jpnn.com - JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI), Profesor Satya Arinanto menyindir Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang merupakan pendukung Presiden Joko Widodo. Menurutnya, penolakan KIH atas tiga hak DPR (interpelasi, angket dan menyatakan pendapat) yang saat ini ada dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) tak perlu dilakukan karena bukan produk baru.
"Tiga hak tersebut selain telah diatur dalam UUD 45, juga sudah ada dalam UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3 juga. Jadi bukan barang baru," kata Satya Arinanto, dalam Dialog Kenegaraan, "Presiden Tanpa Parlemen?", di Gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (19/11).
BACA JUGA: Politikus PAN Klaim Mayoritas Anggota Dewan Dukung Interpelasi
Kehadiran pasal tersebut dalam UU MD3 tahun 2009 terdahulu lanjut Satya, juga ditolak oleh Presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan alasan berpotensi menyandera lembaga-lembaga pemerintahan.
"Tapi partai politik yang saat ini menolak pasal tersebut ketika itu malah bersikukuh agar 3 hak itu dijahit sehingga menjadi satu-kesatuan. Saya tahu semua proses tersebut karena dulunya dimintai DPR periode 2009-2014 untuk membantu menyusunnya," ungkap Satya.
BACA JUGA: PDIP Baru Mau Serahkan Daftar Anggota untuk AKD Besok
Makanya Satya pun mengibaratkan partai-partai yang sebelumnya mendukung tapi kemudian menolah seperti syair lagu dangdut. "Kau yang memulai, kau yang mengakhiri," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA JUGA: Olly Gantikan Puan di DPR
BACA ARTIKEL LAINNYA... Munas Golkar di Riau, 1 Suara Rp 500 Juta, Sekarang Bisa Rp 700 Juta
Redaktur : Tim Redaksi