jpnn.com, MEDAN - Tim pemenangan pasangan calon wali kota Medan Akhyar Nasution-Salman Alfarisi resmi mendaftarkan gugatan perselisihan hasil pemilihan Wali Kota Medan 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Informasi yang diterima menyebut permohonan secara online tercatat dengan nomor : 174/PAN.ONLINE/2020 dengan pemohon Ir H Akhyar Nasution MSi - H Salman Alfarisi Lc MA dan Juneddi TM Tampubolon SH selaku kuasa pemohon.
BACA JUGA: Oknum Polisi Ini Ditetapkan Jadi Tersangka, Kasusnya Bikin Malu Polri
Ketua Tim Pemenangan Akhyar-Salman, Ibrahim Tarigan turut membenarkan pengajuan gugatan ini ke MK.
"Ya adanya temuan penggelembungan suara itu, banyak (warga) yang tidak dapat C6, dugaan money politic. Kami kan melihat bukan dari sisi jumlah selisih suara, proses itu yang membuat selisih suara itu terganggu. Kalau hitung hitungan, sebetulnya kami pemenangnya," ujar Ibrahim dalam keterangannya yang diterima, Senin (21/12).
BACA JUGA: Pasutri Jadi Pemenang di Pilkada Serentak 2020, Suami Jadi Wali Kota, Istri Terpilih Sebagai Wagub
Ibrahim lebih lanjut mengatakan, gugatan juga dilayangkan karena kecurigaan tim adanya dugaan mobilisasi warga.
"Masuknya suara suara itu kan kami curiga, kok orang Tuntungan masuk ke Belawan, orang Marelan ke Belawan, ya kan. Kalau nengok perjalanannya, berapa kali nyucuk dia, itu dia. Kami kan (hanya ingin) menegakkan kebenaran dan keadilan," katanya.
BACA JUGA: Qodari Menilai Hasil Pilkada Kota Medan Tidak Akan Diwarnai Gugatan ke MK, Begini Alasannya
Pandangan senada dikemukakan juru bicara tim Pemenangan Akhyar-Salman, Gelmok Samosir.
Ia bahkan berharap majelis hakim MK agar mengabulkan gugatan mereka mengenai pemungutan suara ulang (PSU).
"Kepada hakim konstitusi kami meminta agar membatalkan hasil rekapitulasi KPU Medan pada 15 Desember kemarin dan meminta dilakukannya PSU (pemungutan suara ulang) di 15 kecamatan. Antara lain Medan Kota, Medan Helvetia, Medan Sunggal, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Tuntungan," katanya.
Menurut Gelmock, pada rapat pleno KPU, pihaknya sudah meminta agar TPS dibuka kembali, terutama untuk TPS di Medan Belawan yang diduga DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) mencolok.
"Nah di mana catatan model C1, catatan khusus, di situ dari 8 TPS, ada 1 TPS yang diambil sampel, karena diminta saksi kami supaya dibuka. Ternyata, hasilnya ditemukan pemilih yang bukan penduduk Belawan, maka kami menduga ada dugaan mobilisasi massa dari ke kecamatan lain atau penduduk (daerah) tetangga untuk memilih paslon tertentu, sehingga menyebabkan kerugian bagi paslon 01," katanya.
Menurut Gelmock, selisih yang terjadi adalah hasil dari dugaan pelanggaran pelanggaran norma dan lainnya yang terkait dengan pilkada, sehingga tidak fair dan tidak jujur.
"Itu yang kami buka di samping C6 yang oleh penyelenggara di beberapa kecamatan atau kelurahan, ada yang tidak dibagi ke masyarakat yang diduga pendukung 01, sehingga tidak memilih," katanya lagi.
Gelmok juga menerangkan, setidaknya ada delapan bukti bukti yang diajukan ke MK dan nanti ditambahkan di dalam persidangan.
BACA JUGA: Pensiunan PNS Ini Bernasib Malang, Anak Tak Jadi Guru Honorer, Uang Rp140 Juta Melayang
"Intinya kami melakukan gugatan ini, bahwa kami tidak mau berhenti hanya di KPU saja. Masih ada sarana yang tertinggi, yaitu Mahkamah Konstitusi, ya kami gunakan sarana itu. Kan disediakan pemerintah, disediakan negara sebagai sarana untuk mencari keadilan," kata Gelmock.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang