Para Santri LDII Diminta Bijak Memanfaatkan Media Sosial

Kamis, 08 September 2022 – 06:55 WIB
Ketum LDII Chriswanto Santoso. Foto: dok. LDII

jpnn.com, JAKARTA - Media sosial sebagai ruang publik menjadi alat penyebaran radikalisme, liberalisme, hedonisme, hingga berbagai prilaku menyimpang.

Oleh karena itu, Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) KH. Chriswanto Santoso mendorng literasi media sosial di kalangan santri.

BACA JUGA: LDII Jateng Dorong Pembudayaan Silaturahim untuk Membangun Peradaban yang Lebih Baik

Hal tersebut dilakukan guna menjadikan media sosial sebagai area dakwah yang halal.

"Mereka memiliki modal ilmu, dengan beraktivitas di media sosial, mereka bisa menebarkan kebaikan secara lebih luas. Terutama generasi muda yang haus informasi,” papar Chriswanto Santoso dalam keterangannya, Rabu (7/9).

BACA JUGA: LDII Soroti Potensi Radikalisme dan Liberalisme pada Generasi Milenial

Menurut dia, literasi media sosial menjadi penting, karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat tersebut. Salah satu contohnya perudungan atau bully, kerap menyasar seseorang di media sosial.

"Belum lagi propaganda gaya hidup menyimpang seperti LGBT hingga persoalan agama yang menjadikan seseorang jadi sosok yang radikal," ujarnya.

BACA JUGA: Soroti Pembangunan Peradaban Bangsa, Begini Arti Pancasila bagi LDII

Gaya hidup bebas, kata dia, juga menemukan ruang penyebaran di media sosial. Prostitusi saat ini justru marak di Twitter.

Chriswanto meminta para santri peka dan melanjutkan dakwah di media sosial. Perkembangan teknologi digital harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memasifkan pemberitaan atau informasi positif.

Tujuannya, agar amar ma’ruf kian meluas di kalangan masyarakat, agar kehidupan mereka tidak hanya menuruti hawa nafsu lalu menabrak norma agama dan budaya.

"Para santri yang memiliki keterampilan bermedia sosial, mereka dapat mengedukasi umat dan berdakwah di media sosial,” ujarnya.

Berita atau informasi yang dimuat, dalam koridor Pancasila, moralitas, nilai agama Islam, dan etika jurnalistik. "Jangan sampai melanggar etika," tuturnya.

Setiap bulan, lanjut Chriswanto, ratusan pondok pesantren di lingkungan LDII menghasilkan 800-1.000-an juru dakwah yang disebar ke pelosok Indonesia. (zil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler