jpnn.com - JAKARTA - Batas minimal bagi partai politik untuk bisa mencalonkan sendiri Calon Presiden (capres) dan Calon Wakil Presidennya (Cawapres) adalah 20 persen kursi DPR atau sebanyak 112 kursi. Dari hasil pemilu legislatif 2014 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang notabene pemenang pileg, nampaknya belum bisa mencalonkan pasangan capres dan cawapres secara mandiri.
Dari hasil penghitungan yang dilakukan Jawa Pos, PDIP kemungkinan besar mendapatkan 109 kursi di DPR. Raihan ini naik dari torehan di pemilu 2009 yang mendapatkan 94 kursi. Namun, jika ingin mencalonkan Joko Widodo sebagai capres ditambah dengan cawapres pilihan sendiri, torehan PDIP kurang tiga kursi untuk memenuhi batas minimal.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyatakan, batas 112 kursi merupakan syarat minimal, jika dibandingkan dengan syarat pencapresan lain yakni memenuhi 25 persen suara nasional.
BACA JUGA: Kepsek dan Seluruh Guru TK JIS Dicopot
"Kalau berdasarkan jumlah kursi berarti hitungannya 20 persen dari 560 kursi DPR atau 112 kursi. Artinya partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 112 kursi di DPR dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden," terang Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah di kantor KPU, Sabtu (10/5).
Sementara, komisioner KPU Hadar Navis Gumay menyatakan, hingga saat ini KPU belum merilis jumlah resmi kursi yang didapat masing-masing parpol. KPU masih memerlukan pencermatan untuk bisa memastikan berapa jumlah kursi yang didapat 10 parpol yang dinyatakan memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary treshold sebesar 3,5 persen suara nasional.
"Kemungkinan baru hari Selasa diumumkan," ujar Hadar.
Dari pemetaan di 77 daerah pemilihan, kemenangan PDIP menguasai separuh peta persaingan dengan memenangi 38 dapil di berbagai wilayah. Di wilayah Sumatera, PDIP mampu merajai sebanyak delapan dapil, diantaranya di Sumatera Utara I dan II, Sumatera Selatan I, seluruh dapil Lampung, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.
Di wilayah Jawa, seluruh dapil di DKI Jakarta diborong oleh PDIP. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu mengungguli Partai Golkar di persaingan dapil Jawa Barat. Sebanyak enam dapil yakni Jabar I, II, V, VI, IX, dan X dimenangi PDIP. Sementara Partai Golkar menang di lima dapil Jabar yang tersisa.
Dominasi PDIP di dapil dengan pemilih padat juga terlihat di Jawa Tengah. Di Jateng, PDIP seakan tanpa rival, karena mampu unggul di delapan dari 10 dapil yang ada. Dua dapil tersisa yakni Jateng II dimenangkan Partai Golkar, sementara Jateng X dimenangkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa.
Sementara Partai Kebangkitan Bangsa mampu bangkit menjadi jawara di Jawa Timur seperti halnya pemilu 1999 lalu. Dari 11 dapil, PKB memenangi enam dapil diantaranya, yakni di Jatim II, III, IV, IX, X, dan XI. Sisa lima dapil di Jatim lagi-lagi dimenangi oleh PDIP.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Tjahjo Kumolo menyatakan, kali ini PDIP mendapat mandat dari rakyat karena menjadi partai dengan pemilih terbesar. Menurut Tjahjo, bukan hal yang mudah untuk menjadi partai pemenang pemilu legislatif dalam kontestasi politik di Indonesia saat ini.
"Atas nama PDIP, pada 2014 diberi amanah kepada kami untuk punya suara lebih tinggi dibanding yang lain. Ini beban bagi kami," ujar Tjahjo di kantor KPU.
Menurut Tjahjo, dirinya memberikan apresiasi kepada penyelenggara pemilu. Terutama kepada KPU dan Bawaslu, Tjahjo menilai sudah ada upaya besar dari keduanya untuk mewujudkan transparansi pemilu, termasuk bebas dari unsur intelijen. "Saya memberikan dua jempol kepada penyelenggara pemilu," ujarnya.
Meski begitu, semua parpol nampaknya akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Tjahjo menilai, harus diakui jika masalah utama pemilu 2014 saat ini adalah politik uang. Masifnya politik uang, membuat proses rekapitulasi hampir terlambat karena praktek jual beli dan penggelembungan suara terlihat. "Politik uang ini harus menjadi bahan evaluasi bersama," ujarnya.
Dalam hal ini, meski menjadi pemenang pemilu, Tjahjo menegaskan bahwa PDIP akan tetap mengajukan gugatan ke MK. Proses di tingkat bawaah, mulai dari KPU daerah hingga ke Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara berjalan tidak solid.
"Pola permainan sangat masif. Melibatkan KPPS sampai oknum yang ada di KPU daerah. Jadi harus ada penataan dan evaluasi oleh KPU RI," tandasnya.
Sekretaris Jenderal DPP PKB Imam Nahrawi juga menyatakan hal yang sama. PKB memberikan apresiasi atas upaya KPU untuk secara terbuka melakukan rekapitulasi pileg. Namun, masih banyak kekurangan di penyelenggara pemilu yang harus diperbaiki. "Masalah ketidak profesionalan di tingkat bawah, bukan semata-mata kesalahan mereka. Tapi harus ada cara untuk mencegahnya," kata Imam.
Menurut Imam, dalam hitung-hitungannya, suara PKB hilang sebanyak 1,8 juta dalam hasil final pileg saat ini. Situasi ini tentu yang membuat PKB harus menindaklanjuti keputusan KPU atas hasil pileg ke MK. "Kalau hilangnya karena banyak demit genderuwo tentu kami kan bawa ini ke keadilan yang seadilan seadil-adilnya," tandasnya.
