jpnn.com, MOSKOW - Kabar baik bagi pengusaha maupun pelaku UKM bidang makanan dan minuman (mamin) di Indonesia. Sebab, pasar Rusia menyimpan potensi dan peluang yang cukup besar. Permintaan produk-produk mamin asal tanah air tumbuh pesat di negeri Vladimir Putin tersebut. Berikut laporan wartawan Jawa Pos Bayu Putra dari Moskow.
Nah, pintu masuk produk Indonesia ternyata bukan lewat Moskow, melainkan kawasan timur Rusia. Tepatnya Kota Vladivostok. Dubes RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus M. Wahid Supriyadi menyebutkan bahwa peluang besar ekspor Indonesia ke Rusia ada pada makanan. ''Misalnya, makanan kaleng. Kita sudah menerima banyak permintaan di Vladivostok,'' terangnya saat ditemui Jawa Pos dan sejumlah wartawan di Moskow pada Minggu malam (9/12) waktu setempat.
Termasuk buah-buahan kemasan kaleng, teh, dan kopi. Bahkan, ada satu importer yang hanya meminta satu jenis kopi instan dari satu merek, yakni Good Day jenis 3 in 1. Ekspor makanan lain pun punya peluang besar. ''Karena makanan di sini (rata-rata) plain (polos),'' ungkap Wahid.
Salah satu contoh kecil adalah bir Bali Hai yang masuk Vladivostok sejak Februari lalu. Wahid menyatakan baru saja kembali dari kunjungan tiga hari ke Vladivostok, 5-7 Desember lalu. Selama 10 bulan terakhir, makin banyak toko ritel di kota tersebut yang menjual bir Bali Hai.
Menurut Direktur Jenderal Trade Group Valentin Ushakov, importer bir Bali Hai, peluang pasar minuman sejenis asal Indonesia masih sangat besar. Sejak Februari lalu, pihaknya mengimpor 30 kontainer bir Bali Hai senilai USD 400 ribu-USD 450 ribu. ''Untuk 2019, kami berencana impor sekitar 100 kontainer,'' jelasnya.
Pasar Trade Group, lanjutnya, bukan hanya kawasan timur Rusia. Pihaknya juga mengirimkan barang sampai ke Moskow. Dia pula yang hendak mengimpor produk kopi instan asal Indonesia. Selain itu, Ushakov ingin mengimpor produk minyak goreng.
Wahid menuturkan, memasukkan produk Indonesia via Vladivostok lebih efektif. Sebab, pengiriman lewat jalur laut hanya memakan waktu 16 hari. Pasar Rusia mencakup lebih dari 140 juta penduduk. Ditambah lagi, Indonesia berpeluang masuk ke negara-negara anggota Euroasian Economic Union yang bekas pecahan Uni Soviet. Yaitu, Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, dan Kirgistan. Total pangsa pasarnya mencapai 180 juta penduduk.
Saat ini, dalam mengekspor barang ke Rusia, Indonesia memang masih dikenai pajak 18 persen. ''Tapi, kalau sudah tanda tangan kerja sama dengan Euroasian itu, bea masuk kita bisa 0 persen,'' ungkap pria asal Kebumen tersebut. Saat ini di ASEAN baru Vietnam yang menandatangani kerja sama dengan Euroasian Economic Union.
Menurut Wahid, yang lebih penting saat ini adalah mengubah pola pikir masyarakat Indonesia, terutama pelaku usaha, terhadap Rusia. ''Karena masih obsesif dengan Soviet,'' kata Wahid. Rusia saat ini sudah berbeda dengan era Uni Soviet. Sebagai gambaran, perempuan bisa berjalan kaki sendirian pada malam hari tanpa perlu takut diganggu.
Di luar ekspor, Wahid sedang mendorong para pengusaha Indonesia membuka pabrik di Rusia. Khususnya pabrik makanan berbahan dasar gandum. Rusia, sebut Wahid, merupakan produsen gandum terbesar dunia. Pada 2017, produksinya mencapai 135 juta ton selama setahun.
Tidak jarang, gandum yang tidak terserap akhirnya dibuang. ''Saya sudah coba mendekati Indomie (Indofood) dan lainnya karena Korea Selatan sudah membuka pabrik di sini,'' ujarnya.
Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat bila Indonesia membuka pabrik di Rusia. Yang utama, tentu saja Indonesia tidak perlu mengekspor mi instan ke Rusia. Biaya ekspor mi instan cukup mahal. Kedua, Indonesia akan lebih mudah masuk pasar Euroasian Economic Union. (*/c14/oki)
BACA JUGA: Jokowi: Negara Kita Punya Problem Besar
BACA ARTIKEL LAINNYA... Genjot Ekspor, Kementan Terbukti Perhatikan Nasib Petani
Redaktur : Tim Redaksi