jpnn.com - SURABAYA – Pemerintah menggenjot upaya memerangi kelompok radikal dan penyalahgunaan narkoba.Di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), berbagai macam upaya dilakukan agar dua bahaya laten itu bisa segera dihilangkan.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah kini aktif mencari langkah lebih inovatif yang bersifat pencegahan aksi radikalisme dan penyalahgunaan narkoba.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Kenaikan Iuran JKN Mandiri III Ditunda
”Tidak hanya melibatkan pihak berwajib seperti TNI dan Polri, tetapi juga tiga pilar penting lainnya, yaitu babinsa, babinkamtibmas, dan kepala daerah,” papar Luhut saat menghadiri Rapat Koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jawa Timur (Jatim) di Grand City, Surabaya, kemarin (16/3).
Menurut Luhut, babinsa, babinkamtibmas, dan kepala daerah merupakan mata dan telinga pemerintah dalam menanggulangi segala tindak kejahatan. Misalnya radikalisme, terorisme, dan peredaran narkoba.
BACA JUGA: ââ¬Å½Akhirnya Pencatut Nama KemenPAN-RB Ditangkap Polisi
Cara tersebut merupakan upaya membatasi langkah pelaku yang punya niat jahat untuk mengacaukan keamanan nasional. ”Semua bahu-membahu mengantisipasi pengaruh negatif dari berbagai pihak,” ucap mantan kepala staf kepresidenan tersebut.
Rapat Forkopimda Jatim kemarin dihadiri Gubernur Jatim Soekarwo, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Sumardi, Kapolda Irjen Pol Anton Setiadji, Kajati Marulli Hutagalung, Pangarmatim Laksda TNI Darwanto, serta bupati/wali kota, Kapolres, Dandim, dan camat se-Jatim.
BACA JUGA: Bupati Suka Nyabu Bukti Ketertutupan Informasi Calon Pilkada
Luhut menjelaskan, menghadiri kegiatan forkopimda di wilayah-wilayah vital seperti Jatim merupakan instruksi presiden. Tujuannya memberikan pemahaman terhadap bahaya radikalisme dan narkoba. Serta meningkatkan kekompakan antarinstansi untuk menghadapi situasi global saat ini.
Selanjutnya, komandan pertama Detasemen 81 yang sekarang disebut Detasemen Penanggulangan Teror atau Gultor 81 itu menjelaskan, sejak 2010 sasaran terorisme mulai berubah, dari warga negara asing menjadi anggota Polri. Sebab, Polri dianggap menghalangi usaha para teroris untuk melancarkan aksi.
”Tidak tertutup kemungkinan, sasaran berikutnya adalah kepala daerah. Karena itu, pemerintah ingin melakukan upaya pencegahan lebih awal,” jelas Luhut.
Jenderal bintang tiga itu menambahkan, teroris dan gerakan radikalisme lainnya bergerak secara terorganisasi. Pengikutnya pun cukup banyak. Misalnya anggota ISIS dari Indonesia, yang terdata mencapai 1.085 orang. Belum lagi gerakan radikal lainnya yang beragam jenis. ”Bersiap kalau ada multiple target. Tapi, tentu kita tidak ingin itu terjadi,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Luhut menyampaikan bahwa pemerintah tidak takut menghadapi gempuran terorisme. Dia juga mengimbau 2.250 peserta yang hadir dalam rakor tersebut tidak gentar. Pemerintah tidak boleh sampai menjadi sandera teroris dan tunduk pada tekanan siapa pun. ”Itu sikap pemerintah,” ucap Luhut yang lama berkarir militer di Kopassus.
Bukan hanya itu, segala perlengkapan terkait pemberantasan terorisme juga diperkuat. Densus 88 dan satuan antiteror lainnya dipersenjatai lebih bagus. Kinerja TNI diperkuat dan penanganan napi terorisme juga diperketat. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah pengoperasian terorisme dari dalam penjara. (ant/fid/ris/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hhmmm...Ada yang tak Niat Lapor Kekayaan
Redaktur : Tim Redaksi