Para Ahli Waris Korban Pembantaian Rawagede setelah Belanda Meminta Maaf dan Berikan Kompensasi

Sungkan Numpang Terus, Ingin Beli Rumah Sendiri

Sabtu, 10 Desember 2011 – 10:31 WIB
Duta Besar Belanda Tjreed de Zwaan, Bupati Karawang Drs Ade Swara, serta pengacara korban Rawagede, Liesbeth Zegveld menyalami para janda korban pembataian Rawagede, Karawang, Jumat (9/12). Foto: Engkus Kusnadi/ Pasundan Ekspres/JPNN

Pemerintah Belanda akhirnya meminta maaf secara langsung kepada warga Rawagede, Karawang, JabarDi depan warga yang sedang memperingati 64 tahun pembantaian masal tersebut, kemarin Dubes Belanda untuk Indonesia Tjeerd De Zwaan juga menyerahkan kompensasi EUR 180 ribu kepada ahli waris korban

BACA JUGA: Istri Kabur Telantarkan Anak, Suami Bikin Sayembara Berhadiah

Bagaimana tanggapan mereka?
 
Engkus Kusnadi, Karawang
 
RATUSAN warga Rawagede, Desa Balongsari, Kecamatan Rawamerta, Karawang, kemarin berkumpul di halaman Monumen Rawagede
Bukan hanya orang dewasa, tampak pula anak-anak dan orang tua

BACA JUGA: Kisah Suami yang Positif HIV/AIDS, tapi Isteri dan Ketiga Anaknya Negatif

Di antara mereka juga terdapat beberapa janda korban kekejaman tentara Belanda tersebut.
 
Ya, kemarin (9/12) mereka memperingati 64 tahun pembantaian masal oleh tentara Belanda terhadap 431 pria Rawagede
Di hadapan warga, Dubes Belanda untuk Indonesia Tjeerd De Zwaan secara terbuka menyampaikan sikap pemerintahnya

BACA JUGA: Zaneta Naomi, Penyanyi Belia yang Namanya Meroket berkat David Foster

"Saya atas nama pemerintah Belanda memohon maaf atas tragedi yang terjadi pada 9 Desember 1947 di Rawagede," katanya
 
Permintaan maaf tersebut dilakukan guna mematuhi putusan Pengadilan Sipil Den Haag pada 21 September 2011Pengadilan tersebut mewajibkan pemerintah Belanda meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada sembilan korban Rawagede, delapan janda, dan seorang korban luka tembak (mereka yang mengajukan gugatan)
 
De Zwaan mengaku hadir di Rawagede tidak hanya mewakili Kerajaan Belanda, tapi juga didukung parlemen Belanda serta masyarakat negeri tersebutMenurut dia, 9 Desember 1947 merupakan hari paling menyedihkan bagi warga Rawagede"Suatu hari yang sangat menyedihkan bagi Anda semua dan sebuah contoh yang mencolok tentang bagaimana hubungan Indonesia dan Belanda pada waktu itu berjalan di arah yang keliru," ungkapnya
 
Lantas, bagaimana sikap keluarga korban atas permintaan maaf tersebut" Cawi, 90, salah seorang janda korban, mengaku bisa memaafkan kekejaman tentara Belanda tersebut"Biar yang dulu mah, yang penting mah sekarang," katanya pelan
 
Dia juga menyatakan senang atas diberikannya kompensasi uang"Ibu berencana menggunakan uang itu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," ujarnya
 
Laksmi, 90, yang juga kehilangan keluarga dalam peristiwa tersebut bersikap sama dengan CawiDia berharap uang kompensasi tersebut bisa digunakan untuk membeli rumahSebab, selama ini, dirinya terus menumpang di rumah sanak saudara

"Saya sudah tua, tapi belum punya tempat tinggal tetapRencananya uang itu saya belikan rumah dan sisanya untuk hidup sehari-hari," ungkap Laksmi yang saat pembantaian terjadi sedang mengandung tujuh bulan.
 
Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947 dini hariKetika itu, tentara Belanda memburu Kapten Lukas Kustario, komandan kompi Siliwangi, yang berkali-kali berhasil menyerang patroli dan pos-pos militer Belanda

Karena tak menemukan yang dicari, tentara Belanda melakukan penggeledahan dan pembersihanSeluruh pria dewasa di kampung tersebut dieksekusi hingga tanpa sisa.
 
Para perempuan dan anak-anak yang takut mengurung diri di dalam rumahMereka baru berani keluar rumah ketika tentara Belanda telah pergi
 
Keesokannya, ketika keluar rumah, para perempuan mendapati mayat bergelimpangan di mana-manaKarena sudah tidak ada kaum pria, mereka mengubur sendiri jenazah-jenazah tersebut dengan peralatan seadanya.
 
Cawi harus mengubur jenazah suami serta dua putranya yang berusia 12 dan 15 tahunDia tidak dapat menggali lubang terlalu dalam, hanya sekitar 50 cmUntuk pemakaman secara Islam, yaitu jenazah ditutup dengan potongan kayu, dirinya terpaksa menggunakan daun pintu dan kemudian diuruk tanah seadanyaAlhasil, bau mayat masih tercium selama berhari-hari
 
"Semua laki-laki di desa ini mati dibantai BelandaTinggal ibu-ibu aja yang menguburkan," ungkap Cawi kepada Pasundan Ekspres (Jawa Pos Group) kemarin.
 
Dia juga menceritakan ketika tentara Belanda mengeksekusi para pria RawagedeMenurut dia, saat itu, seluruh pria diminta keluar rumah, kemudian dikumpulkan di tempat lapang"Semua laki-laki diperintah untuk berdiri berjejerTerus, mereka ditanya keberadaan para pejuangTapi, tidak seorang pun penduduk yang mengatakan tempat persembunyian para pejuang tersebut," ungkapnya.
 
Karena tak ada yang mengaku, akhirnya bedil yang bicaraRatusan pria itu pun tumbang satu demi satu bersimbah darah.
 
Untuk mengenang peristiwa tersebut, setiap tahun warga Rawagede memperingati dengan beberapa kegiatanMulai renungan hingga membersihkan makam para korban
 
Ketua Umum Komite Nasional Pembela Martabat Bangsa Indonesia Batara Hutagalung mengungkapkan, permintaan maaf pemerintah Belanda tersebut merupakan sebuah permintaan maaf setengah hatiSebab, di antara sekitar 76 kejahatan perang yang dilakukan tentara Belanda, baru satu kasus saja yang diselesaikan, yakni kasus Rawagede"Masih banyak kasus kejahatan perang yang dilakukan Belanda," tegasnya.
 
Yang juga membuat berang, hingga detik ini Belanda tidak mengakui secara de jure kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945Menurut Belanda, Indonesia baru merdeka pada 27 Desember 1949Padahal, pada tanggal tersebut terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat
 
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menilai, permintaan maaf itu merupakan perkembangan berartiPemerintah berharap permasalahan yang berkaitan dengan peristiwa 1947 di Rawagede yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil tersebut bisa cepat diselesaikan"Dengan demikian, ahli waris yang terkait bisa merasakan adanya penyelesaian masalah-masalah ini," tutur mantan duta besar RI untuk PBB tersebut.
 
Saat ditanya apakah permintaan maaf itu merupakan bentuk pengakuan atas pembantaian di Rawagede, Marty memilih menjawab diplomatis"Saya justru tidak menggunakan kalimat yang lebih dari ituHanya menyatakan bahwa ini perkembangan yang penting," ujarnya
 
"Bagi kita, ini tidak mengubah sesuatu yang sudah diakui pemerintah Belanda mengenai masalah kemerdekaan Indonesia pada 1945," sambung dia.
 
Selain meminta maaf, pemerintah Belanda akan mencairkan kompensasi senilai total EUR 180 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar bagi sembilan janda korban pembantaian RawagedeMasing-masing janda akan mendapat sekitar Rp 240 jutaUang kompensasi tersebut saat ini sudah berada di tangan pengacara korban yang dicairkan pada 14 Desember mendatang(jpnn/fal/c5/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menikmati Sentuhan Teknologi Canggih Kue dan Kloset di Jepang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler