jpnn.com, PADANG - Seorang anak berusia 12 tahun di Kota Padang mengalami masalah penglihatan setelah melakukan pengobatan mata di Puskesmas Ulak Karang, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Hal ini diduga karena tenaga kesehatan (nakes) salah memberikan obat kepada pasien.
BACA JUGA: Viral Nakes Diduga Suntikkan Vaksin Kosong kepada Siswa, Polisi Turun Tangan
Informasi yang diperoleh JPNN.com, kejadian berawal saat A mendatangi Puskesmas Ulak Karang bersama orang tua untuk berobat, lalu diberikan obat tetes bermerek DECO.
Namun gatal dan gejala lainnya yang diderita A tak kunjung sembuh setelah pemakaian tiga hari.
BACA JUGA: Reaksi Edy Rahmayadi Soal Nakes Diduga Suntikkan Vaksin Kosong ke Siswa
Merasa ganjil, orang tua korban mendatangi salah satu apotek di Kota Padang, berniat membeli obat yang lebih baik, ternyata obat apotek yang diberikan pihak puskesmas adalah obat sakit telinga.
Advokat LBH Padang Alfi Syukri mengatakan, orang tua korban sudah mendatangi puskesmas kembali, nakes mengakui kesalahannya dan menganti obatnya dengan yang benar.
BACA JUGA: Rekrutmen PPPK 2022: Honorer K2 Nakes Mengajukan Permintaan, Serius
Sehari kemudian, gejala yang ditunjukkan pada korban tidak berkurang sama sekali.
“Akhirnya pihak korban kembali memberitahu pihak puskesmas dan ia diberi rujukan ke Rumah Sakit Hermina, Padang,” katanya kepada JPNN.com saat Konferansi Pers, Rabu (16/2).
Alfi juga menjelaskan, RS Hermina mendiagnosa korban menderita penyakit keratitis epitelial os.
A harus menjalankan perawatan intensif dan melakukan tindakan terapi Floxa ed, herviss eo dan cenfresh ed sejak 6 April hingga 18 Mei 2021 disana.
"Melihat keadaan tak kunjung membaik pihak RS Hermina kembali merujuk korban ke rumah sakit khusus mata, Padang Eye Center," ujar alfi.
Korban dirawat sejak tanggal 20 Mei hingga 2 September 2021, di mana biaya pengobatan sepenuhnya ditanggung oleh pihak puskesmas.
Alfi melanjutkan, orang tua korban kembali meminta agar anaknya ditangani oleh pihak yang lebih profesional di RSUP M Djamil, tetapi pihak puskesmas tidak memenuhi permintaan tersebut.
"Karena tidak disetujui pihak puskesmas, terpaksa pengobatan A dihentikan," tutur Alfi.
Kini, A tidak bisa bersekolah dan masih mengalami karena mengalami masalah penglihatan dan menderita tekanan secara psikis.
"Kami sudah melaporkan kasus tersebut ke Ombudsman Perwakilan Sumbar," ungkapnya.
Dari hasil pengaduan itu, orang tua korban sudah melakukan komunikasi dengan pihak yang bersangkutan, tetapi tidak tercapai kesapakatan.
Pihak puskesmas tidak mau bertanggung jawab secara penuh pada pengobatan korban.
Kemudian, orang tua korban, juga telah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Padang. LBH pun mendesak kasus ini segera dinaikkan statusnya ke proses penyidikan.
Alfi berpandangan, pihak Puskesmas diduga melanggar Pasal 84, ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun.
Selain itu, juga melanggar Pasal 360 ayat (1) KUHP yang menyebut barang siapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat dengan ancaman lima tahun kurungan.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Ulak Karang, dr Celsia Krisa Darsun menyebut pihaknya sudah menjalankan proses pengobatan dengan prosuder yang sesuai.
Akhir September pihak orang tua memutuskan untuk tidak mau lagi melakukan pengobatan kepada anaknya, sehingga pengobatan terpaksa dihentikan.
“Kami tidak mempersulit pihak korban untuk dirujuk ke rumah sakit lain, cuma untuk merujuk harus dengan keputusan dokter yang merawat, karena tidak ada rujukan dokter ya tidak bisa,” katanya
Kemudian, Celsia mengkonfirmasi pihak puskesmas belum terbukti bahwa obat tersebut benar dari pihaknya.
Pihaknya masih melakukan klarifikasi kepada apotek apakah ada kesesuaian nomor batch dan kode pasien.
“Ada bisa jadi memang kesalahan dari kita, tetapi belum bisa dipastikan,” jelasnya.
Ia meneruskan, juga ada kemungkinan obat tersebut tidak berasal dari Puskesmas Ulak Karang.
“Sebenernya, susah obat dari puskesmas itu selalu cek and recek, dan ada kemungkinan yang banyak. siapa yang ngasih obatnya, bisa jadi dari puskesmas lain dan toko obat,” katanya.
Ia menyayangkan tiba-tiba pihak keluarga menghentikan proses pengobatan, meskipun sudah hampir selesai. (Mcr33/JPNN)
Redaktur : Adil
Reporter : Fachri Hamzah