Rekomendasi Palsu Pilkada Cederai Demokrasi

Rabu, 05 Agustus 2015 – 15:14 WIB
Ilustrasi

jpnn.com - JAKARTA - Beredarnya dugaan surat rekomendasi palsu yang diberikan sejumlah partai politik kepada bakal pasangan calon kepala daerah yang akan maju pada pilkada serentak kini menjadi sorotan. Pengamat politik Universitas Pasundan Bandung, Nunung Sanusi menilai, fenomena jika benar ada surat rekomendasi palsu di pilkada sangat membahayakan demokrasi. 

Menurut Nunung, fenomena itu merupakan preseden buruk dan akan berdampak sangat negatif pada citra parpol dan demokrasi. Kata dia, seharusnya parpol harus sudah siap menghadapi sistem pilkada serentak, karena sudah diatur UU. 

BACA JUGA: Sabar...Pimpinan Lagi Rapat

"Pilkada ini kan sudah ada mekanismenya, jadi Parpol harus siap kalau mau terlibat, dan mengikuti mekanisme itu," ungkapnya.

Tahapan-tahapan parpol dalam melakukan pencalonan kepala daerah, baik dari internal parpol atau mendukung kader diluar parpol, seharusnya sudah diatur oleh internal parpol. 

BACA JUGA: Pilkada Serentak Banyak Masalah, Ketua MPR Salahkan Parpol

"Di internal Parpol juga sudah ada Juklak dan Juknisnya terkait Pilkada, jadi kalau ada surat rekomendasi bodong sebenarnya itu sudah mencederai mekanisme," ujar Nunung.

Dari sisi mekanisme dan aturan main, kata dia, pilkada serentak ini harus lebih baik dan memberikan harapan kepada rakyat. Pengalaman tiga periode, menurutnya, cukup memberikan pengalaman untuk membangun demokrasi.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Tolak Penundaan Pilkada Serentak

Kata dia, jangan sampai pelaksanaan pilkada serentak ini lebih buruk. Apalagi diwarnai oleh rekomendasi bodong. "Itu sangat memalukan," tegasnya. 

Menurut Nunung, jika hal itu sudah diawali dengan kebohongan pertama, makan selanjutnya akan ditutupi dengan kebohongan-kebohongan yang lain.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Pengawas Pemilihan Kabupaten Mamuju Utara Nasrul Natsir menyatakan bahwa KPU di daerahnya tidak cermat dan tidak memperhatikan Formulir Model B-1 KWK Parpol saat menerima berkas dari pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Abdullah Rasyid dan Marigun Rasyid.

Menurut dia, Formulir Model B-1 KWK Parpol dari DPP Partai Golkar yang diajukan pasangan bakal calon Abdullah Rasyid dan Marigun Rasyid diduga ada indikasi ketidaksesuaian redaksi. 

Dalam formulir B-1 KWK dari DPP Partai Golkar versi Agung Laksono itu tertulis Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Padahal yang benar adalah Mamuju Utara.

"KPU Kabupaten Mamuju Utara diduga kuat melakukan pelanggaran administrasi karena dalam menerima berkas tidak cermat," ujar Nasrul kepada wartawan beberapa waktu lalu. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Ingatkan Pemerintah Jangan Sampai Repot Akibat Perppu Pilkada Serentak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler