PB PGRI Tegas Menolak Siswa Masuk Sekolah saat COVID-19 Belum Sirna

Kamis, 28 Mei 2020 – 08:15 WIB
Siswa SDIT Almaka, Kalideres, Jakarta Barat. Ilustrasi Foto: dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara menyatakan menolak jika siswa harus kembali bersekolah saat pendemi COVID-19 belum benar-benar sirna.

Diketahui, sejumlah pihak sudah menyatakan menolak jika anak masuk sekolah dalam waktu dekat, antara lain Kemen PPPA, Kemenkes, KPAI, Forum Orang Tua Siswa Bandung, serta para guru.

BACA JUGA: Kritik Keras Politikus PKS soal New Normal, Ada 5 Catatan

Bisa dibayangkan misal SMKN 6 Bandung dengan jumlah siswa 2300 harus masuk sekolah di masa pandemi.

Bila dilakukan shift pun tetap tidak bisa lepas dari kepadatan, kerumunan siswa.

BACA JUGA: New Normal, Ketum GP Ansor: Saya Harus Katakan dengan Sedih Hati

"Jangan sampai masuk sekolah justru menjadikan sekolah sebagai klaster baru, media pemaparan Covid-19 pada anak didik," ujar Dudung kepada JPNN.com, Kamis (28/5).

Terlebih lagi, saat ini adalah masa ketika sebagian masyarakat kembali dari kampung, usai mudik lebaran.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Isu PKI Muncul Lagi, TNI dan Polri Dikerahkan di 25 Kota, New Normal

Sudah muncul kekhawatiran usai lebaran bakal ada peningkatan penyebaran wabah virus corona.

Maka, jika siswa harus kembali bersekolah dalam waktu dekat ini, maka potensi terpapar COVID-19 semakin besar.

"Sebagai guru, orang tua siswa, penyambung aspirasi guru dan pemerhati pendidikan, saya tetap berkesimpulan memudikkan anak ke sekolah saat wabah masih belum selesai adalah spekulasi. Bila orang dewasa disarankan kembali produktif, bekerja dan beraktivitas dengan tetap menggunakan prosedur protokeler kesehatan, tidaklah mengapa," tuturnya.

Orang dewasa, lanjut Dudung, punya tanggung jawab mencari nafkah dan punya pemahaman yang baik dalam menjaga kesehatan.

Anak didik, tentu tak secerdas orang dewasa. Namanya juga anak.

Dia memaparkan, di saat wabah belum usai maka rumah tetap sebagai benteng pertahanan anak.

Ada pepatah esktrim yang mengatakan bila sebuah bangsa generasi mudanya binasa, siapa yang akan melanjutkan? Nilai anak adalah nilai masa depan bangsa.

"Buat anak sebagai calon penerus bangsa, jangan spekulasi. Harus hati-hati dan dihitung cermat berdasarkan data keamanan yang tidak debatable. Anak bukan objek percobaan, melainkan subjek yang harus dilindungi," tegasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler