jpnn.com, JAKARTA - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani sama-sama mengecam dugaan aksi kekerasan terhadap wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik pada acara Malam Munajat 212 di Silang Monas, Kamis (21/2) malam.
Hasto dan Muzani secara terpisah menyampaikan kecaman tersebut secara terpisah. Hasto menyampaikan kecaman tersebut di sela-sela Safari Kebangsaan VIII PDIP di Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/2). Sedangkan Ahmad Muzani menyampaikan kecaman yang sama saat kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
BACA JUGA: Kapitra Ampera: Munajat 212 Bukan Ibadah, Tetapi Kampanye
Menurut Hasto, kekerasan kepada insan pers tersebut tidak dibenarkan. "Apa pun kekerasan tidak boleh dibenarkan apalagi terhadap insan pers yang sedang meliput, itu sama sekali tidak dibenarkan," kata Hasto.
Hasto menilai terduga pelaku kekerasan kepada wartawan tidak memahami kekuatan pers dalam menjaga kualitas demokrasi.
BACA JUGA: Dipersekusi saat Liput Munajat 212, Wartawan Lapor ke Polisi
Dia berpendapat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja selalu merespons suara dari kalangan pers. Dia mencontohkan salah satunya adalah pembatalan remisi Susrama yang membunuh seorang wartawan di Bali.
"Pak Jokowi sangat merespons ketika ada remisi atas kasus pembunuhan wartawan hingga akhirnya remisi itu dibatalkan," kata Hasto yang juga sekretaris Tim Kampanye Nasional Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin atau TKN Jokowi - Kiai Ma’ruf.
BACA JUGA: Indonesia Harus Bangga Punya Masjid Terbesar di Asia Tenggara
Sementara Muzani yang juga Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi menyatakan tidak terima dengan aksi intimidasi kepada wartawan.
"Tindakan kekerasan terhadap wartawan ialah tindakan yang tidak benar," kata Muzani ditemui di Gedung DPR, Jumat (22/2/2019).
Dia berharap, semua pihak menghormati profesi wartawan. Terlebih, undang-undang menjamin wartawan mencari bahan pemberitaan.
"Saya tetap konsisten profesi wartawan itu adalah profesi yang pada posisi tengah. Jadi, kegiatan apapun harus menghormati profesi (wartawan)," ungkap dia.
Muzani menyebut, Indonesia perlu membentuk lembaga khusus melindungi tugas wartawan mencari bahan pemberitaan. Mengutip data dunia, tidak sedikit wartawan yang menjadi korban intimidasi.
"Kami punya data dunia, betapa banyaknya wartawan di dunia selalu menjadi korban dari yang begini-begini (tindak intimidasi). Ada ketidakpuasan iya, tetapi bukan melawan wartawan," pungkasnya.
Acara Malam Munajat 212 dinodai aksi intimidasi wartawan yang diduga dilakukan oleh massa yang mengenakan baju putih-putih bertuliskan LPI.
Intimidasi bermula ketika awak media hendak merekam tertangkapnya seorang copet saat acara munajat tengah berlangsung.
Terduga massa berbaju putih bertuliskan LPI itu disinyalir tak sudi penangkapan copet menjadi bahan berita di acara Malam Munajat 212. Mereka menghardik wartawan untuk menghapus rekaman penangkapan copet.(boy/mg10//JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TKN: Malam Munajat 212 Sarat Aroma Politis
Redaktur : Aristo Setiawan
Reporter : Aristo Setiawan, Boy