jpnn.com - JAKARTA - Oligarki politik di Indonesia meningkat tajam pascareformasi. Sejumlah partai politik terbentuk hanya dengan dibiayai orang per orang. Kondisi ini dikuatirkan bisa mengakibatkan proses demokrasi di Indonesia berjalan tidak sempurna.
"Ini suatu fenomena yang muncul di Indonesia setelah transformasi demokrasi. Di bawah tahun 1999 tidak ada parpol oligarki. Ini fenomena baru," ujar peneliti partai politik dari Australia National University (ANU), Marcus Mietzner, Senin (27/4).
BACA JUGA: Para Terpidana Mati Ingin Terus Bersama Keluarga
Ia cukup heran melihat fenomena tersebut, sebab hal seperti ini tidak pernah terjadi di negara-negara maju dengan kehidupan demokrasi yang baik.
Menurut Marcus, fenomena lahirnya parpol oligarki cenderung terjadi di negara-negara dengan sistem pendanaan parpol yang tidak berfungsi dengan baik. Contohnya seperti di Thailand, sebuah parpol didanai oleh seorang mantan Perdana Menteri.
BACA JUGA: Terbentur Izin Kemendagri, Kejagung Belum Tahan Wabup Cirebon
"Di negara maju sangat jarang. Fenomena oligarki di negara-negara yang sistem pendanaan politiknya tidak beres seperti di Thailand, itu sistem pendanaan politiknya tidak berfungsi," ujarnya.
Saat ditanya apakah peningkatan subsidi bagi parpol dapat menghilangkan kehadiran parpol oligarki atau korupsi, Marcus mengatakan tidak praktis demikian.
BACA JUGA: Hakim Agung Gayus tak Masalah KY Terlibat di Seleksi Hakim
Apalagi merupakan hak azasi setiap orang untuk berdemokrasi, termasuk mendirikan parpol. Menurutnya, langkah yang paling tepat hanya dengan menyusun Undang-Undang tentang Partai Politik sesuai kebutuhan demokrasi.
"Misalnya bisa diciptakan ada pembatasan sumbangan dari anggota parpol, bagi parpol. Atau membatasi pengeluaran. Karena harus diakui, sulit membatasi oligarki parpol. Karena terkait hak azasi manusia," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dihantam 6 Kasus, Denny Indrayana: Sudah ya, Makasih...
Redaktur : Tim Redaksi