jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang partai politik mengajukan nama calon kepala daerah yang tiba-tiba muncul beberapa saat jelang pendaftaran calon di KPU Daerah.
Nama yang diajukan harus salah satu dari nama-nama bakal calon yang mendaftar di partai politik pengusung, jauh hari sebelum KPU membuka pendaftaran calon dan sudah melewati masa uji publik.
BACA JUGA: Curiga KPK Jerat Calon Kapolri Karena Abraham Tak Dipakai Jokowi
Alasannya, menurut Komisioner KPU yang membidangi teknis kepemiluan, Hadar Nafis Gumay, tahapan pendaftaran bakal calon dengan pencalonan adalah sesuatu yang tidak terpisahkan.
“Sejak awal kita ingin pemilih mendapat informasi yang konsisten terkait tahap pencalonan. Karena itu, ruang kandidat untuk pindah jalur ditutup. Partai politik juga tidak dibenarkan mengajukan calon di luar bakal calon yang diajukan pada tahap uji publik,” ujarnya, saat rapat koordinasi (rakor) Penyelenggaraan Pilkada antara KPU dengan KPU Provinsi di Jakarta, Rabu (14/1).
BACA JUGA: Orang Istana Ini Kangen Foto Bawah Laut
Di tempat yang sama, Komisioner KPU Juri Ardiantoro, mengatakan sejak pendaftaran bakal calon, partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi ketentuan jumlah dukungan minimal perolehan kursi 20 persen atau perolehan suara 25 persen.
Sementara bakal calon perseorangan wajib menyertakan 5 persen jumlah dukungan dari jumlah minimal yang ditetapkan undang-undang.
BACA JUGA: Honorer Pasti Gemes dengar Kabar Ini
“Kewajiban untuk memenuhi sejumlah persyaratan pada tahap pendaftaran bakal calon ini, selain untuk mendorong konsistensi juga mencegah masuknya bakal calon yang tidak serius mengikuti pemilihan,” ujarnya.
Mantan Ketua KPU DKI Jakarta ini menambahkan, untuk menjaga konsistensi partai politik atau calon perseorangan, maka pada tahap pencalonan, parpol atau gabungan parpol maupun calon perseorangan, tidak dibenarkan pindah jalur.
“Calon yang diusung partai politik pada tahap pendaftaran calon harus berasal dari bakal calon yang diusung pada tahap pendaftaran bakal calon dan telah mengikuti uji publik. Sama halnya dengan bakal calon perseorangan, tidak dapat berpindah menjadi calon dari partai politik pada tahap pencalonan,” katanya.
Jika koalisi parpol yang terbentuk pada pendaftaran bakal calon bubar menjelang pendaftaran calon, tahapan pencalonan, kata Juri, tetap dilanjutkan. Sepanjang masih ada dua orang calon yang memenuhi persyaratan dukungan.
“Beda ketika koalisi parpol bubar dan calon yang memenuhi persyaratan dukungan hanya tinggal satu orang, maka kita memberi peluang kepada parpol untuk melakukan pendaftaran ulang,” terangnya.
Terhadap partai politik yang mengajukan lebih dari satu orang bakal calon saat pendaftaran bakal calon dan mengikuti uji publik, maka ke dua bakal calon tersebut akan diberikan surat keterangan sebagai tanda telah mengikuti tahapan uji publik. Namun siapa dari para bakal calon tersebut yang akan diajukan pada tahap pendaftaran merupakan kewenangan partai politik.
“Itu domain partai politik. KPU tidak akan masuk ke dalam urusan internal partai. Yang penting calon yang diajukan parpol adalah calon yang diajukan saat pendaftaran bakal calon untuk mengikuti uji publik,” ujarnya.
Selain itu, menurut Juri, ada beberapa poin penting pada tahap pencalonan kepala daerah yang perlu diperhatikan. Antara lain, bahwa KPU juga mengatur persyaratan bakal calon. Namun persyaratan tersebut lebih ringan disbanding persyaratan menjadi calon.
Misalnya, terhadap bakal calon dari unsur PNS, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, harus membuat pernyataan bersedia mengundurkan diri.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Senayan Budi Gunawan Panen Pujian dan Pelukan
Redaktur : Tim Redaksi