Daya Alam. Kita semua tahu betapa kayanya Papua, namun kekayaan itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan Orang Papua. Masyarakat adat justru menjadi terasing oleh kiprah pembangunan, dan malah menjadi penonton pengelolaan SDA-nya sendiri. Hal ini tidak bisa dibiarkan! Pelibatan masyarakat adat sebagai bagian dari kekhususan Papua, menjadi bagian integral dari pembangunan di Papua.

c.     Pemerintah bersama PT Freeport Indonesia diharapkan untuk segera menyelesaikan Persoalan PHK Karyawan PT Freeport serta menyelesaikan persoalan Ganti rugi Hak Ulayat Masyarakat Adat 

d.     Pemerintah dan dan BP LNG Tangguh Segera menyelesaikan persoalan ganti rugi Hak ulayat Masyarakat adat bagi 7 Suku di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat.

e.     Pemerintah Wajib Menyusun strategi pembangunan inklusif (ekonomi, sosial, layanan publik, keamanan, HAM, dan keadilan).

f.      Pemerintah wajib Mendorong pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan, dengan memberikan penguatan kepada:

·    Pendidikan: Klasifikasi pendidikan bagi OAP; klasterisasi  berdasarkan kota, desa, dan komunitas adat terpencil; dan pendidikan vokasi yang berbasis potensi ekonomi daerah.

·    Kesehatan:Implementasi regulasi penanganan penyakit; dan adanya standar mutu kesehatan khusus bagi Papua.

g.     Pemerintah Perlu  Konsolidasi dan koordinasi kebijakan strategis dan manajemen pembangunan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.

h.     Pemerintah perlu mengembangkan sektor prioritas pembangunan berbasis spasial (daerah tertinggal/terpencil), terutama pembangunan berbasis wilayah adat.

i.      Pemerintah Afirmasi terhadap pengusaha Asli Papua lokal agar Pengusaha Papua mampu berdikari (Berdiri di atas Kakinya sendiri)

j.      Pemerintah perlu Mengaktifkan kembali Bandara Internasional di Biak Provinsi Papua untuk penerbangan Internasional serta membuka akses Papua Pasifik sebagai pintu masuk Ekonomi di kawasan Pasifik

3.      Peningkatan Peran OAP

a.     Pemerintah harus melakukan REKOGNISI, yaitu sebuah pengakuan bahwa Orang Papua bisa menjadi tuan di negerinya sendiri. INILAH KEKHUSUSAN ITU, agar HASIL PEMBANGUNAN SUNGGUH DINIKMATI OLEH ORANG PAPUA.

b.     Pemerintah perlu membentuk Partai Politik Lokal di Tanah Papua sebagaimana amanat UU Otsus. Peran partai lokal ini sangat signifikan dalam membangun kepercayaan Orang Papua terhadap pemerintah.

c.     Pemerintah perlu memberikan Penguatan peran dan wewenang MRP dalam legislasi, bukan sekadar menjadi lembaga budaya.

d.     Pemerintah perlu menitikberatkan peran OAP dalam aspek pembangunan dan tata kelola pemerintahan. Terkait hal ini, percepatan implementasinya dilakukan melalui PENGANGKATAN HONORER dan PENERIMAAN PEGAWAI diutamakan KHUSUS Orang Asli Papua.

e.     Mendorong desain dialog yang humanis, baik berupa format maupun isi dialog terkait eksistensi pembangunan di Papua dan hak-hak OAP yang terlupakan

f.      Rekrutmen politik di Papua dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah maupun legislatif harus didorong agar dilaksanakan aspek KEKHUSUSAN dalam otonomi khusus yaitu mengedepankan Orang Asli Papua.

g.     Afirmasi positif yang harus diperhatikan ialah bahwa dengan prinsip Orang Papua menjadi tuan di negerinya sendiri, maka diminta agar semua pimpinan lembaga penegak hukum: Kapolres, Kapolda, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan juga semua pimpinan instansi pertahanan dan keamanan: Pangdam dan pimpinan satuan teritorial TNI baik Angkatan Laut maupun Angkata Udara di Papua, HARUS Orang Asli Papua.

