Pasar Glodok Nasibmu Kini, Hidup Segan Mati Enggan

Senin, 09 Oktober 2017 – 15:24 WIB
Ilustrasi Pasar Glodok. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pasar Glodok, Jakarta, memiliki sejarah sangat panjang sebagai salah satu pusat perdagangan di ibu kota.

Pasar tersebut sudah berrdiri sejak 1740-an. Namun, pesona Glodok makin terkikis

BACA JUGA: Holding BUMN Pertambangan Rampung November

Saat ini, gedung enam lantai itu didominasi kios-kios yang sudah ditinggal pemiliknya.

Dari total 1.880 kios di Pasar Glodok, hanya sekitar 560 yang bertuan.

BACA JUGA: RI-Turki Dorong Kerja Sama Pengembangan Energi Panas Bumi

Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 70 persen yang aktif.

Itu pun masih ada kios yang tidak buka setiap hari. Kadang buka kadang tutup.

BACA JUGA: 10 Tahun, Investasi Bodong Raup Rp 105 Triliun

Kebanyakan kios yang buka hanya berada di sekitar pusat gedung area kanan-kiri eskalator.

Begitu menyusuri lorong pasar lebih dalam, puluhan kios tampak tertutup rapat.

Pengunjung yang datang rata-rata hanya berkeliling di area lantai satu dan dua.

Memang di dua lantai tersebut sebagian kios masih aktif berjualan setiap harinya. Lantai satu didominasi para pedagang elektronik.

Sedangkan lantai dua diramaikan pedagang alat-alat kesehatan.

”Dalam sehari dapat lima pembeli saja sudah lumayan. Biasanya cuma satu atau dua,” ujar Enni Tedja (32), salah seorang pedagang toko elektronik di lantai satu sebagaimana dilansir Jawa Pos, Senin (9/10).

Masih cukup beruntung bagi pedagang yang memiliki lokasi kios strategis, khususnya di lantai satu dan dua.

Sebab, beberapa kios yang menghuni lantai dua dan seterusnya lebih jarang didatangi pengunjung. Dilirik saja tidak, apalagi dibeli.

Bahkan, salah satu kios yang terletak di lantai empat dan lokasinya sedikit masuk ke dalam sudah hampir sepekan tak didatangi pembeli.

”Ini sudah seminggu pemandangannya begini. Tidak ada satu pun orang yang lewat,” ujar Pram (40), pemilik toko servis dan aksesori komputer.

Omzet pedagang pun jeblok, khususnya dua sampai tiga tahun terakhir.

”Kalau dihitung, ya bisa 30–50 persen turunnya dibanding zaman masih lumayan ramai dulu. Misalnya yang sebelumnya omzet bisa sampai 100 jutaan per bulan, sekarang paling hanya 50 jutaan,” ujar Aseng (42), pemilik toko aksesori gadget di lantai satu.

Jawa Pos mewawancarai beberapa pengunjung yang berkeliling di Pasar Glodok. Sebagian dari mereka memang merupakan langganan toko tertentu.

Ada juga calon pembeli yang sengaja datang karena menganggap barang yang dijual di sana cukup murah.

Misalnya, Grace (32), salah seorang pengunjung Pasar Glodok yang saat ditemui menenteng sebuah ampli speaker dan mic wireless.

”Mau servis. Dulu belinya di sini, jadi kalau ada kerusakan selalu mampir ke sini,” ujar Grace.

Ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Kemayoran tersebut mengaku tak mau ribet dalam urusan membeli atau memperbaiki alat elektronik.

”Banyak sih kalau mau beli di online, tapi kalau barang-barang kayak gini kalau tidak lihat langsung kurang percaya. Apalagi kalau ada kerusakan gini kan enak kalau sudah langganan,” ujarnya.

Jawa Pos sengaja tidak hanya sehari mengunjungi Pasar Glodok.

Pada kunjungan berikutnya, Jawa Pos mencoba datang di akhir pekan untuk melihat apakah ada peningkatan intensitas pengunjung di pasar yang terletak di Jalan Pancoran tersebut.

Namun, ternyata pemandangan tak jauh berbeda. Pada hari-hari libur yang seharusnya pusat perbelanjaan ramai diserbu pengunjung, aktivitas di Pasar Glodok tak berubah signifikan.

Parkiran mobil sebanyak empat lantai pun lengang. Sebagian besar milik para pemilik kios. Bukan pengunjung.

Hendi (45), salah seorang pengunjung Pasar Glodok hari itu, datang untuk mencari handy talky atau HT.

Pria yang berprofesi sebagai petugas keamanan tersebut mengaku sengaja datang ke Pasar Glodok.

Sebab, menurut rekomendasi yang dia terima, barang yang dijual di Pasar Glodok lebih murah dibanding harga pasaran.

”Memang murah sih, tapi ini belum nemu yang cocok. Sudah keliling dua lantai tidak ada yang cocok. Mungkin belum jadi beli,” ujarnya.

Harga yang murah barangkali menjadi satu-satunya daya tawar yang dimiliki Pasar Glodok saat ini.

Sebagai pasar lama yang mayoritas pedagangnya merupakan pemain lama, barang-barang elektronik yang dijual di Pasar Glodok umumnya merupakan barang tangan pertama yang didatangkan dari Tiongkok.

”Saya langganan di sini untuk beli PlayStation, aksesori, dan kaset game untuk rental di rumah. Kebanyakan memang murah, apalagi banyak juga barang tiruan alias bajakan yang masih beredar,” ujar Rio (bukan nama asli), salah seorang pelanggan toko game di Pasar Glodok. (agfi sagittian/c17/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Program Pertanian Mulai Berhasil Wujudkan Swasembada Pangan


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler