jpnn.com - JAKARTA - Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) makin memanas seiring adanya undangan untuk menghadiri pembukaan rapat kerja nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Semarang.
Partai berlambang Kabah ini pun akhirnya terpecah dan terjadi dualisme kepengurusan, antara kubu Suryadharma Ali (SDA) melawan Emron Pangkapi cs.
"Saya sampai saat ini tak tahu, kalau PDIP mengundang PPP untuk hadir di rakernasnya. Suratnya-pun tak pernah saya lihat. Jadi saya tidak paham apa motif PDIP mengundang Emron Pangkapi di rakernasnya," ujar Wakil Ketua Umum PPP versi SDA, Dimyati Natakusumah kepada INDOPOS (Grup JPNN), Jumat (19/6).
Dimyati juga menegaskan, bahwa partainya akan tetap solid berada di Koalisi Merah Putih (KMP).
BACA JUGA: Sekjen Golkar Tetap Yakin Pilkada oleh DPRD Bakal Gol
"Kalau memang benar PDIP mengundang Emron secara resmi, itu di luar kewenangan partai. Begitupun jika PDIP ingin menarik masuk ke koalisinya atau bagaimana. Intinya PPP di bawah pimpinan Suryadharma Ali masih konsisten dan komit di Koalisi Merah Putih," tegasnya.
Dimyati mengaku dirinya tak mau menduga-duga terkait adanya motif tersembunyi PDIP mengundang Emron. Sebab, sampai saat ini Ketua Umum PPP adalah SDA.
"Saya tidak lihat surat undangannya, kecuali saya lihat undangannya Emron ketum PPP, jelas PDIP salah. Kita akan protes, tapi kalau suratnya atas nama Emron Pangkapi, ya Pak Emron alamatnya ke mana dikirimkan," imbuhnya.
Dimyati menegaskan, ketua umum yang sah sampai saat ini adalah SDA. Dia mengingatkan, kalaupun ada internal PPP yang tidak suka dengan kepemimpinan SDA, maka baiknya bertarung di Muktamar pada 23 Oktober nanti.
BACA JUGA: AKBP Idha Terancam 20 Tahun Penjara
"Ketua umum sampai sekarang masih SDA. Jadi harus bisa dipahami itulah hasil muktamar, kongres, munas PPP di Bandung," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Pakar PPP Barlianta Harahap mengatakan, bahwa partainya tidak bisa disamakan seperti perusahaan milik individu-individu.
"PPP ini organisasi partai politik, sejarahnya panjang lahir dari fusi parpol Islam. Jangan disederhanakan PPP ibarat perusahaan," kata Barlianta dalam keterangan persnya, Kamis (18/9).
Mantan Ketua Fraksi PPP DPR ini menegaskan, PPP memiliki aturan main yang tercantum dalam AD/ART. Semua kader harus patuh pada konstitusi partai. "Kalau perusahaan itu cari untung, ada bidang usahanya. Kalau parpol itu alat perjuangan umat, jadi jangan di balik logikanya," ujar politisi yang ikut mendirikan PPP ini.
Barlianta juga mengungkapkan, kader yang paham perjalanan PPP akan tahu persis isi AD/ART. Menurut dia, tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan ketua umum hanya bisa diberhentikan lewat muktamar. "Semua ada jalur dan aturannya," jelasnya.
Dia juga meminta kader PPP membaca AD pasal 51 dan pasal 73 juga ART pasal 20, 21, 23 yang mengatur muktamar. Barlianta juga meminta kader PPP membaca AD pasal 14 dan 15, serta ART pasal 10 ayat 1 dan 2, serta pasal 12 ayat 1.
BACA JUGA: Luthfi Hasan Remehkan Putusan MA
"Jadi harus baca betul sejarah dan konstitusi partai, saya ini pelaku sejarah jadi sangat tahu, berbeda dengan orang yang hanya indekos di PPP. Bukan pengurus, bukan anggota majelis, mau langsung mimpin PPP, bisa tambah kacau ini," pungkasnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KMP Masih Ngotot Pilkada oleh DPRD
Redaktur : Tim Redaksi