jpnn.com - JAKARTA – Keberadaan Shuttle Bus di beberapa kawasan permukiman di Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi, sangat berkontribusi positif terhadap pengurangan penggunaan kendaraan pribadi di Ibukota Jakarta.
Pada beberapa kawasan permukiman perkotaan seperti BSD City, Bintaro Jaya, Summarecon Serpong, Lippo Karawaci, Citra Raya, Kota Wisata Cibubur, Lippo Cikarang, Summarecon Bekasi, telah mempunyai Shuttle Bus sendiri yang melayani penumpang pulang pergi menuju ke Jakarta.
BACA JUGA: Duh! Pembuatan e-KTP di Bekasi Masih Banyak Masalah
Namun demikian, kondisi ini berbanding terbalik dengan penertiban yang semena-mena bahkan arogan dari Oknum Dinas Perhubungan Sudin Jakarta Barat, yang dalam operasinya main kandangin (menyita) kendaraan Shuttle Bus tersebut.
Sebagai contoh adalah salah satu kendaraan Shuttle Bus Summarecon Serpong ini. Berikut kronologisnya seperti disampaikan Dr. Haris Muhammadun, ATD, MM, Direktur Utama PT Wahana Trans Utama.
BACA JUGA: Jadi...Rustam Effendi Mundur karena Alasan ini
Senin, 25 April 2016, Sseperti biasa kendaraan Shuttle Bus Summarecon Serpong B 7048 VAA, pada pagi hari, melayani penumpang berangkat dari Summarecon Serpong menuju Mall Citraland Grogol. Pada daerah Mall Taman Anggrek diberhentikan oleh tiga Petugas Dinas Perhubungan dan diminta menunjukkan surat-surat kendaraan.
Salah satu Petugas Dishub menanyakan Kartu Ijin Usaha (KIU), dan sudah barang tentu karena Shuttle Bus ini berdomisili di Tangerang, tidak bisa menunjukkan surat tersebut, karena untuk wilayah Kota Tangerang Surat Ijin Usaha Angkutan diberikan kepada perusahaannya bukan kepada mobilnya.
BACA JUGA: Mundur dari Jakarta Utara 1, Berapa Penghasilan Rustam Effendi?
“Karena tidak bisa menunjukkan surat tersebut, Oknum Dishub tersebut, langsung naik ke mobil Shuttle Bus, menggiring supir menuju Pool di Rawa Buaya untuk disita,” beber Haris Muhammadun, yang mempunyai latar belakang pendidikan Doktor Transportasi itu.
PT Wahana Trans Utama, selaku pengelola Shuttle Bus Summarecon Serpong, melalui Koordinator Lapangan yang bernama Andi Wijaya, berusaha untuk menjelaskan agar silahkan kendaraan tersebut ditilang tetapi jangan dikandagkan (disita). Karena secara aturan perundang-undangan yang berlaku Shuttle Bus Summarecon bisa menunjukkan STNK, SIM dan KIR, yang masih berlaku, sehingga tidak cukup memenuhi syarat undang-undang untuk dilakukan penyitaan.
“Namun petugas Dishub di Pool Rawa Buaya, yang bernama Rully, tidak mau melepaskan kendaraan tersebut.”
Keesokan harinya, Selasa, 26 April 2016, Andi Wijaya, kembali mendatangi Pool Rawa Buaya dari mulai pagi sampai dengan malam hari dan masih berusaha untuk menjelaskan, tetapi lagi lagi, Rully, menyampaikan bahwa, “kali ini kamu nggak bisa lepas, boleh kemarin kamu bisa dilepaskan tapi kali ini tidak, dan kamu bukan levelnya untuk urus ini. Suruh pemilik atau managernya untuk urus ini”.
Sampai dengan jam 22.30 WIB, akhirnya Andi Wijaya dan Pengemudi, segera mengemasi peralatan mobil seperti ban cadangan, aki dan peralatan penting lainnya, yang konon sering hilang di lokasi Pool tersebut.
Selanjutnya, Rabu, 27 April 2016, sehubungan dengan upaya maksimal yang telah dilakukan dengan menjelaskan kepada petugas Dishub, tidak berhasil, dan mereka tetap berkeyakinan benar adanya, maka PT Wahana Trans Utama, melalui Direktur Utamanya, Dr. Haris Muhammadun, ATD, MM, mencoba menelaah lebih jauh hal-hal mana yang dilanggar oleh Oknum Dishub Sudin Jakarta Barat tersebut.
Berikut point-point ulasannya :
1. Bahwa Blanko surat Catatan Bukti Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dipergunakan OKNUM DISHUB sudah kadaluwarsa, sebab pada blanko tersebut masih menggunakan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, dan sebagai penggantinya adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah .
2. Bahwa OKNUM DISHUB yang melakukan pemeriksaan dan penyitaan kendaraan serta yang menulis Berita Acara adalah Saksi yaitu Sdr. Catur W, dan bukan Sdr. Bona Tongam, selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), sebab ketika akan ditulis Surat Bukti Catatan Bukti Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. TIPIRING/06680/JKT/IV/2016 tersebut sudah terdapat tanda tangan penyidik terlebih dahulu dalam bentuk blanko kosong, karena tulisan dalam surat tersebut sangat identik dengan tanda tangan petugas Saksi, yaitu Sdr. Catur W.
3. Bahwa karena yang melakukan pemeriksaan kendaraan tersebut bukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan hanya ada tanda tangan pada blanko kosong maka disitu terdapat kesalahan yaitu :
a. Tanggal sidang di pengadilan tertulis 13 April 2016, sedangkan tanggal pemeriksaankendaraan adalah tanggal 25 April 2016, jadi mana mungkin sidangnya lebih dahulu baru ada kasusnya ;
b. Barang bukti yang disita buku KIR, dan tidak termasuk kendaraannya, tetapi kenyataannya kendaraan juga ikut disita (dikandangkan).
4. Bahwa pada saat melakukan pemeriksaan kendaraan di jalan, kegiatan yang dilakukan oleh Dishub tersebut justru bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, karena ketika melakukan pemeriksaan kendaraan dan penyitaan kendaraan lokusnya berada di luar Terminal dan Jembatan Timbang, dan petugas Dishub tersebut tidak didampingi oleh petugas kepolisian (Psl. 262 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ;
5. Bahwa dalam pasal 32 ayat (1) f, Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan bahwa penyitaan atas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dilakukan jika:
a. Kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah padawaktu dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan ;
b. Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi ;
c. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik kendaraan bermotor ;
d. Kendaraan bermotor di duga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untukmelakukan tindak pidana ;
e. Kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orangatau luka berat.
Artinya “KIU (Kartu Ijin Usaha)” bukan sesuatu hal yang dapat menjadikan kendaraan Shuttle Bus disita (dikandangkan).
“Kesimpulannya, ke-5 hal tersebut diatas, merupakan pelanggaran berat yang telah dilalukan oleh Oknum Dishub. Arogansi menjadi hal yang dikedepankan, daripada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,” kata Haris. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Keterlaluan nih, Urus KTP dan KK Dipungli Rp 400 Ribu
Redaktur : Tim Redaksi