Perolehan kursi PKB diprediksi saat ini mencapai 47 kursi, naik dari raihan 2009 yang hanya 28 kursi. Meski begitu, PKB kalah perolehan kursinya dengan Partai Amanat Nasional yang jumlah suaranya di bawah PKB. Ini karena, sebaran suara PAN lebih merata di sejumlah dapil, dibandingkan PKB yang dominan di dapil Jatim saja.
BACA JUGA: Max Sopacua Heran Jokowi Mempertanyakan Suara Demokrat
Sementara itu,"meski rekapitulasi penghitungan perolehan suara nasional hasil pileg di Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah usai, namun sejumlah kejanggalan mengenai jumlah perolehan suara partai politik (parpol) maupun calon legislatif (caleg) belum selesai sampai disana.
"Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daniel Zuchron menyatakan bahwa pihaknya masih melihat banyak kesalahan mendasar dari hasil rekapitulasi di KPU.
BACA JUGA: SDA Sebut Akar Rumput PPP Condong ke Prabowo
Menurutnya, kesalahan tersebut berasal dari petugas KPU di tingkat provinsi saat melakukan penghitungan dan rekapitulasi perolehan suara di daerah pemilihan (dapil).
Dia memandang bahwa hal tersebut merupakan indikasi tidak patuhnya petugas KPU di tingkat provinsi terhadap regulasi dari KPU pusat mengenai penghitungan suara.
"Jika melihat presentasi dapil provinsi masih banyak kesalahan mendasar, artinya banyak di tingkat bawah tidak patuh dengan prosedur KPU untuk melakukan hitung dan rekapitulasi yang benar. Padahal ada data pemilih, pengguna hak pilih, dan"surat"suara," kata Daniel di sela-sela diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat (Jakpus), Sabtu (10/5).
Dia juga menyatakan bahwa kesalahan tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi di tanah air. "Hampir seluruh provinsi yang presentasi di KPU itu bermasalah dengan data dasar, artinya KPU dan jajarannya dan pengawasannya, tidak memahami rekapitulasi. Tidak melulu soal hasil, tapi integritas data. Itu rata di semua provinsi," tegas Daniel.
Agar tidak mengulang kesalahan serupa saat Pilpres nanti, Daniel mengusulkan untuk menonaktifkan dan mempidana petugas KPU daerah yang terbukti melakukan pelanggaran. Hal serupa diharapkan juga berlaku untuk panitia pengawas (panwas) dari Bawaslu. "Oleh karena itu ke depan bagaimana terkelola dengan baik, baik dari KPU dan pengawasan sehingga peserta pemilu sudah enjoy," ujarnya.
Koordinator Komite Pemilih"Indonesia"(Tepi) Jerry Sumampouw menambahkan, banyaknya persoalan hasil rekapitulasi dan penghitungan suara di tingkat provinsi yang terlanjur diputihkan oleh KPU pusat, dipastikan bakal membebani Mahkamah Konstitusi (MK). "Oleh sidang pleno di KPU, hal itu (kesalahan KPU provinsi) dimaafkan dengan catatan. Catatan itu mau mengatakan silahkan melakukan lanjutan gugatan di MK. Jadi KPU secara langsung membuka ruang itu setelah ini berperkara di MK. Jangan di sini lagi," terang Jerry.
Jerry menduga, hal tersebut dilakukan KPU lantaran tidak lagi mementingkan kesalahan dari jajarannya di daerah saat detik-detik terakhir batas waktu penetapan perolehan suara Jumat (9/5) kemarin. "Maksud saya ada hal-hal yang di awal-awal menjadi penting tapi di bagian akhir sudah dianggap tidak penting lagi. Karena mengejar waktu. Mekanismenya tidak konsisten," imbuhnya. (bay/dod)
Distribusi Kemenangan per Dapil DPR Pileg 2014
* PDIP: 38 dapil
* Partai Golkar: 25 dapil
* PKB: 7 dapil
* Partai Gerindra: 3 dapil
* Partai Demokrat: 2 dapil
* Partai Nasdem: 1 dapil
* PAN: 1 dapil
* Total: 77 dapil
Prediksi Perolehan Kursi DPR RI 2014-2019
1. PDIP: 23.681.471 (18,95 persen), 109 kursi
2. Partai Golkar: 18.432.312 (14,75 persen), 91 kursi
3. Partai Gerindra: 14.760.371 (11,81 persen), 73 kursi
4. Partai Demokrat: 12.728.913 (10,19 persen), 61 kursi
5. PAN: 9.481.621 (7,59 persen), 49 kursi
6. PKB: 11.298.957 (9,04 persen), 47 kursi
7. PKS: 8.480.204 (6,79 persen), 40 kursi
8. PPP: 8.157.488 (6,53 persen), 39 kursi
9. Partai Nasdem: 8.402.812 (6,72 persen), 35 kursi
10. Partai Hanura: 6.579.498 (5,26 persen), 16 kursi
Total: 560 kursi
Perolehan Kursi 2009-2014
1. Partai Demokrat, 148 kursi (26,40 persen)
2. Partai Golkar, 106 kursi (18,92 persen)
3. PDIP, 94 kursi (16,78 persen)
4. PKS, 57 kursi (10,17 persen)
5. PAN, 46 kursi (8,21 persen)
6. PPP, 38 kursi (6,78 persen)
7. PKB, 28 kursi (5,00 persen)
8. Partai Gerindra, 26 kursi (4,64 persen)
9. Partai Hanura, 17 kursi (3,04 persen)
Total: 560 kursi
Sumber: Reportase Jawa Pos (Induk JPNN.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKB Bergabung PDIP, Belum Tentu Jokowi Menang
Redaktur : Tim Redaksi