jpnn.com - JAKARTA - Dibatalkannya Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Senin (23/12) dianggap sebagai bencana peradilan kedua setelah penangkapan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Bahkan, menurut pengamat hukum tata negara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ismail Hasan, dengan putusan PTUN ini Patrialis Akbar dan Maria Farida tidak lagi memiliki legitimasi menjadi hakim MK.
BACA JUGA: Pengumuman CPNS Bisa Dilihat di Website Instansi yang Dilamar
"Dampaknya memang amat serius pembatalan Keprres ini, karena menyatu dengan SK Maria Farida, sekalipun dalam gugatan itu Maria tidak disoal, dengan sendirinya mereka batal menjadi hakim konstitusi," kata Ismail menjawab JPNN.com, Selasa (24/12).
Diakuinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang masih punya kesempatan melakukan banding, termasuk Patrialis sendiri. Namun secara etika politik dan moral, baik Patrialis maupun Maria tidak lagi punya legitimasi jadi hakim konstitusi.
BACA JUGA: Umumkan CPNS 2013, Website Susah Diakses
"Patrialis dan Maria tidak lagi punya legitimasi kokoh untuk jadi hakim konstitusi. Ini lebih pelik. Kalau kemudian presiden melakukan penerbitan ulang Keppres secara transparan, itu juga akan bertabrakan dengan Perppu MK yang sudah disahkan jadi Undang-undang," jelasnya.
Atas semua persoalan tersebut, Ismail Hasan menilai ada persoalan lebih serius yang dihadapi bangsa kalau-kalau SK kedua hakim tersebut dinyatakan batal dan tidak lagi menjadi hakim konstitusi. Sebab, akan terjadi kekosongan hakim konstitusi.
BACA JUGA: 20 Persen Kuota CPNS Tidak Terserap
Karena itu, Ismail menyarankan agar lembaga-lembaga tinggi negara mencari terobosan politik baru dan mendiskusikan potensi-potensi yang akan muncul akibat pembatalan Keppres ini.
"Bisa jadi solusinya yang seolah-olah melegasikan putusan ini, agar tidak terjadi kekosongan, karena tidak mungkin MK kerja dengan 5 orang hakim, karena harus ada 9 hakim pleno," tegasnya.
Terkait tidak adanya aturan peralihan di Perppu MK yang sudah disahkan menjadi UU, Ismail menilai tidak jadi soal karena Perppu tersebut tidak berlaku surut. Hanya saja dia menekankan bila Presiden melakukan melakukan rekuitmen hakim, maka harus mengacu pada UU MK yang baru.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Akil, KPK Periksa Sekjen MK
Redaktur : Tim Redaksi