PBNU-PKB Memanas, Pengamat: Lebih Karena Alasan Politis

Minggu, 28 Juli 2024 – 21:02 WIB
Bendera PKB. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan membentuk tim untuk mengkaji hubungannya dengan PKB.

Langkah ini dinilai sebagai manuver elite PBNU yang merasa ditinggalkan PKB.

BACA JUGA: Dapat Rekomendasi dari PKB, Yoyok Sukawi Makin Mantap Maju Pilwakot Semarang

“Kalau melihat paparan hasil pleno PBNU, tidak ada alasan objektif untuk mempersoalkan hubungan NU dengan PKB. Apa yang disampaikan oleh PBNU lebih ke alasan subjektif-politis karena merasa elitenya tidak dihiraukan oleh PKB,” ujar Pengamat Komunikasi Politik Universitas Multimedia Nusantara, Ambang Priyonggo, Minggu (28/7/2024).

Ambang menjelaskan ada lima alasan yang dijadikan oleh PBNU untuk melakukan kajian hubungannya dengan PKB.

BACA JUGA: Gus Imin Sebut PKB Bukan Untuk NU Pribadi, tetapi buat Bangsa Indonesia

Kelima alasan itu di antaranya PKB semakin jarang berkonsultasi dengan PBNU, PKB tidak mempertimbangkan kader NU dalam Pilkada, PKB lebih berorintasi pada kekuasaan, PKB makin tergantung pada Muhaimin Iskandar serta pernyataan elite PKB makin menyerang PBNU.

“Kalau dilihat alasan-alasan itu sepertinya tidak ada kaitannya dengan kepentingan nahdliyin secara langsung. Alasan yang disampaikan lebih karena elit PBNU merasa kecewa karena merasa tidak di-orangkan oleh elit PKB,” kata Ambang.

BACA JUGA: Soal PBNU Bakal Bentuk Pansus untuk Kembalikan PKB ke NU, PCNU Kota Tangsel Merespons Begini

Ambang mengatakan sebenarnya tidak ada masalah krusial dalam hubungan PKB dan NU. Sejauh ini PKB menunjukkan komitmen kuat untuk memperjuangkan kepentingan Nahdliyin dalam konstelasi politik nasional.

Dia mencontohkan PKB konsisten mendorong UU Pesantren maupun Dana Abadi Pesantren dalam proses legislasi maupun anggaran.

“Hampir 75 persen calon anggota legislatif PKB dalam Pemilu 2024 merupakan kader-kader NU. Jadi, kalau dibilang PKB tercerabut dari akar/tradisi NU hal itu pasti alasan yang dicari-cari,” katanya.

Pengurus dan kader PKB, lanjut Ambang juga relatif tidak bermasalah dengan mayoritas pesantren serta ulama yang menjadi tulang punggung kekuatan Nahdliyin. Bahkan jika ditelisik lebih dalam komitmen anggota legislatif maupun eksekutif dari PKB untuk ngopeni basis-basis NU di daerah masih sangat kuat.

“Artinya gejolak hubungan PKB dan PBNU ini hanya di level elit di mana banyak pengurus besar NU yang merasa tidak dihiraulkan oleh PKB. Sementara di bawah hampir tidak ada gejolak antara PKB dan Nahdliyin,” katanya.

Ambang menilai meruncingnya hubungan PKB dan PBNU lebih karena perbedaan aspirasi politik kelompok KH Yahya Staquf dengan PKB.

Perbedaan itu misalnya terlihat dalam Pemilu 2024, pernyataan bahwa PKB bukan representasi NU, hingga pernyataan warga NU tidak wajib memilih PKB.

“Jadi, sekali lagi ini murni persoalan politis karena secara objektif hubungan historis, teologis, hingga hubungan kepentingan PKB dan NU sebenarnya tidak masalah,” katanya.

Pria lulusan Westminster University ini juga menyoroti pernyataan KH Yahya Staquf yang menduga jika Pansus Haji merupakan bagian dari upaya PKB menjatuhkan adiknya Yaqut Choumas yang menjabat Menteri Agama.

Menurut dia, pernyataan meskipun bersifat analisis dan dugaan tidak seyogyanya dikeluarkan Ketum PBNU karena menyiratkan membawa institusi ke urusan pribadi.

“Jadi, jangan-jangan Pansus PKB oleh PBNU ini merupakan jawaban politis Gus Yahya atas adanya Pansus Haji yang disepakati oleh mayoritas fraksi DPR. Kalau itu benar kan berarti Gus Yahya membawa institusi PBNU untuk bargaining dengan PKB sebagai salah satu fraksi yang mendukung Pansus Haji. Tentu ini disayangkan dan merupakan kemunduran dari PBNU yang akhir-akhir ini disorot dengan urusan tambang dan politik praktis saat Pemilu,” pungkas Ambang.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
PKB   PBNU   pengamat   politis  

Terpopuler