jpnn.com, JAKARTA - PDI Perjuangan mengingatkan bahwa pihaknya hanya mengajukan penetapan calon terpilih setelah wafatnya Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas. Menurut mereka, tidak pernah mengajukan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Riezky Aprilia dengan calon Harun Masiku.
Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP Teguh Samudra mengatakan, persoalan penetapan calon terpilih berdasarkan Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI yang biasa dilakukan oleh partai politik adalah persoalan sederhana.
BACA JUGA: Lawan KPK, DPP PDIP Bentuk Tim Hukum
"Itu bagian dari kedaulatan parpol, yang pengaturannya telah diatur secara tegas dan rigid dalam peraturan perundang-undangan," kata Teguh Samudera, dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, di Jakarta, Rabu (25/1).
Pengajuan Penetapan Calon Terpilih yang dimohonkan kepada KPU oleh PDIP adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No: 57P/HUM/2019 pada 19 Juli 2019 terhadap uji materi Peraturan KPU dan juga Fatwa Mahkamah Agung RI.
BACA JUGA: Kasus Suap PAW Anggota DPR, KPK Geledah Kantor KPU
"Sehingga tidak ada pihak mana pun baik Parpol atau KPU yang dapat menegosiasikan hukum positif dimaksud," sambung Teguh.
Terminologi PAW dengan pengajuan penetapan calon terpilih itu berbeda. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menerangkan, semua pihak harus tahu bahwa surat-surat yang diajukan partainya ke KPU ialah sebagai pemenuhan ketentuan legalitas terkait dengan perundang-undangan sebelum penetapan anggota legislatif terpilih.
BACA JUGA: PDIP Merasa Jadi Korban Framing Jahat Media
"Di mana kursi itu adalah kursi milik partai. Maka kami telah menetapkan berdasarkan keputusan MA bahwa calon terpilih itu ialah Saudara Harun Masiku. Hanya saja ini tidak dijalankan oleh KPU," kata Hasto.
Teguh lalu menjelaskan lebih jauh, setelah ada putusan MA terkait hasil judicial review Peraturan KPU yang mengabulkan permohonan PDIP. Maka pimpinan partai meminta agar KPU mengabulkan permohonan agar lembaga penyelenggara pemilu itu melaksanakannya.
Yakni memasukkan suara yang diperoleh Almarhum Nazaruddin Kiemas ke perolehan suara calon nomor urut lima, Harun Masiku. Dengan begitu, seharusnya KPU menetapkan Harun sebagai peraih suara terbesar di dapil dimaksud.
Namun, KPU menafsirkan lain dan menyatakan tidak bisa demikian. Karena itu, PDIP kembali meminta kepada MA untuk mengeluarkan fatwa tentang makna sebenarnya putusan itu secara hukum yuridis. Dikeluarkanlah fatwa, dan oleh PDIP diminta lagi kepada KPU untuk melaksanakannya. Semuanya dalam konteks pengajuan penetapan calon terpilih, bukan PAW.
"Sudah dilandasi atau dikuatkan dengan fatwa, KPU lagi-lagi menolaknya, yang terjadi seperti itu," kata Teguh. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga