JAKARTA--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melansir temuan menarik tentang bagaimana partai politik menggunakan uang negara untuk operasional partaiTernyata, pos dana bantuan sosial dan pos dana hibah di APBN dan APBD kerap digunakan sebagai kedok untuk mengucurkan dana ke partainya
BACA JUGA: DPR Lanjutkan Ujian Enam Capim KPK
Menurut anggota Badan Pemeriksa Keuangan Rizal Djalil, dari satu pos saja, potensi kebocoran keuangan negara sudah sangat besar
BACA JUGA: Pedagang Curhat ke Bang Yos
''Kepala daerah incumbent yang ingin maju lagi ke pilkada biasanya menggunakan pos dana bantuan sosial dan dana hibah untuk kepentingan politiknya
Indikasinya, tutur Rizal, menjelang pemilu dan pilkada, alokasi anggaran belanja sosial dan belanja hibah di APBN/APBD membengkak
BACA JUGA: Pencalonan Neneng Dituding Labrak UU
Berbeda dengan penggunaan anggaran instansi, penggunaan pos dana bantuan sosial dan pos dana hibah memang tergantung pada keputusan kepala daerah sendiri, meski penggunaannya tetap akan dilaporkan pada auditor BPK dan BPKP.Dana yang bersumber dari APBN atau APBD tersebut jumlahnya jauh lebih besar dari subsidi untuk partai politik pemenang pemilu yang secara resmi diberikan oleh negaraFormulasinya, setiap suara yang diperoleh partai dalam pemilu legislatif dihitung sebesar Rp 108.Dengan total suara sekitar 85 juta, setiap tahun APBN mengalokasikan anggaran Rp 9,1 miliar untuk partai politik pemenang pemilu.
Berdasarkan formulasi tersebut, di tingkat nasional, hanya ada tiga partai yang mendapat jatah lebih dari satu miliar per tahun, yakni Partai Golkar, PDIP, dan Partai Demokrat"Di daerah juga berlaku formulasi yang sama, hanya nominalnya lebih kecil sehingga tidak dapat digunakan untuk operasional partai, apalagi untuk pilkada," tutur Rizal
Untuk mencegah penyalahgunaan uang negara dan menekan korupsi, Rizal mengusulkan agar partai politik tidak dibatasi dalam mencari sumber pendanaanSalah satunya melalui penghapusan pembatasan sumbangan pihak swasta pada partai politik"Ini agar parpol tidak memakai topeng, tetapi mencari ruang-ruang gelap," katanya.
Selain itu, partai diperbolehkan memiliki unit usaha, sehingga mampu mencari pendapatan di luar uang negara"Malaysia memperbolehkan partai-partai memiliki usahaSebab kalau tidak, kondisinya akan tetap seperti sekarang, memanfaatkan dana tidak resmi, seperti main komisi proyek, menggunakan dana hibah dan bantuan sosial," ujarnya.
Pendapat berbeda disampaikan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Suara untuk Rakyat (JPPR) Jerry SumampouwDia menilai subsidi negara untuk parpol justru harus dihilangkanParpol juga tidak boleh berbisnis, karena akan melanggengkan kartel politik"Sekarang ini parpol sudah mengendalikan bada usaha lewat tangan-tangan politik, kalau mereka diperbolehkan secara resmi memiliki usaha, maka legal pula parpol mengambil uang negara," terangnya(bay/dms/jpnn)
Subsidi Dana Partai Politik di APBN 2011
1Partai Demokrat Rp 2.338.771.860 (21.655.295 suara/148 kursi)
2Partai Golongan Karya Rp 1.623.401.676 (15.031.497 suara/106 kursi)
3Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rp 1.574.249.904 (14.576.388 suara/94 kursi)
4Partai Keadilan Sejahtera Rp 886.134.168 (8.204.946 suara/57 kursi)
5Partai Amanat Nasional Rp 677.533.896 (6.273.462 suara/46 kursi)
6Partai Persatuan Pembangunan Rp 598.787.856 (5.554.332 suara/38 kursi)
7Partai Kebangkitan Bangsa Rp 555.800.616 (5.146.302 suara/28 kursi)
8Partai Gerakan Indonesia Raya Rp 501.421.860 (4.642.795 suara/26 kursi)
9Partai Hati Nurani Rakyat Rp 423.966.960 (3.925.620 suara/17 suara)
Jumlah total APBN per tahun untuk parpol Rp 9.180.068.796
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingrid Santuni Korban Puting Beliung Sukabumi
Redaktur : Tim Redaksi