jpnn.com, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya tak pernah terlibat kerja sama dengan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Hal ini diutarakan beberapa kali oleh Ariza seusai ACT diketahui menyelewengkan dana donasi dari masyarakat.
BACA JUGA: Difitnah Menilap Dana ACT, Ustaz Hilmi Ucapkan Sumpah Mubahalah, Kalimatnya Ngeri
"Masalah ACT itu kan sedang ditindaklanjuti oleh aparat, izinnya juga sudah dicabut oleh Kemensos. Pemprov tidak pernah kerja sama langsung dengan ACT,” ucap Ariza, Kamis (7/7).
Namun, bagaimana faktanya?
BACA JUGA: Ahyudin Lihat Presiden ACT Ibnu Khajar di Bareskrim Polri, tetapi Tak Menyapa
Ditelusuri dari unggahan akun instagram resmi milik Gubernur Anies Baswedan, Pemprov DKI Jakarta pernah terlibat kerja sama dengan ACT pada 14 Agustus 2018 lalu.
Saat itu, bentuk kerja samanya adalah melalui program penyediaan dan pemberian makanan olahan daging kurban yang diberi nama ‘Dapur Qurban Jakarta’.
BACA JUGA: Transaksi Keuangan ACT Mencurigakan, BNPT Langsung Lakukan Ini
‘Dapur Qurban Jakarta’ ini ditujukan bagi warga duafa yang berada di 121 RW di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Selain itu, dilihat dari situs resmi ACT.id, Pemprov DKI dan ACT juga pernah bekerja sama kala pandemi melanda.
Kerja sama diberi nama gerakan Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB), yang mana perjanjian tersebut ditandatangani di Balai Kota Jakarta pada 24 April 2020.
Di sisi lain, Wakil Ketua II Bidang Distribusi dan Pendayagunaan Baznas Bazis DKI Jakarta Saat Suharto Amjad juga mengungkapkan pihaknya pernah berkolaborasi dengan ACT.
Baznas Bazis kerap menjadi perwakilan Pemprov DKI Jakarta untuk kerja sama dengan lembaga kemanusiaan.
“Kerja sama tersebut adalah antara BAZNAS (BAZIS) dan tiga lembaga, yakni ACT, Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat untuk penyaluran Buka Bersama di kampung kumuh,” ucap Saat, Kamis (7/7).
Sebelumnya, lembaga kemanusiaan ACT mengalami gonjang-ganjing akibat adanya penyelewengan dana.
Dalam pemberitaaan yang diterbitkan majalah nasional, menyebutkan eks pendiri ACT Ahyudin mendapat gaji Rp 250 juta per bulan.
Selain itu, Ahyudin juga mendapat fasilitas operasional berupa satu unit Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero, dan Honda C-RV.
Adapun untuk jabatan di bawah Ahyudin mendapat gaji dan fasilitas yang tak kalah mewah.
Para petinggi ACT mendulang cuan dari anak perusahaan itu. Selain itu, uang miliaran rupiah diduga mengalir ke keluarga Ahyudin untuk kepentingan pribadi, yakni pembelian rumah hingga pembelian perabot rumah.
Ahyudin bersama istri, dan anaknya pun disebut-sebut mendapat gaji dari anak perusahaan ACT.
Aliran dana oleh anak perusahaan itu pun diduga melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Akibat dugaan penyelewengan donasi ini, Kementerian Sosial lalu mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT. Yayasan ACT tak boleh lagi menggalang sumbangan.
Pencabutan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (5/7).
Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy mengatakan pencabutan itu terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh Yayasan ACT.
"Kami mempertimbangkan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy seperti dikutip di Jakarta, Rabu (6/7). (mcr4/jpnn)
Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi