jpnn.com, BANDARLAMPUNG - Proyek pembangunan konstruksi jaringan irigasi kecil membawa Muhammad Satria Utama, 53, ke persidangan.
Oknum pegawai negeri sipil (PNS) Dinas Koperasi dan Perdagangan Lampung Timur itu diduga terlibat dalam penyimpangan hingga menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp3,3 miliar.
BACA JUGA: Mulanya Pengurus PDIP Tingkat Desa, Winarti Kini Jadi Bupati
Jaksa penuntut umum (JPU) Median Suwardi dan Eko Setia Negara mendakwa Satria melanggar pasal 2 dan 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah ke UU Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara," kata jaksa Median dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang.
BACA JUGA: 9 Personel Ditsabhara Lampung Kena Sanksi Indisipliner
Menurut jaksa, kasus ini bermula ketika Dinas Pekerjaan Umum (PU) Lampung Timur melaksanakan proyek pembangunan konstruksi jaringan irigasi kecil dengan nilai Rp6,1 miliar pada 2014. Saat itu, Satria menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) pada satuan kerja tersebut.
Lelang dibuka dan dimenangkan oleh PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia dengan nilai kontrak Rp2,9 miliar. Pekerjaan tersebut kemudian dipecah menjadi beberapa paket.
BACA JUGA: Tekad GK Ladies Lampung Antarkan Jokowi Jadi Presiden Lagi
Pelaksanaannya dilakukan oleh CV Muncul Jaya Abadi yang mengerjakan paket satu dengan kontrak Rp1,5 miliar. Kemudian paket dua oleh CV Dinamika Multi Struktur dengan nilai kontrak sama.
Proyek tersebut dikerjakan selama 120 hari. Namun karena intensitas curah hujan tinggi, dan masalah pembebasan lahan, kegiatan diperpanjang selama 60 hari.
Ternyata meski sudah diperpanjang, proyek itu belum juga selesai. Ini terjadi karena kendala teknis dan pembebasan lahan.
Lalu tim mutual chek datang untuk melakukan pemeriksaan. Berdasar berita acara pemeriksaan (BAP), tim ditemukan pekerjaan tidak terpasang 100 persen. ”Tim PHO dan FHO tidak menandatangani BAP. Sebab volume pekerjaan tidak terpasang 100 persen," urai jaksa.
Meski mengetahui paket tidak terpasang 100 persen, Kepala Dinas PU Lampung Timur saat itu, Alex Sandria tetap mencairkan pembayaran kontrak.
Kuasa pengguna anggaran yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejari Lampung Timur itu memerintahkan Lenny Apriono yang saat itu menjadi pejabat penata usaha keuangan Dinas PU Lamtim untuk menandatangani berkas.
”Saksi Lenny menolak karena berkas tidak lengkap. Tetapi tetap diperintahkan oleh terdakwa dan saksi Alex Sandria untuk mendatangani berkas," jelasnya.
Penyimpangan dalam proyek tersebut menyebabkan negara merugi Rp3,3 miliar. Sebab pembayaran tidak sesuai dengan volume yang telah terpasang. Hal itu berdasarkan audit BPKP perwakilan Lampung Nomor LAPKKN-577/PW08/5/2017. (nca/c1/ais)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPRD Minta Danny Pomanto Hormati Proses Hukum
Redaktur & Reporter : Budi