jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima kedatangan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (11/2). Kedatangan Retno ke PBNU untuk melakukan silahturahmi dan membahas wacana pemulangan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi kombatan ISIS dan kini berada di Suriah.
"Yang kami bicarakan tadi selama satu jam fokus pada pertama, pemulangan WNI yang masih ada di camp pengungsi ISIS yang ada di Suriah. Ibu menteri minta masukan kepada PBNU, selama ini pemerintah belum berpendapat (tentang wacana itu). Kami sharing pendapat," kata Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj usai bertemu Menlu di gedung PBNU di Jakarta.
BACA JUGA: Begini Pandangan Guru Besar UI soal Status Kewarganegaraan Anggota ISIS
Mengenai wacana pemulangan WNI eks ISIS, Said menegaskan PBNU menolak tegas pemulangan mereka yang pernah bergabung dengan ISIS.
Mestinya, kata Said, tidak ada wacana pemulangan 600 orang yang dapat mengganggu ketenangan 260 juta orang Indonesia.
BACA JUGA: Sikap Tegas Politikus PKS Terhadap Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS
Tidak hanya itu, kata Said, para WNI tersebut juga sudah menganggap ISIS sebagai negara. Artinya, mereka telah membuang kewarganegaraan Indonesia saat bergabung dengan kelompok tersebut.
"ISIS ideologinya jelas bertentangan dengan Pancasila. Siapapun, bukan hanya ISIS, kelompok manapun yang menolak Pancasila silakan hengkang dari NKRI. Itu yang paling mendasar," kata Said.
BACA JUGA: Kisah Tuti, Penderita Kanker Stadium Empat: Wajib Mengonsumsi Morfin Sebelum Beraktivitas
Menurut Retno, saat ini pemerintah akan mendata terlebih dahulu WNI yang pernah bergabung dengan ISIS itu. Menurut dia, jumlah 600 yang sering disebut-sebut itu berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Ini perlu diverifikasi," ujarnya.
Selain membahas soal eks kombatan ISIS, PBNU dan Menlu juga membahas perjuangan kemerdekaan Palestina. Kata Retno, sikap Indonesia jelas yakni secara konsisten akan terus menyuarakan, mendukung perjuangan bangsa Palestina. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan