jpnn.com - BANYUWANGI – Antusiasme pelaku industri pariwisata Banyuwangi sangat terasa saat workshop Go Digital di Aula Kantor Telkom, Jl Dr Sutomo, Banyuwangi, Jumat (16/12). Sekitar 100 industri menyimak secara serius paparan yang disampaikan narasumber dari Kementerian Pariwisata RI.
Bervariasi pertanyaan yang muncul, tetapi lebih didominasi oleh hal-hal teknis dalam bisnis online. “Siapa yang belum punya website?” tanya Claudia Ingkiriwang selaku Ketua Probis Indonesia Travel Xchange (ITX) mengawali paparanya.
BACA JUGA: Putri Raja Thailand Pilih Rayakan Tahun Baru di Manado
Sekitar 50 persen peserta malu-malu menunjukkan jari sambil menengok kiri-kanan. Tetapi 100 persen dari mereka sudah berpromosi melalui media sosial dengan berbagai platform baik dari Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Line, dan lainnya.
Sudah bisa ditebak, dari 50 persen yang sudah memiliki website banyak yang belum dilengkapi sistem commerce seperti booking system dan payment engine. “ITX akan support dengan website template yang sudah ready commerce, booking system dan payment gateway dengan free alias gratis,” jelas Claudia.
BACA JUGA: Keluarga Pelaku Penyerangan 7 Siswa di Sabu Segera ke Kupang
Wajah para pebisnis pariwisata Banyuwangi itu pun semakin serius. Yang baru punya website tapi belum ada fasilitas book dan pay dalam satu platform dianggap belum masuk kategori go digital. Mereka baru berpromosi atau marketing secara online, tetapi transaksi bisnisnya masih offline.
Sementara Go Digital mensyaratkan semua tahapan dari look, book, pay sudah terhubung secara online, bisa dengan diproses dengan smartphone, bisa juga dengan personal computer.
BACA JUGA: "Saya Baru Buka Quran, Densus Datang"
Ketika tahapan look atau search, book dan pay sudah bisa dilakukan secara online, maka sudah layak disebut go digital. Itulah sebabnya Kemenpar membangun digital market place, khusus industri pariwisata yang mempertemukan sellers dan buyers ke dalam satu platform atau mal digital.
“Kalau untuk booking masih harus telepon, pembayaran masih transfer atau antre di teller bank, itu belum bisa disebut digital. Mungkin promosinya sudah digital, tapi transaksi bisnisnya masih manual. Tugas kami membantu mendigitalisasi industri wisata, dari booking awal, sampai transaksi pembayaran,” katanya.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya sejak Rakornas III tahun 2016 di Econvention, Ancol, Jakarta, September 2016 lalu sudah meluncurkan Go Digital Be The Best. Dia meyakini target Presiden Joko Widodo untuk menarik 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada 2019 itu bukan sembarang target.
Target yang luar biasa, harus dobel dari 9,3 juta wisman 2014 ke 20 juta tahun 2019. “Hasil yang luar biasa, hanya bisa dicapai dengan cara yang tidak biasa! Dan Go Digital ini adalah salah satu cara tidak biasa yang bisa dipakai untuk mengejar target luar biasa itu,” kata Arief Yahya yang juga asli Banyuwangi, Jatim itu.
Arief menyebut more digital, more global , more digital more personal , more digital more professional. Dalam selling, Kemenpar memilih untuk membangun digital market place yang sudah dipelajari dengan matang, dan ITX di-endors untuk membangun platform tersebut.
Seperti diketahui, Banyuwangi menjadi salah satu daerah yang hebat sektor pariwisatanya. Hal itu tak terlepas dari peran Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang sangat concern menempatkan core economy daerahnya di sektor pariwisata.
Masyarakatnya semakin sadar bahwa pariwisata adalah pilihan yang terbaik, dan sudah mulai terasa dampak ekonominya. Dengan Go Digital, maka potensi Banyuwangi bisa lebih cepat, lebih besar, dengan target market yang lebih mendunia.
Acara yang dilangsungkan di aula Telkom Banyuwangi itu menghadirkantiga narasumber. Yakni Stafsus Menpar Bidang IT Samsriyono Nugroho yang memberi gambaran besar Go Digital Kemenpar, kemudian Stafsus Menpar Bidang Komunikasi Publik Don Kardono yang mengangkat Sosmed Marketing Pariwisata, serta Claudia Ingkiriwang.
Ada yang bertanya, apakah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) seperti Pokdarwis (kelompok sadar wisata) boleh gabung ITX atau tidak. Tentu saja Claudia menegaskan tak ada larangan bagi UMKM pariwisata untuk bergabung di ITX.
“Boleh banget! Justru kami ingin semua industri kecil, mikro dan menengah yang bergerak di sektor pariwisata ikut gabung dan free. Unsurnya 3A, industri atraksi, akses dan amenitas, semua harus ada. Atraksi misalnya pengelola theme park, tempat wisata, taman bermain, dan lainnya. Akses, seperti rent car (persewaan mobil), diskon ticketing airlines, diskon khusus kapal penyeberangan, dan lainnya. Amenitas seperti hotel, resort, homestay, dan glamping, dan lainnya,” tutur dia.
“Pertama, Pokdarwis itu harus punya AD/ART. Kedua, yang mendaftar adalah pengurusnya, untuk semua anggotanya. Nanti, pengurusnya yang diberi booking dan payment system, dan website yang ready commerce. Anggotanya sebagai produk,” lanjut Claudia.
Pertanyaan lain, bagaimana kalau pelaku bisnisnya punya beberapa usaha yang bergerak di 3A, apakah diintegrasikan dalam satu web atau dipecah-pecah dalam banyak website. “Agar memudahkan customers, sebaiknya cukup satu website, tetapi dikelola dengan professional,” kata dia.
Muncul juga pertanyaan; seandainya PT atau CV atas nama perseorangan sehingga yang menjalankan bisnisnya orang lain, apakah tetap bisa bergabung di ITX? “Boleh saja. Yang penting penanggungjawabnya jelas, siapa yang handle, siapa yang registrasi, dan yang menjalankan bisnis itu memiliki komitmen dalam services. Karena dalam bisnis services seperti pariwisata ini, kepercayaan itu harus dijaga dan mahal harganya,” jawab Claudia.
Bagaimana jika lokasi bisnis outbond-nya ada di atas gunung tanpa wifi atau di tengah hutan dan sawah yang tidak memiliki jaringan komunikasi? Claudia pun harus menahan tawa.
“Lokasi outbond, atau atraksi apapun yang dipaketkan dan dipasarkan bisa di mana saja. Bisa di atas gunung, di dasar jurang, di tengah pulau terpencil, yang tidak ada aksesnya. Tetapi, admin-nya kan tetap di bawah? Adminnya harus terkoneksi secara online,” jawabnya.
Nah, ada pertanyaan yang bagus lagi, bagaimana kalau mau ganti-ganti isi atau content web-nya? Apakah pemilik admin bisa mengganti sendiri, atau harus menghubungi developor IRX?
“Ganti-ganti, boleh dan bisa banget. Silakan. Memang harus sering-sering di-up date dengan paket-paket baru yang dinamis! Proses penggantian itu bisa dilakukan sendiri, karena CMS atau content management system-nya akan kita berikan secara gratis juga!” jelas Claudia.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Unik...Angkot di Bandung Sekarang Ada Perpustakaannya
Redaktur : Tim Redaksi