jpnn.com - JAKARTA - PDI Perjuangan mengingatkan pemerintah agar tidak menyepelekan tuntutan Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) tentang penyerahan pengelolaan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok ke asing. Sebab, tuntutan SP JICT itu justru didasari semangat membangun kemandirian dalam pengelolaan pelabuhan.
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto saat menerima SP JICT di Jakarta, Rabu (5/8). Dalam pertemuan itu, SP JICT mengeluhkan keputusan Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino tentang perpanjangan konsesi pengelolaan terminal peti kemas di Tanjung Priok kepada Hutchison Port Holding (HPH).
BACA JUGA: Resmi! Jokowi Tolak Keluarkan Perppu Terkait Calon Tunggal Pilkada
Ada tiga tuntutan pekerja JICT. Yakni pembatalan perpanjangan konsesi untuk HPH, mengganti direksi Pelindo II, serta meminta pemerintah merealisasikan program Nawacita di bidang ekonomi.
Hasto mengatakan, PDIP berpandangan bahwa pengelolaan pelabuhan merupakan bagian penting dalam upaya menjaga kedaulatan ekonomi. Menurutnya, kapasitas JICT dalam menangani peti kemas yang meningkat dari 1,4 juta TEUs pada 1999 menjadi menjadi 2,4 juta TEUs pada 2013 harus menjadi pertimbangan pemerintah.
BACA JUGA: Rekomendasi Palsu Pilkada Cederai Demokrasi
“Sebaiknya perpanjangan konsesi JICT tersebut ditunda dulu. Beri kesempatan untuk audit yang lebih mendalam," kata Hasto.
Untuk diketahui, HPH pertama kali mengelola terminal peti kemas di Tanjung Priok pada 1999 dengan nilai USD 243 juta. Kala itu kapasitas bongkar muat peti kemas di angka 1,4 juta TEUs (twenty-foot equivalent unit). Namun, kini kontrak baru HPH di JICT justru USD 215 juta.
BACA JUGA: Sabar...Pimpinan Lagi Rapat
Hasto menambahkan, Kementerian BUMN juga bertanggung jawab mewujudkan Nawacita yang disuarakan Presiden Joko Widodo. Karenanya, ujar Hasto, sudah semestinya agar BUMN tidak menyerahkan pengelolaan Tanjung Priok ke asing.
“Sudah menjadi tanggung jawab Menteri BUMN untuk melaksanakan Nawacita, dan mendorong pengelolaan JICT oleh putra-putri bangsa, daripada menyerahkan ke pihak lain. Lebih-lebih nilai kontrak konsesi tersebut dipandang terlalu rendah," lanjut Hasto.
Hal yang juga menjadi sorotan dalam pertemuan itu adalah sikap Dirut Pelindo II, RJ Lino terhadap para pekerja JICT. Seperti diketahui, saham JICT memang hasil patungan antara Pelindo II (49 persen) dan HPH (51 persen).
Ketua Umum Serikat Pekerja PT JICT, Nova Sofyan Hakim dalam kesempatan itu mengeluhkan tindakan Dirut Pelindo II RJ Lino yang menggunakan cara-cara intimidatif terhadap pekerja JICT. Menurut Nova, sikap arogan Lino itu karena merada didukung oleh menteri tertentu.
Namun Nova meyakini upaya Lino akan kandas. "Dirut Pelindo boleh saja berlindung di balik prosedur dan merasa kuat karena dukungan menteri tertentu. Tapi upaya itu tidak berhasil", katanya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pilkada Serentak Banyak Masalah, Ketua MPR Salahkan Parpol
Redaktur : Tim Redaksi