4.      Rekontruksi Otsus melalui Revisi UU 21/2001

a.     Mendorong DPD RI untuk menginisiasi revisi terbatas terkait dengan Pengelolaan Dana Otsus yang diatur dalam Undang-Undang nomor 21 Tahun 2001 dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2001 dilakukan secara paralel setelah revisi terbatas dilakukan. Rekonstruksi Otsus melibatkan masyarakat adat, Majelis Rakyat Papua, dan DPD RI. Rekonstruksi harus dua arah, tidak hanya melibatkan Pemerintah, melainkan juga melibatkan masyarakat adat, Majelis Rakyat Papua, dan DPD RI. Posisi DPD RI harus menjadi motor dan inisiator bagi rekonstruksi Undang-Undang Otonomi Khusus. Peran Pemerintah Pusat adalah fasilitator saja.

b.     Meminta K/L mengevaluasi Dana Otsus mulai dari desain tata kelola, pelaksanaan good governance, penyaluran, hingga dampak dan manfaatnya.

c.     Meminta Kemenkeu RI untuk membuat skema pendanaan Dana Otsus menggunakan skema Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi secara penuh disertai dengan asistensi dan pengawasan.

d.     Meminta Pemerintah meningkatkan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan jajaran Pemerintahan Daerah agar pengelolaan Dana Otsus lebih efektif dan optimal.

e.     memantapkan penataan daerah sesuai wilayah adat dengan mengupdate design dasar penataan daerah Papua dan memastikan kebijakan teknokratik dan kebijakan politik serta konsultasi publik OAP.

f.      Rekonstruksi UU Otsus harus memberikan KEWENANGAN YANG LEBIH LUAS KEPADA PEMERINTAH DAERAH UNTUK MENGURUS RUMAH TANGGANYA SENDIRI. Kewenangan yang lebih luas ini selain ditetapkan dalam rekonstruksi UU Otsus, juga diturunkan dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksananya. Pemberian kewenangan yang lebih luas ini menjadi sangat urgen karena muatan politis dan hukum yang mengikutinya akan sangat besar. Diskresi politik dan hukum, regulasi yang bersifat khusus, dapat dengan mudah diciptakan demi AFIRMASI bagi pembangunan di Papua.

Pimpinan dan Anggota DPD RI yang terhormat,

Sebelum saya mengakhiri laporan PANSUS PAPUA DPD RI, Mohon agar pimpinan DPD RI untuk memfasilitasi dan mengawal Penyerahan Hasil Kerja Pansus Papua Kepada Presiden Republik Indonesia sehingga hasil kerja pansus Papua tidak berakhir dalam ruang Paripurna tetapi dikawal hingga ada hasil yang nyata. Demikian Pandangan dan Rekomendasi Pansus Papua ini kami sampaikan sebagai bagian dari Laporan Akhir Kerja Pansus Papua DPD RI. Dalam kesempatan sidang Paripurna yang mulia ini, Pansus Papua meminta agar Pandangan dan Rekomendasi tersebut dapat disikapi dan ditindaklanjuti secara kelembagaan. Kami menyadari bahwa apa yang telah kami kerjakan dan kami hasilkan masih jauh dari kesempurnaan.

Namun kami berharap langkah kecil yang telah kami lakukan dalam melaksanakan amanat rakyat daerah dan konstitusi ini bermanfaat untuk kemajuan daerah dan bangsa Indonesiakhususnya dalam mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan di Tanah Papua serta menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas perhatian dan dukungan Pimpinan dan seluruh anggota DPD RI, kami ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan senantiasa memberkati Bangsa Kita, Bangsa Indonesia.

Salam sejahtera bagi kita semua,

Om santi, santi, santi om

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 22 Juli 2020

Pimpinan Pansus Papua DPD RI

Ketua

 

Dr. Filep Wamafma, S.H, M.Hum

 

Wakil Ketua I

 Dr. Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si

 

Wakil Ketua II

Lily Amelia Salurapa, S.E, M.M
Wakil Ketua III

 

Otopianus P. Tebai
ANGGOTA PANITIA KHUSUS PAPUA  DPD RI

1. Herlina Murib  (Papua)
2. Dra. Ir. Hj. Eni Sumarni, M.Kes (Jawa Barat)
3. H. Abdi Sumaithi (Banten)
4. H. Fachrul Razi, M.IP (Aceh)
5. Ir. H. Djafar Alkatiri, MM., M.Pdi (Sulawesi Utara)
6. Yorrys Raweyai (Papua)
7. Mamberob Yosephus Rumakiek, S.Sos., M.MSIP (Papua Barat)
8.H. Muhammad Gazal, Lc (Riau)
9.Yance Samonsabra, SH (Papua Barat)
10. M. Sanusi Rahaningmas, S.Sos., M.MSIP (Papua Barat)
11. Pdt.Ruben Uamang, S.STh., M.A (Papua)
 

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler