PDIP Pastikan Sudah Kantongi Nama Cawapres

Jumat, 09 Januari 2009 – 19:32 WIB
JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan untuk mengagendakan pembahasan pemilihan Presiden 2009 pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas)  yang akan digelar di kota Solo Jawa Tengah, 27 - 29 Januari mendatangMenurut rencana, Rakernas ini akan diikuti oleh seluruh jajaran pengurus Partai mulai dari Dewan Pengurus Cabang hingga pusat.

Ketua Bappilu PDIP, Tjahjo Kumolo, menjelaskan Rakernas terkait akan menjadi ajang penyampaian garis kebijakan DPP, Badan Pemenangan Pilpres, dan Badan Pemenangan Pemilu Legislatif, dalam rangka menghadapi pemilu April 2009.       "Selain itu, Rakernas ini juga akan membahas rancangan program kerja pemerintahan lima tahun ke depan," ujar Tjahjo, di Jakarta, Jumat (8/1).  Selain itu, Rakernas juga akan menginventarisasi nama-nama cawapres

BACA JUGA: Empat Kriteria Survey

Pembahasan cawapres ini merupakan lanjutan dari agenda pembahasan yang juga menggelinding pada rakernas di Makassar lalu


  "Pembahasan cawapres nanti diharapkan sudah bisa mengerucut pada beberapa nama," katanya lagi.   Hanya saja, kata Tjahjo, PDIP akan sangat berhati-hati,  dan cermat melihat dinamika dan perkembangan politik

BACA JUGA: JRR Tetap Ketua PG Sulut

Apalagi, sejumlah partai besar lainnya memilih untuk menunggu hasil pemilu legislatif dulu sebelum membicarakan pilpres.  Rakernas ditaksir akan dihadiri sedikitnya 1.300 peserta
Mereka yang akan ikut adalah pengurus DPP, Deperpu, DPD, DPC se-Indonesia, Badan Pemenangan Pemilu, dan Fraksi PDIP di DPR RI.

Sementara terkait dengan rencana pemerintah untuk kembali menurunkan harga BBM  Tjahjo Kumolo mengingatkan , turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bukan karena kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yuhoyono (SBY)

BACA JUGA: Golkar Sulut Diminta Konsentrasi Pemilu 2009

Naik turunnya harga BBM sangat dipengaruhi kondisi pasar internasional''Sementara Presiden SBY hanya mengikuti pergerakan yang terjadi di pasar internasionalDan siapa pun presidennya, harus mengikuti hal serupa,'' kata Tjahjo kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/1)Karena itu, Tjahjo mengingatkan agar Presiden SBY tidak menggunakan krisis minyak sebagai tameng untuk membangun citra demi mendapatpkan empati masyarakat.

Jadi, lanjut Tjahjo, sangat naif jika Presiden SBY menggunakan krisis minyak dunia sebagai alat untuk membangun citranya.''Kalau memang SBY mau mengatasi masalah rakyat, seharusnya harga BBM dipatok ke harga Rp3800 per liternyaHarga itu yang saat ini paling realistis, karena dengan harga itu, Pertamina sudah mengantongi keuntungan sekitar USD 3,2 per barelnya,'' Tjahjo menegaskan.

Menurut Tjahjo, harga BBM jenis premium saat ini masih bisa ditekan di bawah angka Rp3.800 per liter“Harga Rp3.800 per liter itu karena minyaknya di olah di luar negeriKalau diolah di dalam negeri, fraksi kami yakin  bisa dibawah Rp3.800 per liter,” imbuh TjahjoCara pemerintah yang menurunkan harga BBM secara bertahap ini, lanjut Tjahjo, tidak berdampak positifTurunnya harga BBM ternyata tidak mempengaruhi turunnya harga kebutuhan pokok masyarakatSelain itu para pengusaha SPBU menjadi bingung untuk menambah stok, terkait dengan rencana pemerintah menurunkan kembali harga BBM.

“BBM turun, tapi tarif angkutan umum tidak turunBBM turun, SPBU jelas-jelas keberatan menambah stokAkibatnya bisa terjadi kelangkaan dan pembeli kesulitan mendapatkan BBMJadi, citra apa yang mau diperoleh Presiden SBY dengan cara menurunkan harga BBM?” tandas Tjahjo.

Pada kesempatan terpisah, pengamat politik Universitas Indonesia Bonni Hargen menilai, Presiden SBY berupaya menggunakan krisis global sebagai tameng untuk menaikkan popularitas dan citranya yang sekarang sedang terpurukBonni Hargens menunjuk cara-cara Presiden SBY memanfaatkan krisis minyak dunia.
“Rencana penurunan harga BBM itu bukan karena kemampuan kinerja pemerintahan yang dipimpin Presiden SBYKalau besok harga premium atau solar turun lagi, itu karena memang keniscayaanTurunnya harga BBM di dalam negeri itu karena turunnya harga minyak dunia di pasaran internasionalSaya pikir pemerintah tidak bisa mengatakan bahwa penurunan harga BBM itu adalah suatu prestasiCara-cara seperti itu menunjukkan kreasi politik yang dangkal dan murahan,” tandas penulis buku Trilogi Dosa Politik SBY-JK itu.

Kreasi politik SBY dengan cara menurunkan harga BBM itu, sambung Boni,  tidak linier dengan fakta yang terjadi di lapangan“Kondisi itu sangat paradok, ketika harga BBM turun, masyarakat justru kesulitan untuk mendapatkannya,” tandas Boni.Yang lebih aneh, Boni memaparkan pengamatannya terhadap sikap Presiden SBY dalam krisis kemanusiaan yang sekarang melanda jutaan warga Palestina di Jalur GazaDengan kekuatan Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, Presiden SBY seharusnya mampu melakukan tekanan kepada dunia internasional termasuk Presiden Amerika Serikat George Bush maupun Obama.

“Terlihat betapa politik luar negeri kita cenderung lebih emosional, terutama ketika Obama terpilih sebagai presiden ASKetika Obama menang kita semua sorak-sorai, bahkan SBY mau meniru ObamaTetapi begitu Obama tidak bersikap atas agresi Israel di Jalur Gaza, ternyata Presiden SBY nggak bisa melakukan apa-apa tuhDalam soal Palestina, kita memang tidak bisa berharap banyak sama SBYSBY itu terlalu American minded, terlalu mengekor sama kemauan Amerika Serikat,” papar Bonni Hargens.

Bonni membandingkan sikap SBY dengan Megawati Soekarnoputri saat menjabat presiden lima tahun laluBonni menunjuk pada sikap tegas putri Bung Karno dalam kasus Abubakar BasirDimata Boni, Megawati lebih mengutamakan kedaulatan Negara Indonesia dengan tidak mau menyerahkan Abubakar Basir kepada pemerintah AS.

“Semua pihak tahu bahwa Megawati waktu itu melakukan tindakan yang tegas, yaitu mengutamakan kedaulatan Negara daripada sekadar kepentingan mengatasi terorismeTapi kalau saja presidennya waktu itu SBY, saya yakin Pak Abubakar Basir itu sudah ditaruh di penjara Guantanamo yang terkenal kejam itu!” pungkas Bonni.(lev/ysd/JPNN)
 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Partai Abu-Abu akan Habis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler