jpnn.com - DENPASAR – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2016 di Provinsi Bali penuh dengan intervensi. Sejumlah oknum pejabat, guru, anggota dewan, dan bupati pun jadi calo penerimaan siswa baru.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali, membeber temuan, dari 25 sekolah baik tingkat menengah maupun ke atas masih ditemukan berbagai permasalahan yang didominasi dengan persoalan kelebihan kuota siswa. Sekolah-sekolah tersebut berada di daerah Badung, Denpasar, Tabanan, Buleleng, Bangli, Klungkung, dan Gianyar
BACA JUGA: Miris..Satu Kelas Hanya Delapan Murid
Bahkan, hasil temuan yang dipaparkan langsung oleh Kepala Perwakilan ORI Bali, Umar Ibnu Alkhatab pada Jumat (5/8), banyak sekolah yang menerima siswa titipan dari para pejabat seperti Anggota Dewan hingga Bupati.
“PPDB kali ini belum berubah dari tahun lalu. Meski sudah ada juknis (petunjuk teknis, Red) dari pemerintahan. Tapi faktanya, masih banyak kami temukan pelanggaran,” ujarnya.
BACA JUGA: Kemendikbud Cium Ada Masalah di SMP Satu Atap
Umar mencontohkan yang terjadi di SMAN 1 Tabanan, di mana terjadi tambahan siswa sejumlah 14 orang di luar kuota yang sudah ditetapkan, yakni 324.
Data penambahan tersebut berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan, di mana Kepala Dinas Pendidikan menghubungi Kepala SMAN 1 Tabanan. Selanjutnya, Kepala Sekolah memerintahkan Wakil Kepala Sekolah Kesiswaan untuk mengambil data tersebut dari Dinas Pendidikan.
BACA JUGA: Tolong Segera Pastikan, jadi Tidak Guru SMA Beralih ke Provinsi?
“PPDB di Tabanan penuh dengan intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga terjadi kelebihan kuota yang cukup besar,” ujarnya.
Tidak hanya Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan. Bahkan, seorang Wakil Bupati Tabanan pun ikut memberikan lembar disposisi seperti yang terjadi di SMAN 1 Kediri. Tidak tanggung-tanggung, dalam surat yang diduga ditandatangani oleh Wakil Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya, itu berisi 162 nama-nama siswa baru agar diterima di sekolah tersebut. Umar tidak hanya ngomong soal itu. Dia langsung menunjukkan disposisi wakil bupati tersebut.
Padahal, kata dia, dari kuota yang mesti dipenuhi secara aturan sebanyak 360, menjadi total 521 siswa yang diterima.
Dengan penambahan di luar jalur resmi ini, SMAN 1 Kediri terpaksa memberlakukan 2 shift sekolah. Sebab, dengan kapasitas sekolah 9 kelas (1 kelas 35 orang, Red), sekolah terpaksa membuat 14 kelas.
Sementara di SMPN 1 Tabanan, ORI Perwakilan Bali menemukan surat yang berisi daftar nama-nama DPRD Tabanan dengan nama calon siswa agar diterima di sekolah tersebut. Rata-rata mengaku calon siswa baru tersebut sebagai keponakan dari anggota Dewan.
Jumlahnya pun cukup banyak, yakni 96 orang yang mesti diterima oleh pihak sekolah melalui jalur khusus dan merupakan titipan dari eksekutif dan legislatif.
Sehingga, jumlah siswa pun membeludak. Dari kuota yang sebenarnya mampu menampung 320 siswa untuk 10 kelas, kini menjadi 418 siswa baru.
Tabanan pun dikatakan menjadi “ladangnya” pelanggaran dalam PPDB 2016. Pelanggaran kuota disebutkan paling banyak terjadi di Tabanan dengan jumlah yang hampir dua kali lipat dari kuota yang sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan.
Sedangkan di Bangli, SMAN 1 Bangli, menerima siswa di luar jalur resmi setelah ada pertemuan mediasi yang dilakukan Bupati dan Kadis Pendidikan Bangli, yakni sebanyak 77 siswa. “Katanya sih karena desakan masyarakat yang anaknya ingin sekolah di SMAN 1 Bangli,” ujarnya.
Meski hal tersebut sudah terjadi, semestinya pihak sekelas Bupati tidak ikut serta dalam hal penerimaan siswa baru. “Seharusnya eksekutif memberikan pencerahan, bukan mengakomodasi hal tersebut,” tegasnya.
Denpasar, Gianyar, Klungkung, Buleleng dan Badung pun tak lepas dari persoalan yang sama. Tidak hanya persoalan kuota. Di SMPN 2 Kuta Utara pun adanya indikasi praktik calo oleh guru yang terungkap dari pengakuan seorang warga. Warga tersebut memasukkan dua siswa melalui jalur tidak resmi dengan perantara guru sekolah.
Persoalan PPBD tahun 2016 ini dikatakan memang penuh dengan intervensi. “Intervensi itu sebenarnya baik, jika ada hal yang ada di luar Juklis. Nah ini malah dirusak oleh pihak eksekutif dan legisiatif. Seperti kelebihan kuota, ini menyebabkan banyak sekolah yang di luar kota jadi kekurangan murid,” terangnya.
Kemudian apa tindakan Ombudsman? “Kami akan kembali memonitoring pasca dilakukan PPBD dengan melihat kegiatan belajar mengajar seperti apa, termasuk dengan sarana prasarana efektif atau tidak,” jawabnya.
Sementara itu, lanjutnya data ini akan diserahkan kepada Dinas terkait untuk dicermati, sehingga untuk ke depan ada kebijakan yang tepat dan juga solusi untuk perbaikan.
“Kalau dibiarkan, tentu disayangkan sekali. Kami akan lihat Pemda atau Dinas, bakal melakukan evaluasi atau tidak,” pungkasnya. (ara/yes/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Jadi Kepsek? Setor Dulu Segini...
Redaktur : Tim Redaksi