“Hingga saat ini, parpol memang belum ada calon alternatif di luar SBYDisukai atau tidak, masyarakat masih menyukai SBY karena dinilai sebagai sosok negarawan yang santun berbicara dan arif dalam bertindak,” kata Firmanzah.
Selain faktor tersebut di atas, lanjut Firmanzah, posisi penting yang ditempati SBY saat ini untuk ikut bertarung dalam Pilres mendatang tidak lagi dimulai dari nol kilometer
BACA JUGA: JK Belum Tentu Capres Golkar
“Sebagai incumbent, SBY tidak lagi berada pada posisi titik nol kilometerDia juga memahami sebuah kemubaziran yang dilakukan oleh parpol tatkala yang diusung adalah para kandidat yang pernah dikalahkan SBY dalam even Pemilu 2004 lalu, seperti Wiranto dan Megawati yang saat itu diusung oleh partai besar, masing-masing Golkar dan PDIP
BACA JUGA: Kabinet Dikhawatirkan Bakal Pecah
“Hasilnya? Ya, seperti sekarang, SBY menang telakNamun dia tetap mengingatkan SBY dan Partai Demokrat untuk sesegera mungkin menggalang koalisi permanen dengan partai lain, sebelum munculnya kesadaran kolektif dari Golkar dan PDIP yang hingga kini masih menjagokan kader yang tidak sepadan dengan SBY.
Khusus untuk kader Partai Demokrat, Firmanzah menekankan agar seluruh kadernya bekerja secara ekstra untuk meraih minimal 20 persen suara rakyat pemilih
BACA JUGA: Sistem dan Politisi Buruk, Golput Mewabah
“Jika tidak bisa dicapai, maka di sinilah kekalahan awal SBY karena pintu untuk ikut Pilpres bagi SBY mulai bergerak tertutup, dan ini merupakan langkah awal kemenangan bagi partai-partai besar,” katanya.Di tempat terpisah, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto mengemukakan pendapat yang sama“Hingga hari ini, memang belum kelihatan kesadaran kolektif dari parpol besar untuk mengajukan capresnya yang dinilai pantas menandingi SBY,” ungkapnya.
"Jika kesadaran kolektif ini tak kunjung bangkit, besar kemungkinan masyarakat yang semula masih belum puas terhadap kinerja SBY dan berharap akan adanya pilihan alternatif di luar SBY, akan kembali menjatuhkan pilihannya kepada SBY," imbuh Bima.
Dia juga menilai aneh melihat perilaku elit parpol yang membuang energi dan waktu hanya untuk mengkritisi SBY dari seluruh liniSementara upaya untuk menemukan capresnya yang relevan untuk bersaing dengan SBY tidak mereka lakukan.
Demikian juga halnya dengan para capres yang mengaku-ngaku didukung oleh banyak partai, sementara mereka tidak punya partai"Mereka sibuk dan kasak-kusuk membesar-besarkan kapasitas dirinya masing-masing," imbuh Bima.
“Padahal kapasitas itu sangat relatifBisa saja capres A mengatakan dirinya memiliki kemampuan lebih dari SBY karena lebih tegas, berani melawan asing, berpihak pada wong cilik dan sebagainyaNamun yang menentukan dalam pemenangan pemilu itu bukan hanya kapasitas yang relatif itu, sebab dalam soal akseptabilitas dan elektabilitas yang diukur melalui survei ternyata masih berpihak pada SBY,” tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, kondisi dan waktu sudah sangat terbatas, sementara strategi pun mereka belum jelas serta pemanfaatan potensi juga belum tergali secara maksimalJadi, berkemungkinan akan sulit untuk menang.
Menjawab pertanyaan bagaimana kalau para capres yang kasak-kusuk itu bergabung saja dengan kubu SBY, Bima tidak sependapat“Mereka tidak perlu bergabung dengan SBY, karena debat politik dan mengkritisi itu adalah bagian penting dari sebuah proses demokrasiParpol berkewajiban mencari kandidat terbaik tentunya," katanya mengakhiri(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Dur Siapkan Gatara Jadi Parpol
Redaktur : Tim Redaksi