Para Capres Tak Bervisi Desentralisasi

Rabu, 24 Juni 2009 – 17:27 WIB
JAKARTA - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai belum satupun diantara tiga pasang calon presiden (capres) yang mampu mempresentasikan nasib desentralisasi dan otonomi daerah-daerah dimasa datang.

"Ketiga capres terjebak dengan kesantunan dan lupa menyampaikan visi dan misinya soal desentralisai dan otonomiBahkan demi menjaga kesantunan, para capres malah menghindar dari sikap saling debat sekalipun dalam acara yang dirancang khusus untuk saling debat," kata Siti Zuhro, dalam diskusi bertajuk 'Pertarungan Capres Merebut Simpati Daerah: Kemana Arah DPD?, digelar di press room DPD RI, Senayan Jakarta, Rabu (24/6).

Sementara M Ichsan Loulembah (anggota DPD asal Sulawesi Tengah), melihat fenomena yang terjadi saat ini justru resentralisasi oleh pemerintah pusat melalui dua departemen masing-masing Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang buntutnya kembali membangun ketergantungan penuh daerah ke pusat.

"Untuk sektor keuangan, pusat mengeluarkan kebijakan yang hanya mengizinkan bank BUMN di daerah untuk mengucurkan kredit maksimal hanya Rp1 miliar

BACA JUGA: Gusti Tuding Hakim MK Bodoh

Sementara dari sisi administrasi, peranan Dedagri ditambah hingga daerah semakin mengalami kesulitan untuk melakukan kreasi," kata Ichsan.

Dijelaskan Siti Zuhro, visi dan misi capres, lanjutnya, dengan sendirinya akan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) jika capres bersangkutan terpilih jadi presiden
"Kita bisa bayangkan, RPJM seperti apa yang akan tersusun jika presiden terpilih tidak merancang nasib desentralisasi dan otonomi demi kemajuan dan keutuhan bangsa dan negara ini ke depan."

Siti Zuhro mengurai masing-masing jargon tiga pasang capres

BACA JUGA: MK: Sekitar 300 Gugatan Pemilu Kacau

Mega-Prabowo misalnya mengusung 'Pro Rakyat', SBY-Boediono menekankan 'Lanjutkan' dan JK-Wiranto mengeksploitasi 'Lebih Cepat Lebih Baik'
"Dari ketiga jargon pasangan capres tersebut yang sulit untuk dicerna adalah 'Lanjutkan'

BACA JUGA: Mahfud Tuding Gusti Randa Hina Sidang MK

Rakyat dibiarkan terus bertanya-tanya tentang apa yang akan dilanjutkan," kata Siti Zuhro.

Untuk jargon politik JK-Wiranto yang mengusung 'Lebih Cepat Lebih Baik' dinilai Siti Zuhro sebagai jargon yang lebih mudah dicerna"Lebih Cepat Lebih Baik, itu lebih realistis karena negara ini sedang sakit parahJadi perlu penanganan lebih cepat," kata Siti.

Sementara jargon Mega-Prabowo 'Pro Rakyat' sudah pasti dengan mudah dicerna oleh pemilih terutama yang berasal dari kader koalisi partainya terutama PDIP dan Gerindra, imbuh Siti.

"Capres SBY kelihatannya memang tidak punya visi, misi dan program untuk kemandirian daerah dan juga tidak pro desentralisasi daerah," tegas Siti Zuhro(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban 27 Juli Tinggalkan Megawati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler