jpnn.com, JAKARTA - Operasional bus Antar-Kota, Antar-Provinsi, serta bus pariwisata baik milik swasta maupun BUMN terkena aturan PSBB (Pembetasan Sosial Berskala Besar) di sejumlah daerah dan larangan mudik.
Karena operasional dihentikan dengan menekan angka penyebaran virus corona COVID-19, para karyawan dan sopir dirumahkan.
BACA JUGA: Di Daerah Ini Saja, 161 Perusahaan Megap-megap, Ribuan Pekerja Disuruh di Rumah
Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba) Nyoman Sudiarta dalam diskusi virtual yang bertajuk “Menyelamatkan Layanan Transportasi Umum” dari Dampak COVID-19 di Jakarta, Minggu (26/4), mengatakan sejak Februari juga sudah ada penurunan penumpang.
“Semenjak wabah COVID-19 ini sebenarnya okupansinya sudah menurun 80 persen. Kemudian ada PM (Peraturan Menteri) 25 ini sudah tidak ada tamu lagi, kami tidak ada operasi, karyawan dirumahkan, sopir pulang kampung semua,” katanya.
BACA JUGA: Inilah 8 Pintu Masuk ke Jatim yang Dijaga Ketat, Ada Satu Paling Ramai
Nyoman menyebutkan total armada pariwisata di Bali sebanyak 1.200 unit dengan 2.000 kru dan 300-500 pegawai. "Kondisi pariwisata sudah stuck,” katanya.
Ia berharap pemerintah memberikan kebijakan relaksasi dan stimulus karena menyangkut kelangsungan bisnis transportasi, seperti penundaan pembayaran angsuran bus.
BACA JUGA: Tokoh-tokoh Kunci di Lingkar Kekuasaan Kim Jong-un, Putra Tertua Usia 10 Tahun
“Menyangkut perpajakan, juga penghapusan pasal 21 dan 25 dan ketiga, karena karyawan dirumahkan, menyangkut BPJS karyawan,” katanya.
Dia juga berharap mendapatkan kebijakan relaksasi untuk KIR dan asuransi Jasa Raharja.
“Kami harapkan dari pemerintah, karyawan kami menerima BLT. Pengusaha juga mendapatkan fasilitas. Dari kita sudah mendaftar ke kepolisian tapi dananya belum cair,” katanya.
Dalam kesempatan sama, Direktur PO Putra Jaya Vicky Hosea mengatakan sejak pertengahan Maret, operasional sudah terdampak di Makassar, mulai dari turun 50 persen, 80 persen hingga setelah adanya PM 25/2020 menjadi 90 persen.
“Sekarang tinggal sisa 10 PO yang beroperasi,” katanya.
Vicky menyebutkan jumlah PO di Makassar sendiri hanya 30 hingga 40 PO dengan mengoperasikan bus sebanyak 300 unit.
“Di Makassar dua minggu lalu memang ada pendataan dari Satlantas Polres mendata nama-nama kru yang akan diberikan BLT. Tapi setelah diberikan sampai saat ini belum ada feedback apakah ini akan dicairkan atau bagaimana,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Direktur PO NPM Angga Vircansa Chairul yang mengatakan penghentian operasional bus karena COVID-19 ini berdampak langsung pada 200 kepala keluarga.
“Kami memiliki 133 pengemudi, kru sebanyak 70 orang, artinya ada 200 lebih kepala keluarga yang terdampak langsung,” katanya.
Angga juga mengeluhkan BLT dari kepolisian di mana belum adanya pencairan dan kuota terbatas.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama Perum Damri Setia Milatia juga mengatakan 90 persen operasional terhenti, 10 persen lainnya digunakan untuk antar jemput tenaga medis serta pengangkutan alat kesehatan.
“Posisi kami dari Maret ke April tinggal 10 persen operasi karena ada penutupan di Jabodetabek. Untuk bus bandara bahkan harus tutup saat ini. Kami beroperasi lebih untuk paramedis ke rumah sakit-rumah sakit rujukan karena membantu social distancing supaya mereka ke RS tepat waktu dan mengangkut para medis , juga karyawan perbankan yang masih harus kerja,” ujarnya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo