jpnn.com, TANGSEL - Universitas Terbuka (UT) punya cara jitu menangkal penyebaran hoaks di media sosial, yang diperkirakan makin marak mendekati pemilu 2019.
Dengan menggunakan 300 ribu mahasiswanya baik di seluruh Indonesia maupun 36 negara, UT memberikan edukasi masyarakat untuk menyebarkan informasi yang benar lewat media daring.
BACA JUGA: Masih Ada Kendala Pendidikan Daring di Wilayah 3T
Dekan Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP) UT Sofjan Aripin mengungkapkan, seluruh mahasiswanya relatif lebih paham tentang penggunaan teknologi dalam penyebaran informasi. Walaupun setiap mahasiswa punya pilihan politik masing-masing, tapi ketika berbicara di medsos semuanya bersifat edukasi.
"Alhamdulillah mahasiswa UT bisa menetralisir dan membantu pemerintah dalam menangkal penyebaran informasi hoaks di medsos. Tidak hanya di Indonesia, mahasiswa kami di 36 negara juga berpartisipasi aktif meluruskan informasi yang tidak jelas sumber kebenarannya," terang Sofjan di sela-sela seminar internasional Open Society Conference 2018 yang digelar FHISIP UT, Kamis (15/11).
BACA JUGA: Fahri: SBY dan Amien Rais Jangkar Penting Buat Prabowo
Mahasiswa UT yang latar belakangnya didominasi pekerja, lanjutnya, memberikan keuntungan tersendiri. Pemikiran mereka lebih konstruktif sehingga bisa mengedukasi masyarakat menghadapi pesta demokrasi akbar pada April 2019.
Walaupun bisa menguji dua pasangan capres cawapres dalam debat visi misinya di kampus, perguruan tinggi negeri (PTN) ini memilih sikap netral. Tidak masuk ke kiri maupun kanan.
BACA JUGA: Megawati Kasihan Sama Prabowo
Senada itu Rektor UT Prof Ojat Darojat menegaskan, kampusnya netral dan tidak mau terlibat dalam politik praktis. Ini sesuai arahan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir.
"Makanya ada seminar internasional ini agar bisa mendapatkan gagasan dan pemikiran tentang upaya melihat tantangan sosial dan politik di era industri 4.0, yang masuk di dalamnya menghadapi penyebaran informasi jelang Pemilu 2019," tuturnya.
Dalam seminar internasional tersebut menghadirkan pembicara Peter Carey dari Oxford University, Prof Lim Lee Ching dari Singapore University of Social Science, Dr Robertus Robet dari Universitas Negeri Jakarta, dan Rahmat Budiman PhD dari UT. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perang Diksi dan Kebisingan Tak Substantif
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad